Mahalnya Tiket Candi Borobudur Dibanding Pagoda Emas Myanmar

Ilustrasi-Candi Borobudur
Sumber :
  • Antara/Andreas Fitri Atmoko

VIVA.co.id – Wisata Candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, seperti Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko masih jadi destinasi yang seksi bagi wisatawan mancanegara. Myanmar, negeri yang mayoritas penduduknya penganut Budha itu, bahkan mengakui, Candi Borobudur adalah tujuan utama wisatawan mereka jika berkunjung ke Indonesia.

Chattra Penting Dipasang karena Dinilai Sebagai Salah Satu Ikon Candi Borobudur

"Mayoritas penduduk Myanmar memang beragama Buddha. Walaupun di sini mereka sudah punya banyak pagoda, mereka tentu masih tertarik dengan monumen religius di Indonesia, Borobudur. Mereka ingin mengeksplorasi lebih banyak situs-situs religi. Apalagi, Borobudur adalah salah satu dari tujuh keajaiban dunia," tutur Hla Myint, director for Tourism Promotion, Ministry of Hotels and Tourism Myanmar kepada VIVA.co.id di Yangon beberapa waktu lalu.

Namun, sayangnya jika dibanding dengan Shwedagon Pagoda yang megah di Myanmar, harga tiket masuk Candi Borobudur masih terlampau mahal. Padahal, keduanya sama-sama masuk sebagai candi yang menakjubkan di dunia.

BRIN Diminta Koordinasi dengan Kemendikbud soal Pemasangan Catra Borobudur

Untuk wisatawan asing, harga terbaru masuk ke Candi Borobudur mulai Mei 2017 adalah US$25 dolar, sedangkan Shwedagon Pagoda hanya bertarif 8.000 Kyat Myanmar, atau sekitar US$6 saja.

Saat VIVA.co.id berkesempatan mengunjungi magnet utama Myanmar ini, pemandu wisata bercerita, pagoda yang banyak dilapisi emas dan berlian tersebut mendapat perawatan menyeluruh setiap lima tahun sekali. Dalam proses peremajaan tersebut, berbagai bangunan di sekitarnya akan dicat ulang. Pagoda ini juga bebas dimasuki orang lokal yang ingin beribadah.

Pakar dan Akademisi Sarankan Chattra Segera Dipasang di Candi Borobudur

Tanggapan Kemenpar RI

Menanggapi hal ini, Menteri Pariwisata Arief Yahya, menjelaskan, pemberlakuan harga tiket masuk (HTM) di Candi Borobudur menjadi salah satu cara untuk membatasi jumlah wisatawan yang akan masuk ke dalam kawasan ring satu candi.

"Mungkin, harus ada titik optimumnya, sebenarnya seberapa banyak sih orang boleh masuk ke dalam satu kawasan. Nah, salah satu cara untuk membatasinya adalah melalui pricing itu. Misalkan, ada cluster 1, cluster 2, atau cluster 3, karena yang protes ke saya juga begitu," kata Menpar kepada VIVA.co.id, saat ditemui di Gedung Kementerian Pariwisata Jakarta.

Pihaknya pun menilai, dengan adanya pemberlakuan harga masuk itu akan melindungi kawasan candi terutama di kawasan ring satu. Dengan harga tersebut, akan mampu membatasi jumlah wisatawan yang akan naik ke atas candi.

"Mungkin yang kita lakukan sedemikian rupa, karena kita mempertimbangkan daya tampungnya. Kalau melihat kenyataan yang naik ke situ, dilihat fisiknya sudah terlalu banyak yang naik, sayang sekali, itu UNESCO heritage," tambahnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya