KDRT Berpotensi Ditiru Anak-anak Ketika Sudah Berkeluarga

Ilustrasi anak alami kekerasan rumah tangga.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Data yang diungkap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2018 mencatat bahwa jumlah pengaduan kasus anak yang dilaporkan sebanyak 4.885 kasus.

Geger Seorang Remaja Alami Hal mengerikan Ini Gegara Ikut Challenge di Sosmed

Pada urutan pertama adalah kasus anak berhadapan dengan hukum, yakni 1.434 kasus, disusul kasus yang terkait dengan keluarga dan pengasuhan anak sebanyak 857 kasus.

Selanjutnya, kasus pendidikan berjumlah 451 dan kesehatan serta penyalahgunaan narkoba sebanyak 364 kasus.

UNICEF Desak Aksi Global untuk Melindungi Anak-Anak dari Senjata Peledak Mematikan

Dari 4.885 kasus yang dilaporkan, KPAI mencatat terjadi peningkatan dibandingkan pengaduan kasus anak pada 2015 tercatat 4.309. Kemudian pada 2016 menjadi 4.622 kasus, serta pada 2017 sebanyak 4.579 kasus.

Menurut Catatan Tahunan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan sepanjang 2018 menyebutkan jumlah kekerasan terhadap perempuan paling tinggi adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mencapai 71 persen atau 9.637 kasus, di mana yang paling menonjol adalah kekerasan fisik yang mencapai 41 persen atau 3.927 kasus.

Viral Imam Masjid di Turki Ajak Main Anak-anak di Masjid, Warganet: di Indo Mah Boro-boro

Komisioner KPAI, Putu Elvina, menegaskan bahwa KDRT masih menjadi fenomena yang cukup memprihatinkan dan perlu dilakukan upaya untuk menanganinya.

Menurut dia korban-korban kekerasan dalam rumah tangga akan menanggung risiko fisik dan psikologis yang menimbulkan ketidaknyamanan dan bisa menjadi kendala yang cukup serius dalam menjalani kelangsungan hidup mereka.

"Keluarga yang didalamnya terjadi kekerasan, besar kemungkinan anak-anaknya berpotensi meniru hal yang sama ke depannya ketika mereka memiliki keluarga sendiri," kata dia, lewat keterangannya, Minggu, 14 Juli 2019.

Untuk itu, upaya preventif sangat penting dilakukan untuk menghapus segala bentuk kekerasan, khususnya di dalam keluarga. Larangan melakukan kekerasan perlu menjadi catatan penting bagi generasi muda atau milenial sebelum berumah tangga.

Sebab, mereka dinilai berpotensi membantu menurunkan angka kekerasan dan perceraian jika memahami potensi KDRT sejak dini. Hal ini juga diperkuat dengan pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah.

Dalam UU tersebut mengatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasa seksual, atau penelataran rumah tangga.

Sementara itu, Direktur PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk, Zacharia Susantadiredja, mengungkapkan jika pelecehan dan kekerasan telah menurunkan harga diri, kepercayaan dan kepribadian serta menjadi pengalaman traumatis bagi perempuan dan anak di Indonesia.

“Ada banyak faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga terjadi. Misalnya, kesiapan calon pengantin, lingkungan keluarga, sosial, dan budaya. KDRT juga terkadang merupakan sebuah siklus. Karena itu adalah penting dilakukan tindakan preventif," jelas Zacharia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya