Terkuak Alasan Bayi Prematur Berisiko Stunting, Jangan Abai Moms!

Ilustrasi bayi
Sumber :
  • Pexels

VIVA Parenting – Bayi prematur merupakan anak-anak yang lahir di usia kurang dari 37 minggu kehamilan dengan dampak kesehatan yang berisiko pada masa depannya. Siapa sangka, para bayi yang lahir prematur ini berdampak pada risiko stunting, di mana kondisi tubuh anak lebih kecil dan kecerdasan otaknya lebih rendah dibanding rata-rata.

Selamat! Dude Harlino dan Alyssa Soebandono Dikaruniai Anak Ketiga

Dokter Anak Konsultan Neonatologi: Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) mengatakan bahwa kejadian bayi lahir prematur di Indonesia sebesar 15 persen. Prematur sangat dikaitkan dengan kelahiran bayi di bawah 37 minggu dengan berat badan yang cenderung rendah, bahkan bisa mencapai 1500 kg.

Ilustrasi bayi prematur.

Photo :
  • Pixabay
Warga Dikejutkan Penemuan Mayat Bayi Laki-laki di Kali Cikeas

"Bagi bayi yang kecil, punya risiko stunting jauh lebih besar dan prematur ini menempati posisi sekitar 15 persen kelahiran di Indonesia," tuturnya dalam acara virtual bersama Fresenius Kabi dan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Senin 20 Februari 2023.

Bayi sendiri bisa dikatakan prematur jika lahir di sebelum usia 37 minggu atau bahkan kurang dari pekan kehamilan tersebut. Bahkan, kasus yang ekstrem menunjukkan di mana seorang bayi lahir di usia 28 minggu. Dalam data yang ada, Indonesia menempati urutan 5 besar di dunia sebagai kasus kelahiran prematur terbanyak.

Heboh Ibu di Maros Aniaya Bayinya Sambil Direkam, Diduga Kesal karena Suami Pergi

"Kejadian stunting ini disumbang sepertiganya oleh bayi prematur," tambahnya.

Diakui Prof Rina, bayi prematur sudah pasti terlahir dengan berat badan rendah, di mana pertumbuhannya ketika lahir bisa sangat minimal dibanding ketika di dalam kandungan. Ketika janin di dalam kandungan, perkembangannya bisa terjadi 4 kali lipat dalam waktu 10 minggu.

"Bayangkan di kehidupan manusia normal saat masih dalam kandungan, dalam waktu 10 minggu, naik berat badannya 4x lipat. Memang bayi lahir prematur, kejar dulu ketinggalan ini (saat lahir) baru bisa ikuti sodara-sodaranya yang sudah lahir cukup bulan. Dia harus kejar ini karena sudah double burden (2 penyakit)," tambahnya.

Maka dari itu, Prof Rina mengingatkan pentingnya memantau tumbuh kembang anak melalui grafik yang sudah direkomendasikan Kementerian Kesehatan. Sebab, grafik yang tidak sesuai dari perkembangan ini bisa menjadi deteksi dini kondisi kesehatan yang bisa segera diatasi.

"Makanya penting pantau grafik berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Kalau lupa pantau ukurannya jadi kebablasan malah jadi kegedean, dampaknya bisa sakit jantung, diabetes. Terlalu kecil juga risiko stunting," tambahnya.

Di Indonesia, tengkes (stunting) masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Meski secara umum, tren status gizi membaik dari tahun ke tahun, Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi tengkes menjadi 14 persen dari jumlah balita di tahun 2024 . Pada tahun 2022, berdasarkan hasil studi SSGI, prevalensi tengkes di Indonesia turun sebesar 2,8  menjadi 21,6 persen.  

"Prematur itu belum matang organnya, belum sempurna. Waktu lahir, maka proses mengolah makanan jadi kurang bagus. Daya tahan tubuh pasti jelek. Gampang sakit apakah infeksi, flu. Penyerapan makanan pun nggak bagus akhirnya stunting," tambah Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA.

Salah satu bagian pendukung untuk penurunan angka prevalensi tengkes adalah Pusat layanan kesehatan, rumah sakit. Pusat layanan kesehatan memiliki peran untuk melaksanakan program penyediaan nutrisi mulai dari parenteral, enteral oral serta menyediakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) untuk mendukung tercapainya target pembangunan nasional, dalam hal ini adalah penurunan angka prevalensi tengkes. 

"Maka penanaganan harus dari hamil dan lahir dipantau, makanan dari ibu dan bayi, itu harus bagus. Bagaimana asi-nya bagus. Kalau sudah sakit, NICU di RS harus ada. Masalahnya, operasionalnya NICU tidak murah dan mudah. Alat yang dipakai obat, alatnya kecil-kecil, rumit. Bayangkan seorang bayi nggak sampai 1 kg, sulit sekali kasih makanannya," tambahnya.

Senada, Presiden Direktur Fresenius Kabi Indonesia, Indrawati Taurus menyatakan, Fresenius Kabi terus berkomitmen untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia, dalam hal ini mendukung pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi tengkes di Indonesia dengan menyediakan program edukasi, solusi nutrisi parenteral agar nutrisi bayi prematur atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) tercukupi. Melalui kegiatan media briefing ini, kami berharap fasilitas kesehatan dapat turut bersama-sama memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam mendeteksi dini malnutrisi dan mencegah tengkes. 

"Fresenius Kabi selalu mendukung program edukasi terkait tata laksana tengkes di Rumah Sakit kepada tenaga kesehatan di beberapa kota di Indonesia dan program ini akan terus dilakukan di tahun 2023," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya