Survei: Dua dari Tiga Anak Indonesia Pernah Alami Kekerasan

Ilustrasi kekerasan pada anak.
Sumber :

VIVA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) meluncurkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2018. Survei ini mengungkap fakta kekerasan terhadap anak dan remaja di seluruh Indonesia.

Areum T-ara Bongkar Aib Mantan Suami, Sering Meludah dan Kencingi Wajah Anaknya

Survei yang melibatkan lebih dari 13 ribu responden berusia 13-28 tahun ini menemukan fakta kekerasan pada anak yang berupa kekerasan emosional, fisik, dan seksual. Data survei menunjukkan bahwa tiga dari lima anak perempuan mengalami kekerasan emosional, sementara pada anak laki-laki ada satu dari dua anak. Dan, tiga dari empat anak korban kekerasan emosional melaporkan bahwa pelakunya adalah teman atau sebayanya.

Sementara kekerasan fisik dialami satu dari lima anak perempuan dan satu dari tiga anak laki-laki. Pelakunya pun banyak yang dilaporkan adalah teman atau rekan sebayanya. Sedangkan kekerasan seksual dialami satu dari 11 anak perempuan dan satu dari 17 anak perempuan.

KPAI Beri Rekomendasi untuk Cegah Pelanggaran Anak, Simak Yuk!

Pelaku kekerasan seksual, kontak maupun nonkontak, banyak dilakukan oleh teman sebaya, yaitu sebanyak 47-73 persen. Selain itu, 12-29 persen mengaku pasangan atau pacar adalah pelaku kekerasan seksual.

Dari hasil survei tersebut dapat disimpulkan bahwa dua dari tiga anak atau remaja laki-laki atau perempuan pernah mengalami bentuk kekerasan sepanjang hidupnya. Kekerasan pada anak dan remaja ini pun tidak berdiri, namun tumpang tindih di antara jenis kekerasan lainnya.

Kasus Kekerasan di Satuan Pendidikan Meningkat, KPAI Ungkap Penyebab Utamanya

Dengan adanya hasil survei ini, Menteri KPPA Yohana Yembise mendorong agar seluruh pihak, baik pemerintah maupun lembaga lainnya bisa menjadikannya referensi dalam membuat kebijakan ke depan.

"Kekerasan yang saya lihat dalam lima tahun menjabat sebagai menteri, semakin naik angka kekerasan itu dibandingkan dulu angkanya masih rendah," ujar Yohana saat konferensi pers Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2018 di Gedung KPPPA, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019.

Meningkatnya angka kekerasan tersebut, menurut Yohana, karena semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk melapor. Ia berharap, semakin tinggi kesadaran masyarakat melapor, maka suatu saat angka kekerasan pun bisa turun.

Dengan demikian, target 2030 bebas kekerasan pada anak dan perempuan bisa tercapai. Bagaimana pun kekerasan terhadap anak harus dihapuskan karena menurut Yohana, kekerasan pada anak termasuk ke dalam kejahatan luar biasa. Karena itu, dibutuhkan peran semua pihak, termasuk masyarakat dalam menurunkan angkanya.

"Khususnya keluarga karena di dalam keluarga masih tinggi angka kekerasan dalam rumah tangga. Apa yang dilakukan orangtua terhadap anak atau suami kepada istri pasti akan ditiru oleh anak dan dibawa ke sekolah atau lingkungan di mana anak bermain," tutur Yohana.(nsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya