Melongok Kampung Bakpia yang Mulai Sepi Pengunjung

Produksi Bakpia
Sumber :
  • VIVA/ Daru Waskita/ Yogyakarta

VIVA – Maraknya toko oleh-oleh Bakpia di Yogyakarta, tidak lepas dari keberadaan Kampung Sangrahan, Kelurahan Pathuk, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta. Bahkan, saat ini kampung yang berada tepat di barat Jalan Malioboro ini dikenal sebagai Kampung Bakpia.

Bakpia Renyah Rasa Gula Tarik, Oleh-oleh Wajib Khas Yogyakarta

Namun, seiring berkembangnya zaman dan semakin banyaknya pemodal besar yang melakukan investasi pada produksi bakpia dengan aneka rasa berdampak pada sepinya pembeli dan penurunan produksi bakpia.

Meski tak seramai beberapa puluh tahun yang lalu, namun ketika masuk ke gang yang sempit di Kampung Sangrahan, aroma makanan berbahan baku tepung dan kacang ijo sungguh menggoda. Di sepanjang Sanggrahan, Pathuk, Ngampilan aroma harum bakpia begitu terasa.

7 Fakta di Balik Bakpia, Oleh-oleh Khas Yogyakarta

Di kanan dan kiri jalan terpasang plang merek bakpia. Beberapa menggunakan nama orang, tetapi lebih banyak yang memasang merek berdasarkan nomor rumah, atau angka kesukaan mereka.

Di dalam rumah warga, orang-orang duduk berharap mengelilingi meja. Adonan kulit dan isi bakpia berwarna ungu dan kuning terang menggunung di depan mereka.

Saus Sambal Lezat untuk Cocolan Kudapan Manis, Berani Coba?

Kampung Bakpia di Jalan Malioboro

Dengan lincah, jari-jari itu membungkus isi dengan kulit bakpia. Warna ungu untuk rasa ubi ungu dan warna kuning terang adalah rasa kacang hijau.

"Hampir semua warga di kampung ini bikin bakpia meski yang bersangkutan seorang PNS," kata  Anastasia Suryani, pemilik usaha Bakpia 757 Mayang, Jumat 26 Januari 2018.

Suryani mengaku mendirikan usaha bakpia pada tahun 1994. Bakpia bukan sesuatu yang baru buatnya, karena sebelumnya sang Ibu sudah lebih dahulu memproduksi kue yang bentuknya bulat, kecil dan berwarna putih kecokelatan tersebut.

"Ibu saya mulai membuat bakpia pada tahun 1980-an," ujarnya.

Perempuan 47 tahun ini mengaku mendapatkan suami yang juga berasal dari keluarga pembuat bakpia. "Saya dapat tetangga sendiri," ucap Suryani.

Dalam sehari, Suryani mengaku bisa menjual 100-150 dus bakpia per hari. Kalau musim liburan, bisa menjual sampai 400 dus pe hari. Biasanya, Suryani menitipkan kepada pedagang di seputar Pasar Beringharjo dan Malioboro. Harga bakpia beragam, tergantung ukuran dan rasa, mulai dari Rp10.000 sampai Rp 25.000 per dus.

Untuk membuat 100 dus bakpia, Suryani membutuhkan sekitar 10 kilogram tepung terigu. Satu dus bakpia bisa berisi 15 sampai 20 buah bakpia. Semula, bakpia identik dengan isi kacang hijau, akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman isi bakpia lebih inovatif. Konsumen bisa memilih rasa keju, cokelat, stroberi, green tea, dan sebagainya.

Bakpia pun ada dua jenis, kering dan basah. Bakpia basah bisa bertahan sampai seminggu, sedangkan yang kering bisa awet hingga tiga minggu.

Sepi wisatawan

Meski penjualan bakpia cukup bagus, namun demikian Suryani mengaku, situasi saat ini berbeda dengan sebelum tahun 2000 yang lalu. Ketika itu banyak wisatawan yang lalu lalang masuk ke Kampung Bakpia untuk membeli langsung dari pembuatnya.

Walaupun harganya sama dengan bakpia yang disetorkan kepada pedagang bakpia namun membeli langsung ke pengrajin bakpia lebih menyenangkan. Jajanan itu bisa dibawa pulang dalam kondisi hangat. Wisatawan juga bisa melihat pembuatan bakpia di industri rumah tangga.

Suryani menilai, saat ini nyaris tidak ada wisatawan yang berjalan masuk ke Kampung Bakpia. Toko oleh-oleh di Yogyakarta menjamur. Pemiliknya berani memberikan uang tips lebih kepada pemandu wisata yang membawa rombongan wisatawan ke toko mereka.

"Kalau tidak punya toko ya harus aktif menitipkan ke pedagang supaya laku terjual," tuturnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya