-
VIVA – Speech Delay atau keterlambatan bicara merupakan istilah umum yang merujuk pada proses keterlambatan bicara dan berbahasa yang tidak sesuai dengan usia perkembangan anak.
Umumnya para orang tua menganggap speech delay sebagai kondisi normal atau hal yang biasa dialami dalam proses tumbuh kembang anak. Padahal terlambat bicara jika dibiarkan dan tidak ditangani dengan rujukan ahli bisa menjadi satu gangguan serius pada anak.
Hal ini seperti dijelaskan oleh Psikiater anak dr.Anggia Hapsari, SpKJ (K) dari dini.id dalam peluncuran website www.dini.id, Sabtu (31/8). Bertempat di Apple Bee Playground Taman Anggrek, Jakarta, dr. Anggia mengatakan kurangnya pemahaman dan perhatian serius dari orang tua mengenai kondisi speech delay pada anak dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak di tahap-tahap selanjutnya.
“Mereka (orang tua) beranggapan bahwa, oh nanti anak muncul bicaranya belakangan, nanti dia geraknya dulu, loncatnya dulu. Ini mah hal biasa kok. Tapi ternyata sebagai dokter, tolak ukur perkembangan bicara dan berbahasa itu adalah sebagai tolak ukur perkembangan kognitif anak yang nantinya akan berpengaruh juga pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya,” jelas dr. Anggia.
Sehingga menurut dr. Anggia, hal ini selain dapat mengakibatkan anak kesulitan berkomunikasi, juga berakibat pada sulitnya orang tua memahami keinginan anak. Bahkan menurut dr. Anggia, akibat yang lebih jauh dari speech delay bisa berdampak serius.
“Akibat jauhnya mereka sangat mudah untuk memiliki faktor risiko gangguan jiwa, seperti depresi dan anxiety. Karena itu tadi, mereka tidak bisa mengekspresikan apa yang mereka mau. Bagi mereka semua perasaan itu ga nyaman. Ga nyamannya seperti apa, mereka tidak bisa ngomong atau mengekspresikan apakah mereka sedih, marah, atau kecewa, dan ini bisa berawal dari speech delay tadi,” kata dr. Anggia.
Persepsi yang salah tentang Speech Delay
Selain masih kurangnya perhatian serius dari orang tua terhadap kondisi speech delay pada anak, banyak juga persepsi yang salah mengenai kondisi tersebut. DR. dr. Dwidjo Saputro SpKJ (K) dari dini.id pun menjelaskan persepsi salah yang sering muncul di masyarakat mengenai speech delay.
“Pertama yang harus dipahami oleh masyarakat adalah bahwa speech delay bukanlah istilah untuk gangguan atau lebih spesifik penyakit. Speech delay itu semua kondisi dimana anak itu lambat bicara. Ada kondisi seharusnya sudah bicara, tapi belum. Yang sudah bisa bicara pun ada tahapannya. Setiap tahapan atau umur tertentu sudah kelihatan komunikasi atau bahasa dari anak. Jika belum, berarti itu speech delay,” katanya.
Ditambah lagi, lanjut DR. dr. Dwidjo, umumnya orang tua yang sadar speech delay pada anak itu setelah anaknya berumur 1 sampai 2 tahun. “Satu atau dua tahun ga bisa bicara, orang tuanya baru sadar. Menurut saya umur 2 tahun baru sadar lambat bicara itupun sudah agak jauh ketinggalannya. Dan ini memang karena ada proses yang lambat. Mulai 6 bulan lambat, 9 bulan lambat tapi karena mayoritas masyarakat terutama ibu-ibu dan orang tua tidak paham, makanya mereka menunggu saja,” paparnya.
Sehingga DR. dr. Dwidjo menyarankan apabila umur 2 tahun kemampuan komunikasi personal social masih belum seperti sebayanya, lebih baik dilakukan assesment atau deteksi dini pada anak. Karena menurutnya, anak yang lambat bicara berisiko besar lambat belajar.
“Prinsipnya, anak gagal belajar itu gagal kehidupan. Saya selalu ingat, jika membiarkan anak lambat bicara sama saja membiarkan anak itu gagal kehidupan. Karena setiap kali kehidupan harus pakai komunikasi. Karena belajar harus menangkap bahasa, menangkap arti kata, mengingat, dan itukan asal-usulnya dari bicara dan berbahasa,” ujarnya.
Pentingnya Deteksi Dini
Lihat Juga
-
Cara Ampuh Artika Sari Devi Atasi Speech Delay Anak
-
3 Lingkungan yang Memengaruhi Karakter dan Perilaku Anak
-
-
5 Manfaat Makanan Probiotik Buat Si Kecil
-
Baik Bagi Motorik, Ini 5 Alasan Mengapa Balita Perlu Belajar Gambar
-
Anak Alergi Susu Sapi, Bunda Jangan Khawatir Si Kecil Kurang Nutrisi
-
Ini Modal Penting Agar Anak Punya Kepedulian Tinggi
Pemantauan perkembangan anak secara dini dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mendeteksi adanya keterlambatan bicara atau speech delay pada anak.
"Deteksi yang lebih dini dapat membantu perkembangan anak untuk mengejar ketertinggalan dalam hal kemampuan berbicara. Jika sudah mendapat deteksi dini, maka segera mungkin lakukan stimulasi yang berkelanjutan agar bisa mengejar tahap perkembangan yang selanjutnya," jelas dr. Anggia.
Pasalnya, menurut dr. Anggia, keterlambatan bicara bisa menjadi gejala awal adanya berbagai macam gangguan seperti Autism, ADHD, Disabilitas Intelektual, gangguan berbahasa ekspresif dan reseptif.
dr. Anggia pun turut menjelaskan pentingnya meningkatkan kesadaran orang tua akan peranan mereka yang sangat penting untuk perkembangan sang buah hati. Bagi para orang tua yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang tumbuh kembang anak, Anda dapat mencoba beberapa solusi.
Pertama, lakukan deteksi dini dengan sistem assessment tumbuh kembang anak di www.dini.id. website ini memiliki sistem assessment online gratis sesuai usia anak. Sehingga jika ditemukan adanya permasalahan pada anak, dapat ditangani sedini mungkin.
Kedua, yaitu dengan mengikuti program stimulasi dan intervensi yang dirancang khusus untuk mengoptimalkan perkembangan anak dengan dibimbing oleh kid's trainer profesional. Dengan demikian orang tua dapat mempelajari pengetahuan yang tepat untuk mengoptimalkan potensi pada anaknya. Program ini diadakan di playground yang menjadi mitra dini.id seperti Apple Bee Taman Anggrek, Jakarta Barat.
Ketiga, sangatlah penting untuk mengawasi tumbuh kembang anak secara konsisten. Assessment harus dilakukan secara periodik sehingga hasil dari program stimulasi dan intervensi dapat termonitor agar tim ahli dapat merekomendasikan program lanjutan yang disesuaikan kebutuhan unik setiap anak
Selain itu, dr. Anggia pun memberikan tips mudah yang bisa dilakukan orang tua untuk menghindarkan anak dari speech delay.
Lakukanlah stimulasi sedini mungkin dengan mulai bicara kepada anak dengan bahasa yang sederhana, jelas, dan sering. Ambil banyak kesempatan untuk berbicara, mendengarkan, dan merespons anak. Bacakan buku bergambar untuk anak. Hindari penggunaan gadget sejak dini," jelasnya.
“Selain menghindari gadget dan televisi, ajak anak bermain sesering mungkin (dalam rumah). Bermainnya pun bukan hanya memberikan mainan banyak, tapi juga harus ada interaksi dua arah antara anak dan orang tua. Kadang-kadang orang tua itukan mau yang gampang, tidak mau repot, anak nangis dikit dikasih yang di mau, tapi harusnya tidak seperti itu. Yang benar adalah harus terjadi interaksi dua arah antara orang tua dengan anak. Nah, dengan interaksi dua arah yang semakin banyak itu, orang tua akan membantu anak berkembang kosa katanya, dan kemampuan emosionalnya juga akan lebih berkembang,” tutup dr. Anggia.
-