Hari Pendidikan Nasional, Sekolah Belum Jadi Tempat Aman untuk Anak

Ilustrasi anak yang mengalami bullying.
Sumber :
  • Pisabay/ anemone123

VIVA – Kemajuan di dunia pendidikan mulai berkembang, namun sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan pengamanan yang tepat. Hingga saat ini bisa dibilang sekolah masih belum menjadi tempat yang aman bagi anak-anak. 

Marak Kejadian Perundungan, Kemenkes Lakukan Skrining Kesehatan Jiwa Pada Calon Dokter Spesialis

Tak bisa dumungkiri, sampai hari ini sekolah masih menjadi tempat yang subur perundungan, yaitu berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual. Sepanjang 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia sedikitnya mencatat ada 38 kasus kekerasan yang terjadi di ranah pendidikan. 

Kasus kekerasan fisik dan bullying menempati peringkat pertama dengan jumlah 12 kasus. Sementara kasus kekerasan fisik menyusul dengan 8 kasus, serta diikuti dengan kasus kekerasan seksual dan anak pelaku bullying terhadap guru. 

Skandal Baru! Aktris Money Heist Korea Jeon Jong Seo Dituding Terlibat Bullying

"Anak sebagai pelaku bullying terhadap guru kemudian divideokan dan viral juga meningkat drastis di tahun 2019, dengan cakupan wilayah juga menyebar yaitu di Gresik, Yogjakarta dan Jakarta Utara. Sementara pada tahun 2018 kasus seperti ini hanya satu, yaitu di Kendal," ungkap Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya. 

Selain data-data pengaduan tersebut, KPAI juga mencatat sepanjang 2019 beberapa kasus anak korban pencabulan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah yang terjadi di lingkungan sekolah. Salah satu yang menjadi sorotan ialah kasus 20 siswi SDN di Malang, yang menjadi korban pelecehan seksual oknum guru honorer. 

Buntut Dugaan Kasus Bullying, Agensi Jeon Jong Seo Ambil Tindakan Hukum

"Kemudian ada juga 14 siswi SD di kecamatan Liliiaja kabupaten Soppeng (Sulawesi Selatan) yang menjadi korban pencabulan oknum kepala sekolah, sejumlah siswi SD di Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan menjadi korban pencabulan oknum guru olahraga; dan 1 siswi SMK di Luwu Timur, Sulawesi Selatan," kata Retno. 

Oleh karena itu Retno terus mendorong Kemdikbud dan Kemenag RI untuk memperkuat segala daya upaya dalam percepatan terwujudnya Program Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah SRA di Indonesia sekitar 13.000 an dari 400 ribu sekolah dan madrasah di Indonesia.

Retno menyebut bahwa pihaknya ingin agar pendidikan yang ada di Indonesia sesuai dengan pemikiran awal Ki Hajar Dewantara yang merupakan suatu pembudayaan. 

"Artinya, Pendidikan sejatinya menguatkan kebudayaan dan nilai-nilai luhur bangsa kepada generasi muda/peserta didik. Ki Hadjar Dewantara membedakan antara sistem ‘Pengajaran’ dan ‘Pendidikan’,” kata dia. 

Lebih jauh ia mengatakan bahwa pendidikan dan pengajaran idealnya memerdekakan manusia secara lahiriah dan batiniah selalu relevan untuk segala zaman. (ldp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya