Kaum Difabel Masih Butuh Sedotan Plastik untuk Minum

Sedotan plastik.
Sumber :
  • Pixabay/CC0 Public Domain

VIVA – Belakangan ini, gerakan untuk mengurangi penggunaan sedotan plastik semakin ramai diserukan di seluruh penjuru dunia. Hal ini terjadi lantaran masalah limbah plastik yang sudah mencemari lautan kini kian darurat.

Hari Buku Sedunia, Starbucks Indonesia Serahkan 8.769 Buku untuk Anak-anak

Bahkan beberapa studi telah menunjukkan bahwa hidangan berbahan dasar seafood atau boga bahari menggandung materi mikroplastik yang bisa masuk ke dalam tubuh kita saat mengonsumsinya.

Beberapa perusahaan raksasa food and beverage asal Amerika Serikat pun mengambil langkah tegas untuk berpartisipasi dalam usaha mengurangi sampah plastik.

Dua Sisi Sampah Plastik, Ramah Kantong tapi Tidak untuk Kesehatan

Salah satunya adalah Starbucks yang sudah resmi mengumumkan bahwa mereka akan segera menghentikan penggunaan sedotan plastik di seluruh gerai mereka di seluruh dunia pada tahun 2020 mendatang. Sementara gerai McDonald's di seluruh Britania Raya juga sebelumnya sudah mengganti sedotan plastik dengan sedotan kertas.

Namun, ternyata tidak semua pihak setuju dengan gerakan menghilangkan sedotan plastik.

Meriahkan Ramadan, Starbucks Luncurkan Stiker Drive-Thru Pertama di Indonesia

Dilansir dari laman Food Beast, Rabu, 18 Juli 2018, komunitas difabel atau penyandang disabilitas di AS adalah salah satunya. Itu karena sedotan adalah alat bantu untuk mereka yang secara fisik tidak bisa minum dengan cara biasa.

Lembaga Hak Asasi Washington bahkan menulis surat resmi kepada Dewan Kota Seattle untuk menyuarakan pendapat para kaum difabel.

Sebagai informasi, pemerintah Kota Seattle sudah melarang penggunaan sedotan plastik beberapa waktu lalu. Itu lah mengapa Starbucks di kota tersebut sudah lebih dulu menggunakan sedotan yang terbuat dari bahan-bahan daur ulang.

Salah satu hal yang ditekankan dalam surat tersebut adalah, "Banyak orang dengan disabilitas fisik, seperti cerebral palsy dan multiple sclerosis yang membutuhkan bantuan sedotan plastik untuk minum. Jenis sedotan lainnya (seperti sedotan kertas atau dari bahan metal) tidak memberikan kombinasi kekuatan, fleksibilitas dan keamanan seperti sedotan plastik."

Meski begitu, ada beberapa restoran di Seattle yang diizinkan untuk menyediakan sedotan plastik untuk diberi kepada pengunjung yang memang memintanya karena memiliki kondisi medis atau fisik tertentu.

Larangan penggunaan sedotan plastik di Seattle sendiri sebenarnya tidak berlaku bagi kaum difabel. Ini berarti mereka tetap bisa meminta sedotan plastik kepada pihak restoran.

"Jika dibutuhkan oleh pelanggan karena kondisi medis atau fisik tertentu, dan mereka tidak bisa menggunakan sedotan kertas, maka sedotan minuman plastik yang fleksibel dan sekali pakai boleh diberikan. Jika tidak, maka hanya boleh menggunakan sedotan dari bahan-bahan daur ulang," demikian bunyi peraturan di Kota Seattle.

Sedotan plastik secara bertahap memang akan dilarang digunakan di seluruh AS dan Kanada pada tahun 2019 nanti. Negara-negara Eropa juga diketahui akan melakukan hal yang sama, dan diharapkan begitu juga dengan negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Itu karena tak lagi memakai sedotan plastik akan sangat berpengaruh dalam mengurangi sampah atau limbah plastik. Sebagai contoh, Starbucks mengungkapkan bahwa tak lagi menggunakan sedotan plastik di 28.000 gerai mereka di seluruh penjuru dunia akan mengurangi lebih dari 1 miliar sedotan plastik per tahun.

Sebagai gantinya, mereka akan menggunakan sippy cup lids, penutup gelas yang memiliki lubang di bagian pinggirnya, tempat pelanggan menyeruput minuman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya