Bledak, Kuliner Lawas Yogyakarta yang Dicari Banyak Turis

Bledak
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Daru Waskita

VIVA.co.id – Bledak mungkin masih asing di telinga masyarakat awam. Makanan yang dikenal dengan nasi jagung itu merupakan hidangan tradisional yang kini nyaris punah dan sudah jauh dari ingatan masyarakat.

Onde-onde Menu Populer Buka Puasa di Minangkabau

Namun, jika berkunjung ke Yogyakarta dan mendatangi obyek wisata Grojokan Lepo, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, maka akan bertemu bledak, yang kini hanya ada satu-satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tak hanya nikmat, kuliner bledak juga diyakini bisa menurunkan risiko diabetes. Dimasak secara tradisional tanpa bahan pengawet atau pun kimia lainnya membuat bledak aman dan sehat untuk dinikmati.

Nikmatnya Cita Rasa Indonesia di Missouri City

"Kuliner bledak ini menggunakan 100 persen tepung jagung dan tidak ada campuran lainnya," kata Eni Minarsih, salah seorang pemilik warung di Grojogan Lepo.

Dengan daerah yang berbukit-bukit masyarakat Dlingo banyak menanam jagung sehingga bahan bakunyapun mudah dan bledak menjadi konsumsi selingan makanan pokok yaitu nasi.

5 Makanan Nasional yang Mendunia Versi Kemenpar

Cara pembuatan bledak

Eni menjelaskan untuk membuat bledak ini, tepung jagung yang digunakan sebagai bahan paling tidak harus memiliki kelembutan yang berbeda. Biasanya warga memasak nasi jagung menggunakan tepung jagung halus yang dicampur dengan tepung jangung yang lebih kasar. Setidaknya ada tiga jenis tepung jagung dengan tingkat kelembutan yang berbeda.

Hal ini menurut Eni untuk menghasilkan tekstur nasi jagung yang tidak terlalu lembek. Sedangkan untuk komposisi tepungnya sendiri juga harus sama banyak, agar bledak yang dihasilkan juga tidak terlalu keras sehingga akan nikmat dimakan.

Cara memasak nasi jagung ini sendiri cukup dengan diliwet, layaknya memasak nasi biasanya. Untuk mendapatkan hasil dan rasa yang maksimal, warga disini biasanya memasak bledak masih menggunakan kayu bakar.

“Meskipun ada kompor, tapi kalau mau enak tetap ngliwetnya pakai kayu, nggak tahu kenapa bisa gitu,” ujar perempuan 40 tahun ini.

Eni melanjutkan, dalam penyajiannya bledak di kawasan wisata ini disajikan bersama sayur lombok, tahu tempe bacem,  dan ikan wader goreng. Tidak lupa, untuk menyantap makanan khas pedesaan ini akan terasa sangat nikmat ditambah lagi dengan sambal mentah dan kuluban atau sayuran rebus seperti daun singkong, daun papaya, bayam, atau kenikir.

"Sayuran segar yang berpadu dengan cita rasa khas jagung memberikan sensasi unik bagi penikmatnya," ujarnya.

Salah seorang pengunjung, Dewi mengaku ketagihan setelah merasakan makanan berwarna kuning jagung ini. Ini adalah kali ketiga dia datang dan menikmati bledak disini.

Menurutnya, makanan dengan rasa ndeso seperti ini sudah jarang lagi ditemui. Makanan di perkotaan saat ini sudah banyak mengalami variasi rasa, sehingga warga Magelang ini sering bosan dengan rasa makanan di perkotaan.

“Jangan lombok dan sambal bawang wajib harus ada saat makan bledak, apalagi pas masih hangat, mantab banget,” katanya.

Dewi mengaku tidak sungkan mengajak beberapa anggota keluarganya untuk datang dan menikmati nasi jagung. Terlebih lagi menurut Dewi, harga yang sangat terjangkau membuatnya tidak ragu untuk kembali datang. Satu porsi bledak lengkap dengan sayuran, lauk, dan minum hanya dibanderol seharga Rp 25.000 per porsinya.

Sementara itu, Sadiyem, seorang warga sekitar menjelaskan bahwa bledak ini memang sudah dikonsumsi oleh warga sejak nenek moyang mereka. Bahkan menurutnya, bledak pernah menjadi makanan pokok di daerah ini. Kontur wilayah yang merupakan perbukitan dan minim sumber air membuat warga tidak dapat menanam padi. Jagung menjadi salah satu tanaman yang mudah ditanam selain singkong. Tidak heran jika nasi jagung menjadi makanan yang saat itu lebih mudah ditemui dari pada nasi.

Dia bersyukur masih bisa manemui makanan ini di usianya yang menginjak 60 tahun tersebut. Rasa nasi jagung yang konsisten sejak dulu sering kali mengobati rindunya terhadap makanan-makanan lawas.

Nenek cucu tiga ini menjelaskan bahwa dahulu untuk mendapatkan tepung jagung, warga biasanya menumbuk menggunakan lesung, namun kini warga sudah memanfaatkan mesin giling sehingga tepung yang dihasilkan bisa lebih baik.

“Saya kecil dulu bledak dibungkus pakai daun jati, jadi bisa bertahan lebih lama, kalau tidak begitu paling sehari semalam sudah basi,” tuturnya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya