Semerbak Harum Kopi dari Pesisir Kebumen

Kopi Kebumen
Sumber :
  • VIVA.co.id/Maya Sofia

VIVA.co.id -  Pohon kopi dikenal sebagai tumbuhan di dataran tinggi atau beriklim sejuk. Namun, faktanya tanaman kopi juga bisa ditemui di dataran rendah, bahkan pesisir.

Alasan Chandrika Chika dan Teman-teman Pakai Narkoba Cuma Buat Senang-senang

Tengok saja tanaman kopi milik Yuri Dulloh di Desa Pucangan, Ambal, Kebumen. Tanaman kopi jenis arabica, excelsa, robusta, java, dan liberica tumbuh subur di pekarangan rumah Yuri. 

“Lima jenis kopi ini memiliki karakter dan rasa yang berbeda,” ujar Yuri saat ditemui di rumahnya di Kebumen, Minggu, 20 September 2015.
Angin Segar untuk Startup Pemula

Sudah lima tahun lamanya, pria asli Desa Pucangan tersebut, mengembangkan kopi. Awalnya, ia menanam 20 pohon kopi jenis robusta. Tak disangka, pohon tersebut bisa tumbuh subur dan bahkan berbuah.
Akting Jadi Mafia yang Misterius, Maxime Bouttier: Aku Aslinya Cerewet

Yuri menanam tanaman kopi tersebut di bawah tegakan pohon kayu. Namun karena ada kebutuhan, pohon kayu akhirnya ditebang. Alhasil, tanaman kopi milik Yuri turut mati.

Kegagalan ini tak menyurutkan asa Yuri. Ia kembali menanam pohon kopi. Kali ini, pria bertubuh kurus tersebut menanam tumbuhan kopi dari berbagai varietas. Selama bertahun-tahun mengembangkan kopi, Yuri pun sudah akrab dengan cita rasa unik dari lima varietas kopi yang ditanamnya. “Arabica agak asam,” ucapnya.

Rasa kopi yang ditanam di kawasan pesisir juga memiliki cita rasa yang unik dibandingkan kopi dari dataran tinggi. Kopi di dataran tinggi atau gunung, kata dia, cenderung memiliki wangi dan rasa seperti cokelat.

Selain kondisi tanah dan tumbuhan di sekitarnya, pemilihan pupuk juga turut memengaruhi cita rasa kopi. Khusus di Desa Pucangan, para petani kopi menggunakan pupuk organik dari kotoran sapi atau kambing. Sehingga cita rasa kopi lebih manis. “Di sini (pesisir) pekat. Harum banget,” ujar Yuri.

Agar tanaman kopinya berbuah lebih banyak, Yuri pun menggunakan metode yang jamak digunakan, yakni stek.  Dengan metode itu, satu pohon kopi berumur lima tahun, bisa menghasilkan biji kopi seberat 25 kilogram.

“Ini jenis kopi robusta saya sambung dengan arabica, langsung berbuah,” kata dia.

Kegigihan Yuri mengembangkan kopi di daerahnya tak semudah membalikkan tangan. Ia sempat dipandang sebelah mata. Kata Yuri, masih ada orang yang beranggapan bahwa kopi instan lebih mudah didapat dan harganya lebih murah.

“Dengan Rp2.000 sudah bisa dapat tiga sachet sama susu. Orang bilang itu sudah sedap. Tapi saya ingin mengangkat kopi Kebumen,” ujarnya.

Kopi hasil dari pekarangan rumah Yuri kini sudah masuk ke kafe-kafe di Surabaya dan Malang. Bahkan, menjadi favorit sejumlah trader di Jakarta. Umumnya, para trader ini lebih menyukai kopi-kopi tradisional dengan wangi sangit.

Sayangnya, kopi dengan merek Yuam Roasted Coffee tersebut masih belum bisa menembus pasar  ekspor.  Namun, Yuri mengungkapkan bahwa sudah ada permintaan dari Denmark.

“Kita masih dalam proses karena harus menggunakan mesin standar internasional,” kata dia. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya