Rupiah Terpuruk dalam Jeratan Pusaran Global

Dolar AS dan rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Pelemahan rupiah yang terjadi sejak awal Februari tampaknya sulit terbendung. Selama satu bulan terakhir rupiah tercatat telah melemah terhadap dolar AS lebih dari 2,5 persen. 

Bank Indonesia Naikkan BI Rate Jadi 6,25 Persen Demi Stabilkan Rupiah

Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Kamis 1 Maret 2018, dolar AS diperdagangkan antar bank pada level Rp13,793 per dolar AS. Pantauan VIVA, Bahkan ada bank di Indonesia yang menjual sekitar Rp13.900 per dolar AS. 

Baca juga: Rupiah Melemah, Bank Jual Dolar AS Nyaris Rp14.000

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Dilansir dari Reuters, dolar AS diketahui mencapai level tertingginya selama enam minggu terakhir pada perdagangan Kamis 1 Maret. Optimisme para investor akan kenaikan suku bunga AS pada tahun ini seakan menjadikan vitamin bagi dolar untuk terus menguat. 

Indeks dolar naik ke level 90.744 poin setelah pidato pertama Gubernur Bank Sentral AS (Fed) Jerome Powel usai rapat dewan gubernur Fed yang terkesan agresif atau Hawkish. Powel pun mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih besar tahun ini lebih besar dari ekspektasi pasar keuangan. 

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

"Jadi kemarin gara-gara statement itu, menguat dolar AS. Makanya kalau kami lihat pergerakan mata uang di regional semuanya melemah, termasuk Indonesia," Ekonom Bank Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra saat dihubungi VIVA, Kamis 1 Maret 2018.

Kandidaat Gubernur The Fed, jerome Powell

Gubernur Bank Sentral AS (Fed) Jerome Powel

Aldian mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini jika terus terjadi berisiko mendorong inflasi tinggi di Indonesia. Terutama berasal dari barang-barang impor pemerintah yang masih cukup banyak dan didominasi barang-barang sektor energi.

"Seperti BBM (bahan bakar minyak) yang masih impor itu pasti terpengaruh dengan rupiah yang melemah,” kata dia.

Karena itu Aldian mengatakan, pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang mampu menjaga stabilitas harga di lapangan. Di sisi lain, Bank Indonesia harus menyiapkan bauran kebijakan untuk menyeimbangi upaya yang telah dilakukan pemerintah

“Seharusnya sih dampaknya enggak signifikan selama itu dijaga. Tapi bukan artinya level rupiah ini dijaga di level tertentu, tapi volatilitasnya,” kata Aldian.

Bukan faktor domestik

Bank Indonesia meyakinkan bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar AS tidak sama sekali dipengaruhi oleh faktor domestik. Melainkan, jelas karena disebabkan faktor global.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi menegaskan, setidaknya ada empat faktor yang memperkuat keyakinan tersebut. Pertama adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tinggi di kuartal IV 2017 mencapai 5,19 persen. 

Faktor kedua, tambahnya, adalah faktor inflasi yang masih cenderung terkendali. Kemudian ketiga adalah neraca perdagangan atau transaksi berjalan Indonesia yang meski mengalami defisit 1,7 persen pada 2017, namun masih di bawah ambang batas BI, yakni sekitar 3 persen. 

Baca juga: Soto Ayam Hingga Rokok Dongkrak Inflasi Februari

"Cadangan devisa RI sekitar US$103 miliar per akhir Desember dan Januari naik lagi (US$131,98 miliar). Artinya amunisi BI untuk melakukan stabilisasi besar," katanya.

Faktor terakhir menurutnya adalah tingginya kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari naiknya rating dari Japan Credit Rating Agency (JCR) yang menaikkan menjadi BBB polos. 

"Jadi artinya, efek ke depan harusnya besar dari peningkatan rating kita tersebut terhadap ketertarikan pasar," paparnya.

RI tak sendiri

Dolar AS yang mencapai level tertingginya dalam eman minggu juga melemahkan sekeranjang mata uang di dunia. Penguatan itu juga berimbas pada melemahnya mata uang di negara-negara maju. 

Euro tergelincir ke level terendahnya dalam tujuh minggu terakhir pada perdagangan Kamis, ke level US$1.216 per euro. Angka tersebut tercatat terlemah sejak 12 Januari. 

Data BI menurut Doddy juga mencatat, mata uang korona di Swedia melemah 4,8 persen, dolar Kanada keok lebih dari 4 persen, dan dolar Australia terjelembab sekitar 3,9 persen. Kemudian, poundsterling Inggris melemah hampir 3 persen, bahkan Norwegia yang dikenal sangat kaya juga kena dampak dan pelemahan hampir 2,5 persen

“Jadi seluruh mata uang dunia termasuk yang kita kenal mata uang negara kuat ikut melemah," tegasnya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya