Miris, Ada 39 Balita di Indonesia Sudah Jadi Perokok

Ilustrasi jangan merokok.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait menemukan sebuah fakta yang mengejutkan saat mendapati ada 39 anak berusia bawah lima tahun (balita) telah menjadi perokok dan tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari pemerintah.

Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi

"Beberapa minggu lalu kita mendapatkan 39 anak usia balita yang merokok atau kita sebut dengan baby smokers dan itu tidak ditanggapi dengan baik oleh pemerintah," ucap Arist dalam konfrensi pers virtual yang bertemakan Indonesia Darurat Perokok Anak, Kamis, 5 November 2020.

Baca juga: Rokok Elektrik Lebih Aman Cuma Mitos, Ini Kata Dokter

Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Dinilai Ancam Pelaku Usaha dan Budaya Indonesia

Arist menganggap pemerintah telah gagal melindungi anak dari adiksi rokok. Hal itu terbukti dari implementasi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 telah gagal mengendalikan jumlah perokok, khususnya perokok anak.

“Sehingga kunci utama menebus kegagalan adalah dengan melakukan revisi menyeluruh terhadap PP 109 tahun 2012 tersebut,” katanya. 

Posko Mudik Perempuan Bisa Cek Kehamilan, Tekanan Darah Hingga Sedia Kondom! Catat Titiknya

Arist juga menyinggung soal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, yang salah satu targetnya adalah menurunkan perokok anak dari 9,1 persen pada tahun 2018 menjadi 8,7 persen pada 2024.

Dengan agenda kebijakan peningkatan cukai hasil tembakau, perluasan layanan berhenti merokok, pelarangan total iklan dan promosi rokok, dan perbesar pencantuman peringatan bergambar bahaya merokok. 

Namun, Arist menyatakan penyelesaian revisi PP bisa menjadi tidak pasti karena Menteri Kesehatan yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan kesehatan masyarakat menjadi penghambat penyelesaian PP tersebut.

Baca juga: Dokter Reisa Sebut Rokok Lebih Mematikan Dibanding COVID-19

“Dalam isu COVID-19 kita melihat ada keterlambatan, apalagi dalam isu pengendalian tembakau diperkirakan Menkes semakin tidak hadir. Posisinya yang berseberangan dengan IDI menambah kekhawatiran bahwa produk regulasi yang dihasilkan Menkes akan mengalami krisis legitimasi,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya