Ketika Jamur Tiram Mengganti Penyedap Masakan Kimia

Ilustrasi jamur tiram
Sumber :
  • VIVA / Dody
VIVA.co.id
Terungkap, Menu Makanan Para Juara Olimpiade
- Produsen makanan industri, kebanyakan menggunakan MSG (Monosodium Glutamat) sebagai penguat cita rasa. Hal itu dilakukan, karena zat ini mampu menyeimbangkan, menyatukan, dan menyempurnakan cita rasa makanan.

Alasan Harus Makan Pisang Lebih Banyak

“Namun di balik itu, MSG mengandung zat kimia yang membahayakan kesehatan,” ujar Agatha Virdhi S, Juara 1, Kategori Jasa Boga Lomba Wirausaha Muda Pemula Berprestasi Tingkat Nasional 2015, yang diadakan Asisten Deputi Kewirausahaan Pemuda Deputi Bidang Pengembangan Pemuda, Kemenpora.
Makanan Sehat Ini Ternyata Tidak Aman Bagi Tubuh


Menurutnya, pola makan masyarakat, belakangan semakin bertumpu pada makanan modern, yang mengandung pengawet dan penyedap berbahan zat kimia. Inilah salah satu hal yang menjadi keprihatinannya.


Agatha kemudian membangun usaha, yang bergerak di bidang bioteknologi pangan, membuat penyedap masakan berbahan baku Jamur tanpa MSG. Usaha ini didirikan 2014 dan telah memerkerjakan puluhan karyawan, di Jember, Jawa Timur.


Dalam kurun waktu setahun, dengan nilai investasi awal Rp35 juta, pengusaha itu telah memiliki aset berjalan, tak kurang dari Rp113 juta, dengan omset per bulan, rata-rata Rp19 – 25 juta. Jatuh bangun telah dirasakan Agatha dalam merintis usaha. “Bahkan saya hampir bangkrut karena minimnya pengetahuan dalam hal pemasaran produk,” ungkapnya.


Menolong petani


Awalnya Agatha melihat peluang berbisnis di bidang jamur. Produk yang dikemas, merupakan inovasi terbaru dari industri paska panen jamur tiram. “Selama ini jamur tiram hanya digunakan menjadi makanan siap saji. Melihat tren dunia di pengembangan makanan sehat, saya memutuskan membuat produk penyedap masakan, dengan bahan baku jamur, non MSG,” ujarnya.


Untuk memenuhi kebutuhan produksi, Agatha bekerjasama dengan petani budidaya jamur. Para petani, menjual hasil budi daya jamur tiram kepada Agatha dengan harga kompetitif.


“Secara tidak langsung, selain menjaga kapasitas produk, saya membantu petani. Karena permainan tengkulak, harga jamur sering fluktuatif dan sering merugikan mereka,” terangnya.


Kehadirannya di Jakarta, belum lama ini, dalam rangka menerima hadiah dari Kemenpora, diakui menjadi spirit baru dalam mengembangkan usaha. Ia berharap, pemerintah pusat maupun daerah, lebih memerhatikan wirausaha muda seperti dirinya, yang sering menghadapi tantangan, salah satunya dalam hal permodalan.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya