Pernah Putus Sekolah, Hidenori Izaki Sukses jadi Barista

Hidenori Izaki
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Rintan Puspitasari

VIVA.co.id – Saat ditanya tentang cita-cita, kebanyakan anak pasti menjawab ingin menjadi insinyur, dokter, pengacara, polisi, hingga web desainer.

11 Rekomendasi Coffee Shop untuk Kerja di Jakarta Selatan

Dengan semakin berkembangnya zaman, anak-anak tidak lagi berpikir bahwa profesi hanya ada itu saja, masih ada pekerja seni, wartawan, pemadam kebakaran, hingga barista.

Dari beberapa pekerjaan tersebut, profesi sebagai barista mungkin terdengar seperti tidak menjanjikan masa depan. Namun kini, dengan semakin menjamurnya kedai kopi, dan gaya hidup masyarakat perkotaan yang memilih menghabiskan waktu di kedai kopi modern, pekerjaan ini mulai dilirik.

Mejeng di Pameran Kopi Terbesar di Amerika, Produk Lampung dan Bajawa Bidik Pasar Gobal

Bukan perkara mudah untuk bisa menjadi seorang barista. Mereka tidak hanya menyiapkan kopi, mulai dari meracik beberapa campuran kopi seperti latte dan cappuccino, hingga membuat espresso, minuman yang dikenal sedikit rumit dalam pembuatannya. Dan yang sedang tren saat ini adalah seni menghias minuman atau biasa disebut latte art.

Sebagai orang Asia pertama yang memenangkan World Barista Championship tahun 2014, nama Hidenori Izaki tentu tidak asing lagi di antara para barista yang menceritakan perjuangannya untuk bisa sampai di titik seperti saat ini.

Kopi Unggulan Indonesia Juara Dunia di  Specialty Coffee Expo 2024 Amerika Serikat

"Saya mulai belajar tentang kopi sejak usia 16 tahun," kata Hidenori Izaki, saat menghadiri Coffe O'Clock di Lippo Mal Karawaci, 20 April 2016.

"Saya sempat drop out saat SMU, dan tidak ada yang bisa saya lakukan setelah SMU, saya tidak suka sekolah, dan dengan semua mata pelajaran itu."

Dan karena untuk mencari pekerjaan di Jepang biasanya dilihat dari lulusan sekolah mana, akhirnya dia sulit mendapat pekerjaan.

Memiliki ayah yang sudah 20 tahun berkecimpung di industri kopi, dan memiliki kedai kopi, akhirnya Izaki mengikuti jejak sang ayah.

"Ayah saya sudah 20 tahun di industri kopi, dan dia tidak pernah memaksa saya untuk melakukan ini itu, seperti harus lulus sekolah atau harus mendapat nilai bagus."

"Hanya satu hal yang ditanyakan oleh sang ayah kala itu, sekali dalam seumur hidupnya. 'Apa yang mau kamu raih dalam hidup? Kalau ingin belajar kopi, harus sungguh-sungguh.' Dan ayah saya memberi kesempatan untuk bekerja di kedainya."

Baginya, kopi seperti bahasa yang universal. Padahal 11 tahun lalu, saat memulai untuk belajar tentang kopi dan ingin menjadi barista, banyak orang yang tidak tahu apa itu barista.

"Orang bertanya apa itu barista, bahkan ada yang menyebut dengan nama batista. Sekarang industri kopi, bahkan profesi barista mulai dilirik, bahkan menjadi tren, karena sekarang semua orang suka ke Coffee Shop."

Berkat kopi juga, Izaki yang sempat putus sekolah akhirnya memilih untuk melanjutkan sekolah, karena bagi dia industri kopi adalah industri global, sehingga penting untuk bisa berbahasa Inggris.

"Karena putus sekolah, bahkan untuk mengeja dalam bahasa Inggris saya tidak bisa melakukannya dengan baik, jadi saya mencoba belajar. Kopi itu seperti industri global, akhirnya saya kembali ke sekolah dan belajar lagi, kopi seperti sudah membuat saya menemukan jalan hidup," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya