Mengenang Mbah Lindu, Legenda Gudeg Pernah Masuk Dokumenter Netflix

Mbah Lindu, penjual gudeg legendaris di Yogyakarta meninggal dunia.
Sumber :
  • Twitter UP

VIVA – Kabar duka datang dari Kota Yogyakarta. Salah seorang penjual gudeg tertua di Kota Pelajar, Biyem Setyo Utomo atau dikenal dengan nama Mbah Lindu meninggal dunia, Minggu, 12 Juli 2020.

Andika Perkasa Merespons Pertemuan Jokowi dengan AHY

Perempuan berusia 100 tahun ini menghembuskan napas terakhirnya di rumahnya yang ada di Klebengan Blok E-6, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY.

Ditemani anak, cucu dan keluarga, Mbah Lindu menutup mata bersamaan dengan rampungnya lantunan adzan Magrib dari masjid yang berada tak jauh dari rumahnya atau sekitar pukul 17.58 WIB.

AHY Ungkap Isi Pembicaraan saat Gowes dan Sarapan Gudeg Bareng Jokowi di Yogyakarta

Keponakan Mbah Lindu, Mudiati (62) mengatakan Mbah Lindu sudah kurang lebih 80 tahun membuat dan menjual gudeg. Makanan dengan bahan dasar nangka ini sudah dijajakan oleh Mbah Lindu sejak masa penjajahan Jepang atau sekitar tahun 1943.

Sebagai informasi, Mbah Lindu juga sempat masuk dalam serial dokumenter Netflix berjudul Street Food tahun 2019 lalu.

6 Gudeg Enak dan Legendaris di Jogja

Mudiati menceritakan, sebelum menetap dan berjualan di Jalan Sosrowijayan, Kota Yogyakarta, Mbah Lindu lebih dulu menjajakan gudeg dengan cara berkeliling jalan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain.

Berbekal obor, kata Mudiati, di masa mudanya Mbah Lindu sejak sebelum subuh sudah mulai berjualan. Dari rumahnya di daerah Klebengan, Mbah Lindu berjalan kaki ke daerah Condong Catur, Sagan, Terban, Tugu Yogyakarta dan Malioboro.

"Sudah jualan gudeg lebih dari 80 tahun. Dari zaman penjajahan Jepang, Mbah Lindu sudah jualan gudeg. Dulu pembelinya sudah londo-londo (orang Belanda)," kata Mudiati di rumah duka, Minggu, 12 Juli 2020.

"Dulu jualannya masih pakai oncor atau obor. Dagangan gudegnya masih digendong di belakang terus jalan keliling. Belum seperti sekarang yang ada warungnya. Jalan kaki dari kampung ke kampung. Kalau ada yang beli, ya berhenti," imbuh Mudiati.

Dari berjualan keliling inilah akhirnya Mbah Lindu memutuskan untuk membuka warung. Mbah Lindu memutuskan membuka warung di Jalan Sosrowijayan yang berada di kawasan Malioboro. Disinilah setiap pagi, Mbah Lindu melayani pembeli gudeg racikannya.

Mudiati mengungkapkan Mbah Lindu mempelajari cara membuat gudeg secara turun menurun dari neneknya. Kemudian Mbah Lindu sempat belajar dan membantu budhenya berjualan gudeg. Setelah mahir meracik dan memasak gudeg, Mbah Lindu pun kemudian membuat gudeg sendiri dan menjualnya.

"Bikin gudeg belajarnya secara turun menurun dari Mbah Buyut. Dari budenya Mbah Lindu juga belajar membuat gudeg. Bude belajar dari simbah-simbah buyut. Dulu Mbah Lindu bantu-bantu bikin gudeg. Setelah bisa, kemudian buka sendiri. Daerah Klebengan ini memang cikal bakal para penjual gudeg," tutur Mudiati.

Mudiati menceritakan sosok Mbah Lindu sebagai orang yang tak pelit ilmu. Termasuk dalam ilmu membuat gudeg. Kepada siapa saja, Mbah Lindu mau mengajari dan berbagi resep racikannya membuat gudeg.

"Mbah Lindu itu enggak pelit. Kalau ditanya cara buat gudeg sama orang pasti dikasih tahu. Mau nonton cara buat gudeg juga diajak Mbah Lindu ke dapur. Enggak ada namanya resep rahasia atau bumbu rahasia. Enggak ada yang ditutup-tutupi sama Mbah Lindu," ucap Mudiati.

Mudiati mengenang Mbah Lindu sebagai sosok yang memang ahli membuat gudeg. Tak perlu alat ukur atau timbangan, Mbah Lindu selalu bisa menakar bumbu dengan tepat. Feeling menjadi andalan Mbah Lindu saat menakar bumbu dan meracik gudeg.

Sementara itu, anak terakhir Mbah Lindu, Ratiyah (54) menceritakan sebelum jatuh pada 6 Juni 2020 yang lalu, Mbah Lindu selalu berada di dapur untuk membuat racikan gudeg. Kadang Mbah Lindu hanya mengupas telur namun acap kali juga turut membantu meracik bumbu.

"Ya masih bantu-bantu mengupas telur, membuat bumbu sama mengupas lombok (cabai). Ya sejak jatuh pada 6 Juni 2020 sudah enggak membantu lagi. Sempat jatuh di dapur terus dirawat di RS Panti Rapih selama dua hari. Setelahnya dirawat di rumah,"ungkap Ratiyah.

Ratiyah menerangkan bahwa gudeg yang dijual di Jalan Sosrowijayan dimasak di dapur yang ada di rumah Klebengan. Setelah matang, barulah gudeg dibawa ke Jalan Sosrowijayan untuk dijual.

Ratiyah mengingat jika terakhir kali Mbah Lindu aktif berjualan gudeg di Jalan Sosrowijayan sekitar tahun 2018. Setelahnya hanya sesekali saja Mbah Lindu ikut berjualan dan tak sesering dulu.

"Kadang kalau kangen jualan minta diantar ke Sosrowijayan. Ikut bantu-bantu jualan. Ya kalau Mbah Lindu enggak jualan, banyak pembeli yang tanya. Kadang malah ada yang sampai ke rumah untuk ketemu Mbah Lindu. Terus ya makan di dapur," kenang Ratiyah.

"Kalau membantu bikin gudeg ya masih terus. Mbah Lindu enggak pernah mau berhenti beraktivitas. Mbah Lindu fisiknya masih bagus. Pendengaran dan ingatannya juga masih bagus. Kalau penglihatan memang sudah berkurang," sambung Ratiyah.

Ratiyah yang menjadi penerus warung gudeg Mbah Lindu di Jalan Sosrowijayan ini mengungkapkan banyak anggota keluarga Mbah Lindu yang juga berjualan gudeg. Selain anak, cucu dan keponakan Mbah Lindu pun saat ini tersebar dan membuka warung gudeg.

Ratiyah menambahkan menurut rencana, jenazah Mbah Lindu akan dimakamkan pada hari ini, Senin, 13 Juli 2020 di TPU Klebengan yang berada tak jauh dari rumah duka.

Semasa hidup, Mbah Lindu memiliki tiga orang anak yaitu Walidjo, Lahono dan Ratiyah. Dari tiga anaknya ini Mbah Lindu dikaruniai tujuh orang cucu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya