Menjajaki Koalisi PKS-Demokrat

Kampanye PKS di Stadion Utama Gelora Bung Karno di Jakarta pada 2014.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA - Peta politik untuk Pemilihan Presiden 2019 masih cair, kendati sejauh ini nama yang muncul masih mengerucut pada dua figur saja, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto.

Softbank Batal Investasi di IKN, Fraksi PKS: Jangan Perbesar APBN

Nama pertama didukung oleh lima partai yaitu PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, dan Hanura. Sedangkan Prabowo Subianto sudah menyatakan siap mengemban mandat untuk maju sebagai capres dari Partai Gerindra, meski ia masih terkendala perolehan suara Partai Gerindra yang belum memenuhi syarat.

Di tengah situasi itu, salah satu partai yang selama ini menjadi mitra koalisi mereka, PKS, belum juga sepakat secara resmi untuk berkoalisi. Sebabnya, PKS menginginkan wakil presiden dari mereka. Itulah kenapa mereka menyodorkan sembilan nama kepada Gerindra. Akan tetapi partai berlambang burung Garuda tersebut belum memilih satu dari sembilan nama tersebut.

Kondisi itu membuat segala kemungkinan bisa terjadi. Misalnya, PKS meninggalkan Gerindra, dan menjalin koalisi dengan partai lain. Maka tidak heran bila mereka akhir-akhir ini merencanakan pertemuan dengan Partai Demokrat.

Baca: PKS Buka Kemungkinan Tinggalkan Gerindra dan Prabowo

Dicopot dari Wakil Ketua DPRD DKI, Begini Kata Abdurrahman Suhaimi

PKS-Demokrat

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengungkapkan Susilo Bambang Yudhoyono berencana bertemu dengan Presiden PKS Sohibul Iman pada akhir April ini. Kedua pimpinan partai politik itu rencananya akan membicarakan soal peluang koalisi dalam Pilpres 2019.

Bahkan, Syarief menyampaikan pertemuan keduanya itu seharusnya dilaksanakan pada minggu lalu tapi ditunda. Alasannya SBY sedang melakukan safari di Banten.

"Ya diperkirakan setelah acara di Banten, di atas tanggal 25 April," kata Syarief, Jumat, 20 April 2018, lalu.

Syarief menuturkan SBY dan Sohibul akan membicarakan soal masalah politik nasional. Kedua, tentang bagaimana nasib koalisi PKS-Demokrat ke depan.

Selain itu, terlepas dari masalah koalisi atau tidak, dia menegaskan bahwa komunikasi harus terus dijalin. Sejauh ini, lanjut dia, Demokrat juga berkomunikasi dengan partai pemerintah.

"Jadi pertemuan antara ketum-ketum partai itu sesuatu hal yang biasa saja. Terlepas apakah berkoalisi atau tidak," kata Syarief.

Susilo Bambang Yudhoyono dan Ani Yudhoyono dalam kampanye Khofifah-Emil

Menurutnya, pertemuan ini menjadi upaya Partai Demokrat agar bisa membangun koalisi seluas-luasnya. Sehingga Demokrat membuka diri untuk berkomunikasi.

"Dan setahu saya juga PKS belum secara resmi menyatakan koalisi dengan Gerindra. Jadi semuanya masih cair," kata Syarief.

Sementara itu, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan bahwa pembicaraan mengenai kemungkinan berkoalisi dengan Demokrat diawali pertemuan antara dirinya dan Syarief Hasan di DPP PKS pada Selasa, 17 April 2018, lalu. Saat itu, Syarief menyampaikan padanya ingin berdiskusi meneropong kemungkinan munculnya poros ketiga.

Sohibul menuturkan Pilpres 2019 dikhawatirkan menghadirkan segregasi sosial yang terlalu kentara jika hanya diikuti oleh dua paslon. Pemikiran itu lalu membuat kemungkinan memunculkan poros ketiga dipertimbangkan.

"Gagasan untuk memunculkan poros ketiga, saya kira bagus," ujarnya lagi.

Sohibul mengakui belum ada keputusan final dari pertemuannya dengan Syarief itu. Oleh karena itu, dia akan menggelar pertemuan lanjutan dengan SBY.

"Sebelumnya juga Pak SBY sudah menyatakan ingin bertemu, katanya begitu. Saya bilang oke, hari Ahad. Maksudnya kemarin ya hari Minggu (15 April 2018). Tapi katanya Pak SBY belum bisa," tuturnya.

Kemungkinan koalisi antara Demokrat dengan PKS atau partai-partai lain demi mengusung capres alternatif semakin menguat. Terlebih setelah SBY menyebut akan ada 'pemimpin baru.'

"Saya akan pasangkan nanti capres cawapres yang mengerti keinginan rakyat. Insya Allah nanti ada pemimpin baru yang amanah, cerdas dan memikirkan nasib rakyat banyak," kata SBY, di hadapan ratusan ulama, santri dan masyarakat Kota Cilegon.

Presiden PKS  Sohibul Iman.

Gerindra santai

Meskipun PKS mencoba berkomunikasi dengan Demokrat, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria, tetap yakin dan optimis partai berlambang padi dan bulan sabit kembar tersebut akan berkoalisi dengan Gerindra. Dia mengingatkan dalam politik partai memiliki fatsun (sopan santun) untuk saling menghormati dan menghargai.

Dalam hal ini, Gerindra tak bisa mengatur atau mengintervensi partai lain. Oleh karena itu, mereka mempersilakan semua partai untuk melakukan silturahmi, koordinasi, lobi-lobi.

"Siapa pun, termasuk Partai Demokrat. Kami yakin Demokrat dan SBY sekali pun mau ketemu dan lobi PKS dalam rangka silaturahim membangun komitmen yang sama untuk NKRI bangsa negara dan rakyat, kita yakin itu," kata Riza.

Apalagi, ia menambahkan, PKS selama ini sudah berhubungan baik dengan Gerindra. Sudah sama-sama di oposisi. Lalu mempunyai komitmen, kesamaan pandangan, dan kebersamaan yang panjang.

"Jadi kami tidak punya kekhawatiran yang berlebihan. Sekalipun PKS banyak dilobi oleh partai-partai, itu sah-sah saja. Kami punya keyakinan dan optimisme PKS juga tentu punya pandangan yang positif," kata Riza.

Menurutnya, kalau partai diundang partai lain maka pasti partai yang bersangkutan akan memenuhi undangan tersebut. "Kami sendiri juga sering bertemu dengan Demokrat kan, ketemu juga dengan partai-partai lain. Itu kan sesuatu yang biasa-biasa saja," kata Riza.

Pernyataan senada juga disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Partai Gerindra, Sodik Mudjahid. Dia meyakini PKS akan tetap berkoalisi dengan Gerindra pada Pilpres 2019 karena mereka punya visi dan komitmen yang sama, tinggal menyempurnakan beberapa kondisi saja.

Sodiq mengemukakan masa jelang penetapan capres merupakan momen yang sangat penting sehingga 1000 langkah akan dilakukan oleh pimpinan partai. Karena itu, mereka biasa saja melihat beragam manuver termasuk pertemuan Demokrat dengan PKS.

Baca: Fahri Hamzah Menduga Jokowi Tak Dapat Tiket ke Pilpres

Langkah kuda

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Adi Prayitno mengakui para elite politik termasuk petinggi PKS dan Demokrat sedang melakukan langkah kuda. Artinya, manuver mereka memang sulit dibaca secara mudah sehingga apa endingnya sulit diketahui.

"Saya selalu membacanya dinamis," kata Adi saat dihubungi VIVA, Senin, 23 April 2018.

Meskipun demikian, dari apa yang dilakukan PKS, dia melihat partai itu kini sudah mulai membuka hati untuk Demokrat. Alasannya adalah mereka tahu bila Gerindra tetap mengusung Prabowo maka kemungkinannya akan kalah dari Jokowi.

"Modifikasinya susah. Dari segi umur, elektabilitas yang turun, kemampuan logistik agak terbatas di 2019 ini," ujarnya.

Karena itu, dia menilai PKS bisa saja tidak setuju bila Gerindra memaksakan diri untuk mengusung Prabowo, karena sudah diketahui bakal kalah dari Jokowi. Oleh karena itu, mereka mulai membuka kemungkinan untuk mencari capres alternatif.

"Sekali pun bukan Prabowo yang penting menang," kata Adi.

Tapi Adi mengingatkan koalisi antara Demokrat dan PKS belum cukup untuk mengusung calon presiden. Mereka membutuhkan satu atau dua partai lagi misalnya PAN dan PKB agar memenuhi syarat presidential treshold atau ambang batas presiden.

Pada Pemilu 2014 lalu, PKS hanya mengumpulkan suara 8.480.204 (6,79 persen) atau 40 kursi, sedangkan Demokrat 12.728.913 (10,19 persen) suara atau 61 kursi. Bila ditotal, mereka hanya memiliki 101 kursi. Sedangkan syarat minimal adalah 112 kursi atau 20 persen. Oleh karena itu, mereka membutuhkan tambahan lagi misalkan PAN (49 kursi) atau PKB (47 kursi).

Untuk figur yang bisa mereka usung adalah Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan. Menurut Adi, dua sosok itu sudah masuk radar PKS, PAN, dan Demokrat. Gatot sendiri, katanya, pernah menjadi ajudan dari Pramono Edhie Wibowo.

"Kalau Gatot-Anies maka petahana susah," ujarnya.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Markas Kostrad Cilodong

Selain membuka hati ke Demokrat, Adi menilai PKS juga tengah meningkatkan daya tawar dengan Gerindra. Saat ini, PKS sudah mengajukan sembilan nama calon cawapres tapi digantung oleh Gerindra.

Sedangkan Gerindra sejauh ini mengatakan cawapres Prabowo harus yang memiliki elektabilitas tinggi. Sementara calon yang disodorkan PKS elektabilitasnya rendah. Menurutnya, itu sebagai bentuk sikap menolak secara tidak langsung.

"PKS tentu tidak mau cuma jadi pelengkap saja untuk Gerindra," kata dia.

Lantas bila akhirnya PKS menjalin koalisi dengan Demokrat, bagaimana nasib Gerindra? Menurut Adi, partai itu bisa saja bergabung ke partai pendukung Jokowi. Meskipun citra selama ini sebagai oposisi.

"Tidak ada kawan abadi dalam politik kecuali kepentingan," kata Adi mengingatkan.

Calon tunggal

Adi menambahkan sejauh ini ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi di Pilpres 2019 yaitu Prabowo melawan Jokowi, muncul calon dari poros alternatif sebagai penantang Jokowi, dan adanya capres tunggal. Kemudian saat ini masih ada sejumlah partai yang belum menyatakan sikap akan mendukung siapa yaitu Demokrat, PKS, dan PAN.

Adi juga melihat adanya potensi calon tunggal pada Pilpres 2019. Dia menangkap manuver Menkopolhukam Wiranto yang menemui SBY mengindikasikan hal itu.

Bisa saja Wiranto melobi SBY agar masuk ke koalisi pendukung Jokowi. Selain itu juga ada upaya dari Luhut Pandjaitan yang disebut-sebut menawarkan posisi cawapres kepada Prabowo.

"Pertemuan Wiranto dengan SBY bisa jadi sebagai bentuk kekhawatiran capres aternatif. Karena bila ada capres alternatif, kemudian pilpres dilakukan dua putaran, siapa pun bisa menang dan bisa kalah," kata Adi.

Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Padjajaran Idil Akbar juga melihat manuver PKS yang menjalin komunikasi dengan Demokrat sebagai bentuk meningkatkan daya tawar ke Gerindra. Hal itu terkait dengan sembilan nama kandidat cawapres yang mereka sodorkan pada Gerindra.

Dia juga melihat peluang terbentuknya poros baru tetap terbuka mengingat partai-partai seperti PKS, Demokrat, PAN dan PKB belum menentukan sikap. Di sini, SBY membaca situasi Prabowo yang walau sudah didukung Gerindra tapi belum didukung partai lain sehingga kondisinya masih belum stabil.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Dari sisi figur yang mungkin diusung koalisi tersebut, Idil menyebut beberapa nama seperti AHY, Gatot Nurmantyo, dan Anies Baswedan. Apakah pada akhirnya Gatot yang menjadi capres, menurutnya, butuh kerelaan dari SBY.

Idil menuturkan masih ada sekitar tiga atau empat bulan lagi sebelum masa pendaftaran capres-cawapres ke KPU. Partai-partai itu akan melihat capres dan cawapres mana yang memiliki elektabilitas terkuat sehingga keputusannya tetap mereka tentukan di last minute.

"Keputusan pragmatis akan diambil, siapa yang mampu bersaing secara rasional dengan Jokowi," tuturnya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya