Terkait dr Stefanus, IDI Kritik Regulasi Beban Kerja Dokter

Dokter Stefanus Taofik, SpAn.
Sumber :
  • Linkedin/twitter @blogdokter

VIVA.co.id – Berita kasus kematian dokter Stefanus Taofik yang viral diduga akibat beban kerja dokter yang berlebihan, mulai mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Salah satunya pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang merasa bahwa regulasi beban kerja dokter harus dipertegas sesuai dengan pekerjaannya yang berkaitan dengan manusia.

Mengenal Sindrom Brugada yang Tewaskan Dokter Stefanus

"Dari kasus tersebut, kita perlu ada regulasi pengaturan beban kerja dokter. Untuk tenaga kerja spesifik seperti dokter yang berhubungan dengan manusia, bisa berkaitan dengan kelelahan akibat menangani pasien. Harus dibuat regulasi yang kuat," ujar Sekretaris Jenderal IDI, dr Adib Khumaidi Sp.OT., kepada VIVA.co.id, Kamis, 29 Juni 2017.

Menurut Adib, pekerjaan dokter berbeda dengan pekerjaan pada umumnya, di mana regulasi pengaturan kerja dokter saat ini masih sama dengan pengaturan kerja pekerja lain yakni 40 jam seminggu.

Dan, Sang Dokter pun Tumbang

"Seminggu 40 jam dari UU ketenagakerjaan. Kalau dokter kan sulit seperti itu. Kalau suatu waktu, malam hari dia ditelepon dan ada pembedahan, itu harus diperhitungkan. Sehingga implikasinya bagaimana penghargaan pada dokter yang bekerja lewat dari 40 jam per minggu, harus dibentuk," kata Adib.

Tidak hanya itu, masing-masing spesialisasi dokter juga berbeda. Risiko dan beban kerja yang ditangani juga pasti tidak ada yang sama. Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan juga regulasi yang seharusnya dipersiapkan dalam masing-masing spesialisasi.

PERSI: Dr Stefanus Meninggal Bukan Karena Kelelahan

"Dokter spesialis anestesi misalnya, beda-beda lagi risiko dan beban kerjanya. Jadi regulasinya harus berbeda. Kalau regulasinya tidak dibentuk dengan kuat, akan berbahaya bagi pasien karena kualitas dokter akan menurun, rugi di keduanya. Padahal prinsip dokter adalah patient safety,” ucapnya menambahkan.

Meski begitu, Adib membantah jika dokter Stefanus dikatakan meninggal dunia lantaran bekerja lima hari lima malam seperti kabar yang beredar di masyarakat. Dokter Stefanus hanya bekerja selama 2x24 jam. Posisinya sebagai dokter anestesi, juga berbeda dengan dokter jaga di Unit Gawat Darurat (UGD) yang harus berjaga tanpa henti.

"Beliau bukan lima hari kerja, tapi 2x24 jam. Pemahamannya di sini, dokter Stefanus adalah dokter terkait anestesi yang dihubungi saat ada pasien yang butuh konsultasi. Bukan seperti dokter UGD yang harus stand by betul di ruang emergency. Kalau tidak ada operasi, emergency terkait anestesi, pasien UGD terkait anestesi, dia bisa istirahat di kamar jaga," ujar Adib. (one)

Dokter Stefanus Taofik.

IDI: Kematian Dokter Stefanus Bukan Karena Lima Hari Jaga

"Beliau bukan lima hari kerja, tapi 2x24 jam."

img_title
VIVA.co.id
29 Juni 2017