Kasus COVID-19 Anak Meningkat, Dokter: Terkena Varian Delta

Ilustrasi anak sakit.
Sumber :
  • freepik/lifeforstock

VIVA – Dokter Konsultan Tropik Infeksi RSCM & Carolus, dr. Robert Sinto, Sp.PD-KPTI, menyebut bahwa peningkatan kasus COVID-19 pada anak diduga berkaitan dengan varian B1617.2 alias varian delta. Varian yang disebut berasal dari India itu, rupanya memiliki penularan yang lebih masif, khususnya pada anak.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Dokter Robert mengatakan bahwa penularan COVID-19 pada anak didominasi oleh varian delta, dibanding varian COVID-19 lainnya. Varian delta tersebut jauh lebih menular pada anak karena belum ada program vaksinasi.

"Anak adalah populasi yang belum divaksinasi, jadi mulai terkena varian baru (Delta) itu," paparnya dalam acara Hidup Sehat tvOne, Senin 21 Juni 2021.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Tanpa vaksinasi, Robert mengklaim, sistem imun pada anak tak ada yang 'membentengi'. Terlebih, kerentanan varian delta untuk menginfeksi anak, dengan faktor adanya penyakit kronis sehingga angka kematian lebih besar.

"Ada penyakit kronik lain, 3-5 persen angka kematiannya. Jadi, membuat mereka lebih rentan dengan risiko kematiannya. Sama seperti orang dewasa, yang punya penyakit penyerta, risiko kematiannya lebih tinggi dibanding yang sehat," jelasnya.

Kolesterol Hingga Diabetes Bermunculan Usai Lebaran? Dokter Ungkap Penyebab dan Cara Atasinya

Besarnya angka kematian tersebut, dijelaskan Robert, karena virus SARS-CoV-2 itu dapat merusak fungsi kerja organ vital seperti ginjal dan otak. "Ini yang menggiring pasien ke arah kematian," pungkasnya.

Lebih lanjut, Robert mengatakan bahwa virus jenis apapun, pada dasarnya akan membuat 'zat peradangan' keluar atau biasa disebut badai sitokin. Kondisi inilah, terangnya, yang membuat peluang kematian lebih besar.

"Virus ini ditakutkan memicu penggumpalan darah, jadi darahnya pasien COVID-19 itu lebih kental. Penggumpalan bisa terjadi di mana pun, otak atau jantung, jadi bisa memicu kematian," kata Robert.

Gejala varian delta

Varian delta, kata Robert, semakin masif lantaran gejalanya yang dianggap sepele. Sebab, pasien yang terinfeksi varian ini pada umumnya tak merasakan batuk dan sesak napas seperti gejala varian terdahulu. Sehingga, masyarakat yang sebenarnya sudah terinfeksi, merasa tak perlu memeriksakan diri ke dokter.

"Gejalanya sakit kepala, pilek, dianggapnya sebagai pilek biasa. Padahal terinfeksi COVID-19 varian delta. itu yang menyuburkan virus bisa menular," jelasnya

Upaya pencegahan

Cuaca, kata Robert, juga memengaruhi perkembangbiakan virus varian delta ini. Untuk itu, upaya pencegahan tentu melalui proses kebersihan rumah yang harus dijaga. Usahakan, rumah tak lembab sebagai sarang berkembangnya virus. Ventilasi rumah pun, harus dijaga dengan baik.

Sebisa mungkin juga, lanjut Robert, agar anak tetap di rumah apabila tak ada keperluan mendesak. Serta, tetap penuhi imunisasi lengkap pada anak agar imunitasnya terjaga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya