Soal Kasus KDRT Ayah ke Anak, KPAI Beberkan Dampak Jangka Panjangnya
- pixabay
VIVA Parenting - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan ayah kandung pada anaknya yang tengah viral dan jadi perbincangan.
KPAI menegaskan bahwa kasus tindak pidana tersebut tak hanya berdampak dalam jangka pendek, tapi juga secara berkepanjangan. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan seorang ayah kandung (RIS) terhadap anak kandungnya di salah satu apartemen di Jakarta Selatan yang sedang mengemuka di media sosial telah ditangani Polres Jakarta Selatan sejak 2022.
Kekerasaan pada anak harus dihentikan, anak-anak sebagai korban kekerasan wajib mendapatkan pendampingan hukum dan pemulihan mental, serta mendapatkan hak perlindungan terhadap identitasnya.
“Kekerasaan pada anak mengakibatkan dampak luas dan berkepanjangan bagi tumbuh kembang anak, terlebih jika dilakukan oleh orang terdekat," ujar Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, dalam keterangannya, dikutip Kamis 12 Januari 2023.
Ibu anak korban melaporkan hal ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada, Selasa 3 Januari 2023. Proses pengaduan yang masuk ke KPAI sedang berjalan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengaduan KPAI.
Saat ini, KPAI sedang berkoordinasi dan mengirimkan surat kepada pihak kepolisian dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk dapat menindaklanjuti kasus tersebut.
"Agar dapat menguatkan demi kepentingan terbaik bagi anak korban," ucap Ai.
Pemerintah Indonesia bersikap tegas untuk menghentikan kekerasan pada anak. Oleh karenanya, merujuk Pasal 2 dan 90 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, KPAI menegaskan kembali hak-hak anak korban kekerasaan.
Hal itu merujuk atas berhak atas proses hukum yang adil dan proporsional dengan memerhatikan kondisi anak; mendapatkan informasi perkembangan perkara; rehabilitasi medis dan sosial secara komprehensif dan berkelanjutan; serta perlindungan identitas dari pemberitaan.
Menanggapi kasus tersebut, terduga pelaku dapat terancam sesuai dengan pasal 76C dengan ancaman pidana pasal 80 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Mengingat pelaku adalah orangtua, maka pidana ditambah sepertiga dari ancaman pidana.