Ini Lho Bedanya Rendang Indonesia dan Malaysia

Rendang paru.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA – Rendang menjadi salah satu makanan yang sangat populer di Indonesia, bahkan di dunia. Bahkan situs CNN pernah menobatkan rendang sebagai makanan paling enak di dunia.

Olahraga Ini Ampuh Bakar Lemak Opor dan Rendang, Bye-bye Perut Buncit!

Jika berbicara rendang, makanan ini tidak hanya ada di Indonesia saja. Ada pula rendang ala Malaysia. Itu karena Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang berasal dari rumpun yang sama, yakni Melayu.

Namun, akar budaya rendang berasal dari Sumatera Barat. Rendang populer di negara lain seperti Malaysia dan Singapura karena dibawa oleh orang Padang yang menetap di sana.

Rahasia Rendang Amboi! 5 Hal Penting Ini Wajib Diperhatikan Saat Pengolahan

Meski mirip, makanan kedua negara ini pun tetap berbeda, terutama dalam hal tekstur, cita rasa, dan sejarah di baliknya. Lalu, apa perbedaan rendang Indonesia dengan rendang Malaysia?

Dilansir dari Journal of Ethnic Food, Rabu, 30 Oktober 2019, Muthia Nurmufida menjelaskan bahwa rendang asal Padang, Indonesia memiliki tekstur kering dan aroma harum yang kuat karena proses memasak yang cukup panjang, sehingga menghasilkan penampilan warna coklat kehitaman.

Masak Rendang Anti Ribet! Chef Rudy Bongkar Trik Masak Rendang 20 Menit

Sedangkan rendang Malaysia, cenderung lebih mirip kalio dengan karakter rasa yang tidak begitu kuat. Kalio biasanya berwarna cokelat terang keemasan dan lebih pucat dibanding rendang kering.

Nama rendang sendiri berasal dari kata merandang atau randang, yang berarti ‘pelan-pelan’, karena membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan proses memasak rendang. Secara filosofis, rendang adalah makanan yang berharga dan terhormat.  

Rendang Minangkabau memiliki hierarki tertinggi di antara yang lain dan biasanya disebut sebagai kepalo samba (kepala hidangan) dalam acara-acara tradisional dan penting. Awalnya, bahan utama rendang Minangkabau adalah daging sapi karena melimpah di Sumatera Barat. Namun, saat ini ada begitu banyak jenis rendang, mulai dari rendang daging hingga ayam, udang, itik, jamur, jengkol dan masih banyak lagi.

Filosofi rendang

Orang Minang percaya bahwa rendang memiliki tiga makna filosofis, yaitu kesabaran, kebijaksanaan dan kegigihan. Memasak rendang sendiri membutuhkan kesabaran, kegigihan dalam mengaduk dan kebijaksanaan dalam mengatur api.  

Kebijaksanaan diperlukan dalam memilih bahan-bahan, seperti daging, cabai dan rempah-rempah lain yang dibutuhkan untuk mencapai rasa yang diinginkan. Banyak aspek, seperti kesabaran dan pengalaman, dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan.  

Bahan untuk persiapan rendang tergantung pada ketersediaan. Awalnya, daging sapi dan daging kerbau digunakan, tetapi sekarang orang bisa melihat jenis rendang yang lebih beragam.

Menurut orang Minangkabau, Andam, rendang adalah kebanggaan dan juga makanan yang terhormat. Rendang harus disiapkan di upacara penobatan datuk, pertunangan, pernikahan, dan acara tradisional penting lainnya.

Sebuah acara yang menghadirkan 1 kilogram rendang daging sapi yang diletakkan di piring khusus di ujung barisan di antara hidangan lainnya (yaitu kepalo samba) menyampaikan beberapa makna.  Salah satu tujuannya adalah untuk menunjukkan atau mencerminkan bahwa tuan rumah atau pemangku kepentingan dapat menyajikan hidangan khusus ini.  

Setelah acara digelar, rendang dikonsumsi oleh tuan rumah.  Potongan-potongan kecil rendang yang ditempatkan dengan hidangan lain dikonsumsi oleh para tamu.  

Untuk diketahui, rendang adalah bagian dari kuliner Padang, yang dibawa etnis Minangkabau ke Negeri Sembilan. Sejarahwan Melayu dari Universitas Andalas, Padang, Muhammad Nur menjelaskan, Migrasi orang Minang pada awal abad ke-16 diyakini sebagai awal keberadaan rendang di sejumlah tanah Melayu.

Menurutnya, Migrasi ini yang diduga kuat membuat rendang menembus batas teritorial Minangkabau pada awal abad ke-16. Kala itu, migrasi besar-besaran orang Minang menuju Malaka terjadi.

Selain mencari daerah baru, migrasi ini bertujuan untuk pengembangan ekonomi. Migrasi ini memanfaatkan jalur sungai Rokan, Riau dan menyeberang ke Malaka.

Nur menjelaskan, Malaka saat itu yang menjadi gerbang utama menuju Semenanjung Malaya (Malaysia saat ini). Rata-rata orang Minang ini mendiami Negeri Sembilan dan Johor Baru untuk mengembangkan budaya, termasuk kuliner.

Hal ini, katanya, diperkuat dari sejumlah catatan Syech Burhanudin, ulama pembawa ajaran tareqat satariyah ke Sumbar, yang menuliskan bahwa rendang pada awalnya menggunakan daging yang tergolong tidak halal.

Sejak Islam masuk, dimulai sejak abad ke-13 dan sempurna pada abad ke-16, rendang mulai mengalami perubahan, terutama dari daging yang digunakan sebagai bahan utama. Daging kerbau, kambing, sapi, menjadi pilihan utama untuk membuat rendang daging.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya