Ini 4 Serangan Fatal Pengintai Nyawa Ibu Melahirkan

Kehamilan adalah hal paling ajaib yang terjadi di tubuh wanita
Sumber :
  • iStockphoto

VIVAlife - Bagi wanita, proses persalinan merupakan perjuangan antara hidup dan mati. Saat menghantarkan bayi dalam kandungan untuk melihat dunia, juga bisa jadi detik-detik mematikan. Di atas meja operasi atau persalinan, ada beberapa serangan maut yang mengintai.

Salah satunya emboli, saat air ketuban masuk ke aliran pembuluh darah yang pecah ketika melahirkan. Hampir 90 persen wanita melahirkan yang terserang emboli tak bisa diselamatkan. Contohnya, pasien melahirkan di Manado yang meninggal tahun 2010 lalu.

Kasus itu mencuat lantaran ada dugaan malapraktik. Itu memicu reaksi para dokter di Indonesia. Selain emboli, ada serangan fatal lain yang kerap menghampiri wanita melahirkan.

Berdasarkan penjelasan dr Budi Wiweko, SpOG, spesialis kebidanan dan kandungan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada VIVAlife, Kamis, 28 November 2013, berikut di antaranya.

Eklampsia

Berdasarkan bahasa awam, eklampsia sama dengan keracunan dalam kehamilan. Itu bisa disebabkan hipertensi atau kebocoran protein dalam rahim. Tanda-tandanya: sakit kepala, nyeri ulu hati, kaki bengkak, kejang, dan tekanan darah tinggi.

Biasanya, itu baru diketahui pada usia kehamilan 8 bulan ke atas. Itu menyerang 6-8 persen wanita hamil di Indonesia. “Jika diketahui sejak dini, bisa diberi pengobatan untuk menurunkan tekanan darah,” kata Budi. Setelah melahirkan, serangan eklampsia juga masih bisa terjadi.

Pendarahan

Heboh Dugaan TPPO, Begini Pengakuan Mahasiswa Unnes saat Ikuti Ferienjob di Jerman

Ini merupakan penyebab tersering kematian wanita melahirkan. Menurut Budi, itu bisa terjadi dalam proses persalinan normal maupun caesar. Jika wanita terus-menerus kehilangan darah, ia bisa pingsan, bahkan meninggal dunia.

Penyebabnya beragam: proses persalinan yang tidak aman, usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, melahirkan dalam jarak yang terlalu dekat, terlalu sering melahirkan, kondisi kesehatan seperti anemia atau gizi buruk, pembekuan darah, atau gangguan kontraksi otot rahim.

Putra Tamara Bleszynski Ditabrak Orang Tak Bertanggung Jawab di Depan Rumah

Ruptur Uteri

Kondisi ini merupakan robeknya dinding rahim pada wanita saat melahirkan. Menurut data Jurnal New England Journal of Medicine, risiko robeknya dinding rahim pada persalinan normal maupun caesar mencapai 4,5 persen. Risiko meningkat ketika wanita melahirkan dengan proses induksi.

Jokowi Launches Permanent Housing After Disaster in Central Sulawesi

“Ini baru terdeteksi jelang persalinan. Bisa karena bayi terlalu besar, atau dampak dari operasi sebelumnya. Jalan keluarnya, harus operasi,” ujar Budi. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan pendarahan. Apabila sampai tak terkontrol, bisa dilakukan pengangkatan rahim.

Infeksi

Infeksi tak hanya bisa terjadi pada proses persalinan caesar. Kelahiran normal pun berisiko serupa. Namun, kondisi ini baru terjadi setelah melahirkan. Pada wanita yang melakukan operasi caesar, infeksi bisa terjadi pada bekas jahitan di perutnya.

Sedangkan wanita yang melahirkan secara normal, infeksi terjadi pada bekas jahitan di perineum. Sebabnya, penjahitan yang kurang steril atau ketidakmampuan wanita menjaga kebersihan usai operasi. Jika dibiarkan, bisa demam dan kejang seperti infeksi pada umumnya. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya