Kisah Gereja Tua yang Selamatkan Pejuang di Semarang

Gereja Gedangan di Jalan Ronggowarsito Semarang
Sumber :
  • VIVA co.id/ Dwi Royanto

VIVA.co.id – Bicara gereja tertua di Kota Semarang, orang selalu tertuju pada gereja Blenduk di kawasan Kota Lama. Namun jarang yang tahu, masih ada gereja lain yang justru kental akan sejarah kepahlawanan. 

Isi Libur Lebaran, Yuk Jelajahi Sejarah Islam dengan Cara Seru dan Edukatif

Namanya Gereja Paroki Santo Yosef. Warga Semarang akrab menyebut sebagai gereja Gedangan. Lokasi gereja ini masih berada di kawasan Kota Lama, tepatnya di Jalan Ronggowarsito. 

Seiring sejarahnya, gereja itu menjadi saksi betapa mendiang pahlawan Monsinyur Albertus Soegijapranata berjuang bersama rakyat Semarang saat melawan tentara Jepang. Perjuangan itu dikenal dengan Pertempuran Lima Hari Semarang. Sebuah pertempuran saat masa transisi kekuasaan Belanda di Semarang yang pecah pada 15-19 Oktober 1945.

Rekomendasi Wisata Anti-Mainstream di 5 Tempat Kelahiran Pahlawan Nasional

Sejarawan Semarang, Yongky Tio menyebut, gereja Gedangan menjadi tempat tinggal Soegijapranata, tokoh Jawa yang menjadi kardinal pertama kala itu. Saat perang Lima Hari pecah, Soegijapranata menggunakan gereja Gedangan sebagai lokasi sembunyi pemuda Semarang dari kejaran tentara Jepang. 

Cerita berawal dari kejadian di penjara Mlaten. Pemuda Semarang yang menahan ratusan tawanan Belanda dikabarkan akan membunuh semua tawanan. Mendengar kabar itu, tentara Sekutu lalu memberi komando dan minta tolong tentara Jepang untuk membebaskan tawanan Belanda. 

7 Tujuan Wisata untuk Mengenang Sejarah Indonesia, Wajib Dikunjungi

"Dulu pusatnya tentara Jepang berada di Jatingaleh. Nah Sekutu minta tolong untuk membebaskan tawanan Belanda, " kata Yongki.

Jepang pun akhirnya memberi pertolongan. Mereka lalu menyerbu sejumlah lokasi pejuang pemuda Semarang. Pertempuran pecah di kawasan Tanah Putih, Mbangkong, Jl Dr Cipto serta kawasan Peterongan. Paling ramai pertempuran terjadi di wilayah Mbangkong.

Pertempuran itu bahkan terjadi selama lima hari berturut-turut. Hingga akhirnya, pemuda Semarang kalah dan melarikan diri. Banyak pemuda yang terbunuh oleh tentara Jepang dan beberapa pemuda yang tertangkap juga dianiaya.

"Pemuda yang tertangkap banyak yang dieksekusi mati di kawasan Sobokarti. Sementara yang selamat mereka lari ke arah Gedangan," kata Yongky.

Di Gereja Gedangan itu Soegijopranto akhirnya memainkan perannya. Ia menolong dan mengobati para pemuda dengan menyembunyikannya di dalam gereja. Keajaiban pun datang saat Soegijapranata mampu membuat ratusan pemuda hingga tak terendus tentara Jepang yang terus mengintai. 

Melalui peran Soegijapranata pula para pemuda mampu keluar dari Semarang, dengan sama sekali tak diketahui penjajah. Para pejuang ini konon singgah hingga Demak serta beberapa daerah lain di jalan Pantai Utara. 

"Sama juga di Gereja Katredal di Jl Pemuda. Pas pertempuran, pemuda yang luka dan melarikan diri ditolong dari gereja dan larikan ke belakang lewat bukit berintik (saat ini kawasan Bergoto), " ujar dia.

Kisahnya mulai dilupakan 

Meski kental akan sejarah perjuangan, Yongky menilai saat ini pamor Gereja Gedangan mulai memudar. Banyak wisatawan Kota Lama yang lebih mengenal Gereja Blenduk ketimbang Gereja Gedangan. 

Padahal dari ragam literatur sejarah Indonesia, Gereja Gedangan menjadi titik awal pembangunan kawasan Kota Lama yang dikenal sebagai Little Netherland. Gereja ini telah berperan penting di zaman revolusi kota Semarang pada pertempuran lima hari. 

"Saya rasa Gereja Santo Yusuf itu yang harus ditonjolkan, karena dulu jadi pusatnya Kota Lama, " katanya. 

Gereja ini dirancang oleh arsitek Belanda bernama W.I. van Bakel dan dibangun pada tahun 1870 hingga 1875. Pendirian gereja kala itu untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduk Katolik Semarang di era kolonial.

Kompleks gereja Gedangan terdiri atas gedung gereja, pastoran, dan sebuah biara. Hiasan penting yang masih ada adalah sembilan belas kaca patri jendela, ukiran-ukiran yang menampilkan empat belas salib dan sebuah altar.

Yongky menyebut, ada perbedaan mencolok gereja Gedangan jika dibanding Gereja Blenduk. Salah satunya bahan bangunan gereja yang 100 persen dari negeri Belanda. Seperti jubin, batu bata, serta orakle lain di bagian tembok yang menyala.  

"Saat awal dibangun, kapal VOC kalau datang ke Indonesia itu kosong, karena pulangnya bawa rempah-rempah. Nah waktu kosong dibawain batu bata dan jubin untuk bangun gereja itu, " imbuh Yongky Tio.
 

Gereja Gedangan di Jalan Ronggowarsito Semarang

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya