Batasi Game Online, Orangtua Kenalkan Mainan Tradisional

Festival Permainan Tradisional
Sumber :
  • Antara/Dewi Fajriani

VIVA.co.id – Kini semakin banyak saja yang menentang permainan digital seperti Pokemon Go yang disebut tidak memiliki nilai. Kini, para orangtua yang khawatir berusaha mendorong anak-anak untuk lebih memilih memainkan permainan tradisional seperti baling-baling dan gasing.

Ada Acara Tak Biasa di HUT ke 25 PAN

Dilansir dari Reuters, saat ini puluhan ribu orang Indonesia tersihir dengan permainan augmented reality yang membuat mereka dapat memburu karakter virtual di lokasi nyata, bahkan beberapa bulan sebelum permainan itu masuk secara resmi ke pasar Asia Tenggara.

Namun, orangtua dan guru menjadi khawatir anak-anak mereka terlalu terpaku ke dalam dunia virtual itu hingga kehilangan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain. Karena itulah, beberapa orangtua kemudian teringat akan permainan yang biasa mereka mainkan pada masa kecil dan ingin mengenalkan anak-anak mereka pada permainan itu.

Ketagihan Main Lato-lato Hingga Gangsin, Kim Mingue: Ini Susah Banget!

Para orangtua dan anak-anak itu pun menghadiri sebuah festival permainan tradisional beberapa pekan lalu di sebuah sekolah di kawasan Jakarta Barat.

Sekelompok anak terlihat berkerumun di dekat sebuah papan kayu, mereka bergiliran menembakkan kelereng ke gawang yang terbuat dari karet, sebuah permainan sepak bola versi mini.

Dukung Gerakan Sekolah Sehat, Ibu Negara Main Congklak dan Bekel Bersama Siswa SD

Sementara beberapa anak lain mengikatkan tali ke ujung sebuah kayu lalu memutarnya di sebuah tempat.

Ilustrasi permainan tradisional

"Permainan tradisional melibatkan banyak aktivitas, sedangkan permainan elektronik hanya menggerakan ibu jari anak-anak," kata Januar Surjadi, yang mengajarkan putra tiga tahunnya bagaimana memainkan mainan bambu yang mengeluarkan bunyi klik ketika diputar.

Beberapa permainan seperti wayang dan congklak di mana pemain harus mengumpulkan sebanyak-banyaknya biji congklak, menjadi permainan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Kepala Sekolah Pilar Bangsa Agustinus mengatakan, sekolahnya akan menggelar lebih banyak lagi kegiatan yang dapat mengenalkan anak-anak kepada permainan tradisional.

"Kami ingin menunjukkan keunikan dari Indonesia yang kaya budaya," kata Agustinus seperti dikutip Reuters.

Sekolah Agustinus bukanlah satu-satunya, pejabat Kementerian Pendidikan Essi Hermaliza mengatakan pemerintah akan mencoba menanamkan nilai-nilai budaya masa lalu kepada siswa melalui permainan tradisional di seluruh negeri.

Menurut laporan beberapa media, Walikota Bogor juga telah merenovasi sebuah taman dan melengkapinya dengan panggung kayu dan permainan lain untuk menghindarkan anak-anak bermain Pokemon Go.

Mainan tradisional biasanya lebih murah, meski demikian telah membuka peluang bisnis bagi wirausahawan seperti Fahrudin yang memproduksi mainan di desa dan menjualnya secara online.

"Respon dari konsumen sangat positif dan masih banyak permintaan," kata Fahrudin di pabrik mainannya di dekat Jakarta.

Bagi Michelle Miranda, 13 tahun, mainan tradisional tidak bisa menggantikan gadget, meski begitu masih tetap asyik dimainkan.

"Saya sedikit bosan dengan Pokemon Go karena menemukan Pokemon yang langka lebih susah," kata Michelle.

Dia pun memilih bermain congklak dengan teman-temannya di rumah. Michelle mengatakan permainan itu lebih menyenangkan dan mengajarkan tentang mental aritmatik.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya