Ritual Kerajaan Gowa Pertama Ditiadakan sejak Empat Abad

Rumah Adat Balla Lompoa, Kelurahan Sungguminasa, Kacamata Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yasir

VIVA.co.id - Ritual tahunan yang terbilang sakral di keluarga Kerajaan Gowa di Balla Lompoa untuk kali pertama ditiadakan pada tahun ini. Prosesi adat bernama Accera Kalompoang dipastikan tak digelar pada Hari Raya Idul Adha, Jumat, 1 September 2017.

Remaja yang Viral Keroyok Pelajar SMP di Makassar Ditangkap, Ada 5 Pelaku Masih Dibawah Umur

Sejak 424 tahun silam, pencucian benda-benda pusaka Kerajaan Gowa digelar usai salat Idul Adha. Tahun ini, untuk pertama kali, Mahkota Raja Gowa yang disebut Salokoa serta pusaka kerajaan lain tak dibersihkan. 

Peniadaan ritual itu karena terbitnya surat dari Mabes Polri tentang sengketa rumah adat Balla Lompoa yang masih dalam proses hukum. Saling klaim antara Pemerintah Kabupaten Gowa dengan keluarga Kerajaan Gowa menjadi pemicunya.

FKUB Sulsel Larang Pendeta Gilbert Datang ke Makassar, Ini Alasannya

Kepala Polres Gowa, Ajun Komisaris Besar Polisi Aris Bachtiar, membenarkan bahwa surat dari Mabes Polri telah disebar. Mereka yang menerima, antara lain, keluarga Kerajaan Gowa, Pemerintah Kabupaten serta Polres setempat.

"Berhubung Balla Lompoa sampai sekarang memang masih dalam status quo. Kasusnya, kan, memang masih berlanjut," katanya saat dikonfirmasi VIVA.co.id pada Selasa, 29 Agustus 2017.

Korban Meninggal akibat Longsor Tana Toraja Capai 18 Orang

Namun, Aris enggan menyebut akibat surat itu, ritual Accera Kalompoang ditiadakan tahun ini. Soalnya dalam surat itu tidak memuat pelaksanaan ataupun pelarangan kegiatan adat.

"Saya tidak mau singgung ranah itu, karena dalam surat itu tidak menyebut apakah boleh atau tidak menggelar kegiatan tersebut," ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Staf Kesekretariatan dan Juru Bicara Kerajaan Gowa, Andi Hasanuddin, membenarkan prosesi sakral itu ditiadakan tahun ini. Alasannya, status Rumah Adat Balla Lompoa masih dalam sengketa dan masih ditangani Kepolisian berkaitan kasus perusakan benda-benda pusaka pada 2016.

"Iya, betul itu. Suratnya sudah diterima langsung oleh Sombayya (Andi Maddusila, Raja ke-37 Gowa). Karena masih dalam status quo, jadi untuk Accera Kalompoang diminta supaya tidak dilaksanakan dulu tahun ini," katanya.

Agenda Unesco

Andi Hasanuddin menyayangkan tradisi tahunan yang telah dijaga selama 424 tahun itu tak dapat dilaksanakan tahun ini, lantaran tersangkut kasus hukum. Padahal, Kerajaan Gowa telah mempersiapkan segala sesuatu untuk ritual Accera Kalompoang.

Apalagi, katanya, ritual Accera Kalompoang setiap Idul Adha telah menjadi agenda rutin Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (Unesco). Ritual adat yang sudah dijaga dan dilestarikan sejak ratusan tahun lalu.

"Kita sudah tidak mempermasalahkan jika memang diminta untuk tidak dilaksanakan dulu tahun ini. Sombayya juga tidak terlalu mempermasalahkan, tapi akan tetap dikoordinasikan dulu. Karena sayang juga, ini ritual masuk agenda Unesco yang memang setiap tahun dilaksanakan," kata Andi.

Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Gowa, Abdullah Sirajuddin, juga membenarkan surat dari Mabes Polri telah diterima Bupati, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo. Ia juga menegaskan ritual Accera Kalompoang di Balla Lompoa tahun ini ditiadakan.

Accera Kalompoang

Tradisi Accera Kalompoang dilaksanakan setiap Idul Adha sejak masa kepemimpinan Raja Gowa XIV, I Mangngarrangi Daeng Mangrabbia Karaeng Lakiung Sultan Alauddin, pada 1593-1639.

Accera Kalompoang menjadi pusat perhatian warga Gowa, terutama yang tinggal di sekitar Rumah Adat Balla Lompoa, Kelurahan Sungguminasa, Kacamata Somba Opu, Gowa.

Ritual Suci Kerajaan Gowa Pertama Ditiadakan sejak Empat Abad

Accera Kalompoang diawali dengan Allekka Je'ne atau upacara pengambilan air di Sumur Agung, Bukit Tangkabassia, Katangka sehari jelang Idul Adha, 9 Zulhijjah. Kemudian dilanjutkan dengan Ammolong Tedong atau penyembelihan kerbau, saat matahari pada posisi allimbang lino atau pertengahan bumi.

Pada malamnya, saat takbir Idul Adha menggema, digelar Appidalleki atau doa syukur kepada Sang Pencipta. Kemudian setelah salat Idul Adha, dilakukan pencucian benda pusaka yang disebut Allangiri Kalompoang di Balla Lompoa.

Prosesi itu diawali peletakan air dari Sumur Agung di punggung beserta darah kerbau dan sejumlah kebutuhan lain. Setelah itu, benda pusaka dikeluarkan dari tempat penyimpanan untuk dilakukan proses Annyossoro atau pembersihan.

Saat proses pembersihan, benda-benda pusaka, termasuk Mahkota Raja Gowa diserahkan kepada sesepuh untuk dicuci. Ada sembilan benda pusaka utama yang akan dibersihkan, yakni Salokoa, Sudanga, Panyanggayya Barangan, Lasippo, Tatarapang, Ponto Jangangjangayya, Kolara, Bangkarak Ta'roe, dan Kancing Gaukang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya