Glukosa Berlebih Jadi Pemicu Stunting di Indonesia

Petugas Kesehatan Puskesmas Muara Dua melakukan pemeriksaan stunting anak meliputi status gizi, berat badan dan tinggi badan di Desa Meunasah Alue, Lhokseumawe, Aceh
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

VIVA – Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, ambang batas toleransi stunting atau gizi buruk adalah 20 persen dari jumlah keseluruhan bayi usia di bawah lima tahun. Sementara, angkanya di Indonesia pada tahun lalu mencapai 30,8 persen.

Soal Program Makan Siang Gratis, Ibu Hamil dan Balita juga Perlu Dukungan untuk Cegah Stunting

Data tersebut didapat dari Riset Kesehatan Dasar 2018. Artinya, Indonesia masih masuk dalam kategori negara dengan darurat gizi buruk. Kekurangan gizi secara kronis dipengaruhi oleh asupan makanan.

Penyebab utamanya, yakni faktor kemiskinan, terutama kondisi daerah yang terisolir. Namun, stunting juga ditemukan pada kalangan menengah ke atas, yang dipicu kurangnya pengetahuan akan asupan makanan bergizi.

Kepala BKKBN: Supaya Anak Tidak Stunting, Beri ASI Eksklusif 6 Bulan!

Berdasarkan survei Yayasan Abhipraya Insan Cendekia bersama Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Kalimantan Tengah menjadi daerah yang paling banyak mengalami kasus stunting, yakni 34 persen. Disusul oleh Aceh dengan 30,8 persen, dan Sulawesi Utara 25,5 persen.

Menurut survei tersebut, balita mengalami kurang gizi akibat terlalu banyak mengonsumsi asupan makanan dengan kandungan glukosa tinggi. Salah satu sumbernya, yakni susu kental manis.

Jurus Ampuh Papua Basmi Stunting, Dokter Hasto Berikan Strategi Jitu

Mereka menemukan fakta, bahwa 97 persen ibu di Kendari dan 78 persen ibu di Batam memiliki persepsi, bahwa susu kental manis bisa dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak. Padahal, kandungan gulanya 20 gram per satu gelas, sementara proteinnya hanya satu gram.

Imbauan terhadap larangan bagi bayi untuk mengonsumsi SKM sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018, tentang Label Pangan Olahan. Meski demikian, iklan yang begitu gencar membuat masyarakat tidak paham akan bahayanya.

“Orangtua, terutama di wilayah pedesaan, beralasan, mereka sudah terbiasa melakukannya, serta pengaruh iklan di televisi,” ujar Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat? di Jakarta, Selasa 1 Oktober 2019.

Sementara itu, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Dra Chairunnisa menjelaskan, penelitian digelar untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.

““Penelitian ini diperlukan, untuk memberikan rekomendasi sebagai dasar pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya