Lari Membuat Hidup Saya Bahagia

Lari membuat hidup saya bahagia
Sumber :
  • Instagram Koko Lato

VIVA – Matahari kota Jakarta baru saja meninggi. Halaman depan Stadion Soemantri Brodjonegoro masih sepi. Hanya tampak satu satpam dan tiga orang berpakaian sporty, berlari-lari kecil menuju pintu stadion.

Ratusan Pelari Meriahkan Dash Sports Track Tribe Showdown 2024

Jarum jam kala itu menunjukkan pukul 7.05 pagi. Saya melangkah menyusuri lorong yang menghubungkan halaman dan area stadion. Setelah menaiki anak tangga, mata saya menangkap pemandangan orang-orang berlari mengelilingi running race yang langsung beratapkan langit.

Mereka cukup ramai, perkiraan ada lebih dari 50 orang. Ada banyak laki-laki, tak sedikit pula perempuan. Semuanya mengenakan outfit olahraga beraneka warna yang terlihat pas di badan. Ada yang berpotongan lengan pendek, ada pula yang tanpa lengan. Tentu saja lengkap dengan celana dan sepatu yang rata-rata terkesan trendi.  

1000 Peserta Bakal Ikuti Grid Cardio Rush, Ada Pemain Dewa United

Lari membuat hidup saya bahagia
 
“Mereka semua pekerja kantoran,” kata Andri Yanto, sang pelatih lari yang VIVA temui pada Rabu, 24 Januari 2018. Pria berkulit sawo matang itu sedang berdiri di tribun. Ia mengenakan setelan olahraga berwarna hitam dan abu-abu. Senyum dan jabat tangannya ramah menyambut. Beberapa pelari yang baru keluar dari running race mendatanginya untuk mengucapkan terima kasih dan pamit. Mereka adalah pelari yang dilatih Andri.

Ya, belakangan ini olahraga lari tengah menjadi tren di kalangan masyarakat urban. Ditandai dengan semakin maraknya komunitas lari, dan kian bertambahnya pegiat lari dari tahun ke tahun.

Dimas Seto dan Dhini Aminarti Ajak Puluhan Artis Olahraga Lari dan Donasi

Hal itu dibenarkan Andri. “Sekarang jujur diakui bahwa olahraga lari sedang tren. Dulu ketika saya lari pagi di dekat rumah, saya jarang melihat orang. Tapi sekarang, begitu banyak orang lari. Di stadion ini dulu jam segini sepi enggak ada orang, tapi sekarang apalagi kalau sore itu ramainya luar biasa,” kata Andri yang sudah tujuh tahun menjadi pelatih di komunitas lari Runner’s Nation.
 
Lari sebagai sains

Aktivitas lari terlihat mudah dan sederhana. Sama seperti berjalan, setiap orang bisa melakukannya. Tapi dari sudut pandang Andri sebagai coach, ia memiliki perspektif berbeda. Menurutnya, lari punya teori yang lebih kompleks, sama seperti bidang keilmuan lain.

“Saya mendalami lari sebagai sebuah sains. Jadi bukan sekadar lari. Tapi lari ini seperti bidang ilmu lain, seperti ilmu hukum, ekonomi, itu ada teorinya. Ada banyak riset di bidang lari,” kata Andri.

Riset tentang lari yang dimaksud Andri, selama ini lebih banyak dilakukan di negara Barat yang memiliki empat musim. “Literatur saya hampir seratur persen berbahasa asing. Hanya ada dua yang berbahasa Indonesia. Itu pun tidak khusus membahas lari, tapi olahraga secara umum. Puluhan buku saya yang lain adalah dari Barat, terutama Amerika dan Eropa,” kata Andri.

Persoalan yang mengemuka dari minimnya riset tentang lari dari Indonesia, menurut Andri, teori penelitian itu tidak bisa begitu saja diaplikasikan di Indonesia.

“Sebabnya begini, kalau saya selalu berprinsip local wisdom atau kearifan lokal. Karena teori yang ada di Barat itu dibuat, dilahirkan, ditujukan untuk pelari di empat musim, dengan suhu udara yang cenderung lebih rendah dibanding Indonesia, yang tingkat lalu lintasnya, tingkat stresnya, mungkin lebih rendah dibanding di Indonesia,” kata Andri. 

Komunitas lari Runners Nation
 
Selain faktor kebugaran tubuh, olahraga lari juga dipengaruhi temperatur udara. Menurut Andri, berdasarkan riset suhu ideal untuk lari adalah 10 hingga 16 derajat Celcius. “Tapi di Jakarta kita enggak pernah dapat suhu segitu. Di sini pagi hari saja suhunya sudah 26 - 27 derajat Celcius, paling top 24 derajat Celcius,” terang Andri.

Dampak suhu udara panas bagi tubuh adalah mudah letih saat berlari. Ketika terjadi peningkatan temperatur udara, sistem dalam tubuh memerintahkan otak untuk mendinginkan tubuh. Mekanisme yang terjadi pada situasi demikian adalah otak memerintahkan jantung supaya mengalirkan darah lebih banyak ke seluruh tubuh. Otomatis kerja jantung meningkat. “Jadi, ketika detak jantung increase, maka performa decrease,” kata Andri.

“Makanya orang berlari pada kecepatan yang sama, yang satu detak jantungnya lebih rendah dibanding yang lain, ia bisa lebih konstan dan lebih panjang larinya. Itulah kenapa pentingnya suhu udara. Itulah kenapa banyak pelari kemudian berlomba maraton ke luar negeri supaya dapat berlomba dengan nyaman, dapat mencetak waktu lebih baik. Karena biasanya yang dicari adalah lomba-lomba yang di tempat sejuk,” terang Andri.  
 
Mendongkrak perekonomian

Rupanya tak hanya masyarakat Indonesia yang gandrung melakukan olahraga lari. Andri mengungkapkan data statistik dari running.org tahun 2014, bahwa di Amerika sudah ada 1.100 event marathon yang diselenggarakan dalam satu tahun. Jauh dibanding Indonesia yang tahun 2018 ini rencananya baru punya enam event marathon.

Salah satu event marathon terbesar di negeri Paman Sam itu, Chicago Marathon, merupakan besutan Bank of America. Pemerintah setempat menyadari bahwa event marathon itu dapat menarik wisatawan olahraga yang berdampak pada perekonomian.

“Maraton ini juga dijadikan sport tourism. Jadi salah satu motivasi Chicago Marathon adalah meningkatkan dampak ekonomi bagi kota Chicago. Bank of America melakukan riset terkait dampak maraton itu bagi kota Chicago,” jelas Andri.

Di Indonesia, beberapa kota mulai berbenah membuka mata pada dampak positif sport tourism. Kota-kota itu termasuk Jakarta, Bali, Yogyakarta, dan Lombok yang dijadwalkan menjadi tuan rumah maraton pada tahun ini.

Pelari Kantoran

Aku berada di garis start dengan semangat membara
Dengan kawan di kanan kiri yang menggebu juga
Memulai lomba riang gembira dan berlari dengan bahagia
Sepanjang lima belas kilo kami berlari bersama

Penggalan sajak di atas ditulis pemilik akun Instagram @kokolato. Ia salah satu pelari kantoran yang rutin berlatih pada Andri. Sebab gemar pada olahraga lari, lini Instagram pria itu nyaris penuh dengan foto-foto dirinya ketika berlari di berbagai event, maupun saat berlatih. Tak hanya foto, segmen caption pun jadi tempat Koko mengekspresikan cintanya pada olahraga lari, layaknya puisi yang ditujukan pada kekasih.

Lima hari dalam seminggu, setiap pukul 5 pagi, Koko bertolak dari kawasan Priuk, Jakarta Utara, menuju Stadion Soemantri, Jakarta Selatan. Olahraga lari yang ia jalani sejak satu tahun lalu, rupanya tak hanya menjadi bagian dari gaya hidup sehat, tapi juga meditasi bagi tubuh dan jiwanya.  

Lari membuat hidup saya bahagia
 
Kepada VIVA, Koko menceritakan motivasinya menekuni olahraga lari bersama komunitas Runner’s Nation. Menjaga kesehatan rupanya menjadi tujuan utama. “Lari itu kan kardio jadi baik buat jantung,” kata Koko.

Selanjutnya, Koko mengisahkan bahwa olahraga lari dapat membuatnya menjadi pribadi yang pantang menyerah. Lari membuat keyakinan dirinya terus bertumbuh berkat keberhasilannya mencetak Prestasi Baru (PB). Maksud Prestasi Baru dalam komunitas Runner’s Nation adalah pencapaian waktu tempuh yang semakin singkat.

“Dulu aku lari 21 Km waktunya 2 jam 20 menit. Nah, begitu ikut program jadi lebih singkat. Kalau enggak ikut program, kita enggak tahu bisa lari seberapa cepat. Dengan bimbingan Mas Andri, kita dikasih tahu bahwa sebenarnya kita bisa lari lebih cepat dari itu,” kata Koko. “Aplikasinya di bidang kerja, kita jadi tahu bahwa kita punya potensi lebih,” imbuhnya.

Merasakan sensasi meditasi juga dipetik Koko sebagai manfaat olahraga lari lainnya. “Ketika lari itu enggak ada yang kita pikirin. Itu kita bisa ngobrol sama diri sendiri, evaluasi. Misalnya, kayaknya kok aku umur sekian masih belum ngapa-ngapain, atau tahun depan kayaknya aku mau beli sesuatu, kalau mau itu aku harus ngapain,” cerita Koko.

Koko juga mengaku di awal-awal memulai olahraga itu, selalu ditemani headphone untuk mendengarkan musik. Lama-lama, ia merasakan keasyikan tersendiri lantas menanggalkan alat dengar musik itu. Baginya, dengan berlari dapat menjadi penghilang stres.

Pernyataan Koko itu senada dengan penelitian populer yang membuktikan bahwa olahraga memunculkan endorfin, sejenis hormon yang dikenal sebagai pembunuh rasa sakit serta menimbulkan rasa senang dan euforia.

Lari padat manfaat 

Berkat keteguhan Koko berlari, hasil positif mulai ia rasakan. Di tiga bulan pertama, berat badannya turun 6 Kg. Ia juga mengaku pikirannya lebih fresh, kualitas hidup meningkat, merasa mood bahagia seharian, dan senang bisa memperluas jaringan pertemanan.

Namun itu tak lepas dari disiplin yang ia jalani. Bukan hanya datang latihan tepat waktu sejak pagi-pagi buta, tapi juga mematuhi aturan yang berlaku di komunitas Runner’s Nation. Salah satunya cukup tidur malam mulai jam 9.

Komunitas lari Runners Nation
 
“Kalau di sini (Runner’s Nation), kunci lari biar enak dan nyaman, salah satunya istirahat cukup. Makanan dan kualitas tidur itu sangat diperhatikan. Jam 9 malam harus sudah tidur. Pahit-pahitnya jam 10. Kalau lebih dari itu, dianjurkan lebih baik enggak lari karena bisa berdampak pada jantung,” jelas Koko.

“Di grup Whatsapp kita selalu dipantau, jam 9 malam sudah tidak boleh ada percakapan. Awalnya susah karena aku termasuk tipikal begadang. Tapi setelah dicoba, bisa. Kuncinya cuma enggak pegang gadget, enggak nonton tivi, gitu aja sih,” kata Koko.  

Stadion Soemantri kian terang. Sinar matahari yang tadi masih malu-malu, kini nyaris memenuhi  permukaan lapangan. Waktu menunjukkan pukul 8.15. Para pelari kantoran yang tadinya beristirahat di tribun satu per satu beranjak. Begitu pula Andri, Koko, dan saya. Jam kerja mulai menyapa tanggung jawab kami.

Sebelum berpisah, Koko sempat mengatakan, ia akan terus berlari sampai usia tak mengizinkannya. “Lari membuat hidup saya bahagia,” ujarnya semringah. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya