Meliburkan Sekolah demi Asian Games 2018, Bijakkah Pemerintah?

Ilustrasi Hari Pertama Sekolah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Menyusul kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan meliburkan 34 sekolah yang lokasinya berdekatan dengan venue Asian Games 2018, psikolog pendidikan, Penny Handayani, M.Psi, menilai pemerintah harus lebih bijaksana sebelum mengambil keputusan.

Kisah Inspiratif Jonatan Christie, Atlet Bulutangkis yang Bangun Masjid dari Dana Bonus Asian Games

Menurut Penny, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum pemerintah ketok palu untuk meliburkan sekolah dengan dalih demi kelancaran Asian Games 2018. Terutama terkait dengan waktu dan tuntutan pembelajaran tatap muka yang hilang selama sekolah diliburkan.

"Dengan waktu belajar yang hilang dalam waktu kurang-lebih seminggu, berarti akan ada kesinambungan pembelajaran yang terputus. Ketika anak kembali lagi ke rangkaian KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) sebelum libur, artinya akan ada sesuatu hilang dan perlu diganti atau dikejar agar tuntutan ketuntasan kurikullum tercapai," ungkap Penny ketika dihubungi VIVA, Jumat, 27 Juli 2018.

5 Rekomendasi Wisata di Jakarta Untuk Libur Sekolah dari Rumah Hantu hingga Aquarium

Meskipun, ada sejumlah wacana dengan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah selama libur berlangsung, namun menurut Penny hal tersebut tidak akan bisa menggantikan dinamika KBM pertemuan tatap muka di sekolah.

"Para penggerak pendidikan alternatif sudah banyak berdiskusi. Hal apa yang bisa mengganti rangkaian kesinambungan KBM yang hilang tersebut. Maka desain pembelajaran yang menggantikan harus bisa setara dengan yang dinamika KBM yang hilang," kata dia.

Kritik untuk Pelaksanaan Munas Pengurus Besar Taekwondo Indonesia

Ia mempertegas, bahwa tugas yang nantinya diberikan harus bisa berkorelasi dengan desain KBM yang sudah ditentukan pada awal pembuatan desain besar kurikulum. Terlebih bagi mereka yang berada tingkat akhir sekolah yang akan menghadapi Ujian Nasional.

"Kalau saya memakai sudut pandang guru, berarti saya harus mengejar ketertinggalan yang muncul. Terutama ketika guru tersebut mengajar kelas persiapan UN, di mana kegiatan latihan dan pembahasan soal di kelas menjadi hal yang penting. Jika saya adalah guru TK, maka mengembalikan mood, motivasi dan dinamika kelas para pelajar dini adalah hal yang menjadi tantangan," ungkap Penny.

Penny lantas menyimpulkan bahwa pembuat kebijakan harus lebih bijak dalam menggunakan beragam sudut pandang ketika mengambil keputusan.

"Jadi kalau saya bilang kebijakan ini perlu dikaji banyak pihak. Tapi bagi saya, jika bicara kepentingan kurikulum, maka kesinambungan pendidikan adalah yang harus dipertimbangkan," kata dia menegaskan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya