Wisata Religi Surau Gadang Bintungan Tinggi 

Surau Gadang Bintungan Tinggi, Padang Pariaman, Sumatera Barat
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Di Nagari Padang Bintungan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, terdapat sebuah bangunan unik berarsitektur khas Minangkabau, dengan atap yang berbentuk tumpang tiga tingkat. 

Virus Corona Belum Berdampak Serius terhadap Pariwisata Sumbar

Bangunan tersebut adalah Surau Gadang Bintungan Tinggi yang dibangun pada tahun 1864 oleh Syekh Abdul Rahman, yang dipergunakan sebagai Masjid Jami’ dan tempat pusat keilmuan Islam, serta menjadi tempat belajarnya adat istiadat Minangkabau. 

Syekh Abdul Rahman atau juga disebut dengan Syekh Bintungan Tinggi adalah satu di antara khalifah-khalifahnya Syekh Burhanuddin asal Ulakan, Padang Pariaman. Syekh Abdul Rahman merupakan keturunan khalifah ke-3 Syekh Burhanuddin. 

Genjot Wisata Bahari, Sumbar Bisa Jadi Destinasi Unggulan di Sumatera

Secara morfologis, surau Gadang Bintungan Tinggi ini memiliki bentuk yang sama dengan surau-surau lainnya di Minangkabau. Hal ini ditandai dengan bangunan atau ruang utama yang berdenah bujur sangkar, atapnya berbentuk tumpang (tingkat), dan lantai yang ditinggikan.  

Surau Gadang Bintungan Tinggi, Padang Pariaman, Sumatera Barat

Ada Destinasi Baru, Kampung Warna-warni Bernuansa Jokowi

Tetapi, yang membuat unik adalah, hingga saat ini keseluruhan bangunan Surau Gadang Bintungan Tinggi ini masih menggunakan material kayu, seperti awalnya dibangun. Untuk atap, tumpang tiga terbuat dari seng. Bangunan sekarang merupakan hasil pemugaran Balai Pelestarian Purbakala pada tahun 2004. 

Sementara itu, untuk bangunan utama ditopang oleh 44 buah tiang. Tiang dalam 23 buah yang terdiri dari tiang utama sebanyak Sembilan buah, tiang soko guru Satu buah dan berukir, tiang gantung Delapan buah, tiang mihrab empat buah dan satu buah tiang utama yang disangga oleh pasak yang berbentuk mata angin. 

Surau Gadang Bintungan Tinggi, Padang Pariaman, Sumatera Barat

Sedangkan untuk ruang mihrab, berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang tiga meter dan lebar satu meter. Di bagian depan mihrab, terdapat sebuah kamar yang dipergunakan sebagai gudang tempat menyimpan naskah (kitab-kitab kuning) peninggalan dari Syekh Abdul Rahman, berdasarkan penuturan Asril Maaz yang merupakan keturunan ke Lima dari Syekh Abdul Rahman. 

Syekh Abdul Rahman lebih dikenal dengan nama Syekh Bintungan Tinggi, karena kakeknya juga bernama Syekh Abdul Rahman. Makamnya ada di dekat makam syekh Burhanuddin di Ulakan. Dia terkenal dermawan, setiap tahun beliau selalu memberangkatkan para muridnya yang berprestasi untuk menunaikan ibadah haji.

Surau Bintungan Tinggi pada masa dulu sangat masyur namanya. Bahkan sudah menjadi buah bibir para penuntut ilmu agama pada masa itu. Yang datang dengan keinginan belajar ilmu agama di surau ini tidak hanya yang berasal dari Minangkabau saja, namun ada juga dari daerah lain seperti, Bengkulu, Sumatera Utara, Riau. Masa kebesaran Syekh Bintungan Tinggi sendiri adalah antara tahun 1864 sampai dengan 1923. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya