Tak Cuma Ekonomi, Ini Faktor Penting Tingginya Angka Perkawinan Anak

Ilustrasi anak yang mengalami bullying.
Sumber :
  • Pisabay/ anemone123

VIVA – Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi. Selain memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), perkawinan anak juga memengaruhi Indeks Kedalaman Kemiskinan.

Perhatikan! Ini 6 Dampak Negatif Pernikahan Dini yang Harus Diwaspadai

Dikatakan Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lenny Rosalin, siapapun calon pengantinnya, baik salah satu, maupun kedua mempelai yang masih berusia anak, merupakan bentuk pelanggaran hak anak.

Perkawinan anak, selain mengancam kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga memiliki korelasi yang positif dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan.

Pernikahan Dini di Jombang Capai 1.225 Kasus, Rata-rata karena Hamil Duluan

"Dari segi pendidikan, pasti banyak anak yang putus sekolah karena sebagian besar anak yang menikah di bawah usia 18 tahun tidak melanjutkan sekolahnya," kata Lenny dikutip dari siaran pers yang diterima VIVA, Senin 19 November 2018.

Perkawinan anak juga berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Jika usia anak telah mengalami kehamilan, maka mempunyai risiko kesehatan yang lebih besar terhadap angka kematian ibu dan anak dibandingkan orang dewasa karena kondisi rahimnya rentan. Sementara itu, dampak ekonominya adalah munculnya pekerja anak.

Geger, Anak Kembar Umur 5 Tahun Dinikahkan Orang Tua

"Anak tersebut harus bekerja untuk menafkahi keluarganya, maka ia harus bekerja dengan ijazah, keterampilan, dan kemampuan yang rendah, sehingga mereka akan mendapatkan upah yang rendah juga,” tutur Lenny.
 
Peneliti sekaligus dosen Universitas Paramadina, Suraya, mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak, antara lain ekonomi keluarga, utang keluarga yang dibebankan pada anak perempuan yang dianggap sebagai aset, pendidikan rendah, pendapatan rendah, interpretasi agama dan keluarga, serta stereotip pada anak perempuan.

"Fenomena lainnya yang menyebabkan tingginya angka perkawinan anak adalah tingginya tingkat kehamilan di kalangan perempuan muda," ujar Suraya.

Dalam upaya menekan angka perkawinan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama The United Nations Population Fund (UNFPA) mengadakan workshop “Rumusan Strategi Model Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah” yang menghadirkan praktik-praktik terbaik dari beberapa daerah terkait upaya perkawinan anak. Upaya itu agar nantinya daerah-daerah lain di Indonesia dapat mengadopsi upaya pencegahan perkawinan anak.

"Kementerian PPPA bersama UNFPA akan mengembangkan langkah lebih lanjut dengan membuat rumusan strategi model pencegahan perkawinan anak menggunakan berbagai pendekatan dan praktik terbaik yang telah dilakukan kelima daerah tersebut. Kami berharap rumusan strategi model tersebut sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan pendekatan setiap daerah di Indonesia untuk dapat diadopsi,” tutur Lenny.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya