Saat May Day Terasa Kampanye

Hari Buruh Internasional atau May Day di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Peringatan hari buruh Internasional atau May Day di Jakarta kini berbeda. Setelah melakukan aksi berupa tuntutan kepada Presiden Joko Widodo di depan Istana Negara, mereka kemudian bergerak ke Istora Senayan, Jakarta.

Pelaku Ancaman 'Bunuh Sultan' Ditangkap di Bogor

Tempat itu, menjadi sejarah penting karena di hari spesial ini para buruh mengumumkan dukungannya untuk Prabowo Subianto sebagai calon presiden mendatang. Aneh memang, karena bentuk dukungan secara terang-terangan ini baru pertama kali dilakukan di hari besar seperti May Day.

Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, dukungan terhadap Prabowo agar nantinya ada perwakilan buruh yang bisa duduk di pemerintahan. Mereka mengaku kecewa dengan Presiden Joko Widodo yang dianggap tidak pernah menyambut keberadaan kaum pekerja.

Seluruh Tersangka Demo May Day Bukan Asli Yogya

"Selama ini kami tidak pernah disambut oleh Presiden Jokowi, memang buat kami enggak penting. Yang penting adalah kami menyampaikan berbagai aspirasi kami mengenai upah, jaminan sosial, mengenai TKA, dan gaji," kata Rusi Selasa, 1 Mei 2018.

Rusdi mengatakan, dukungan terhadap ketua umum Partai Gerindra itu bukan tanpa alasan. KSPI juga mengajukan kontrak politik.

Tersangka Demo Anarki May Day di Yogya Jadi 12 Orang

Buruh dukung Prabowo jadi Presiden.

"Kita akan kawal terus karena ini bukan hanya kontrak politik, tapi meminta Prabowo agar kader terbaik kita jadi orang-orang terdekat di dalam kabinet untuk kawal kontrak politik yang kita lakukan. Entah itu Menaker atau Menko," ucapnya.

KSPI menilai Presiden KSPI Said Iqbal sebagai sosok yang tepat  mewakili mereka. Para buruh, lanjut dia, menunggu keberanian Prabowo menandatangani kontrak politik berisikan cabut Perpres Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan ternaga Kerja Asing (TKA), serta memberikan transportasi murah dan pendidikan gratis bagi buruh.

Mendapat dukungan yang sangat besar tersebut, Prabowo akhirnya datang ke deklarasi buruh yang mengusung dia menjadi calon presiden di Pilpres 2019 mendatang. Prabowo  didampingi sejumlah petinggi Partai Gerindra lainnya. Seperti Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Ferry Juliantono; Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani dan kader Gerindra lainnya.

Prabowo mengatakan siap memenuhi perjanjian yang dibuatnya dan perwakilan buruh. "Beberapa hari yang lalu, saya jumpa dengan pemimpin-pemimpin kalian. Dan mereka bertanya pada saya, apakah saya bersedia menandatangani sebuah perjanjian," kata dia.

Mantan Danjen Kopassus itu juga berikrar jika dipilih menjadi orang nomor satu di Indonesia maka akan mengedepankan kepentingan kaum buruh.

"Perjanjian apabila saya terpilih sebagai presiden, saya akan menjalankan kebijakan yang menyejahterakan rakyat dan kaum buruh. Dan mereka menyampaikan 10 tuntutan," ucap Prabowo.

Transaksi politik

Pakar komunikasi politik Silvanus Alvin mengatakan, dukungan serikat buruh ke Prabowo merupakan bentuk transaksi politik sebelum waktunya.

"Tidak beda seperti proses jual beli. Ada dukungan, ya ada jabatan. There is no such thing as free lunch," kata Silvanus.

Silvanus menjelaskan, hal itu dianggap wajar jika seluruh anggota serikat buruh tidak merasa keberatan. Dia juga menegaskan, serikat buruh bukan dikuasai KSPI saja.

"Hanya saja tetap disayangkan kalau partisipasi politik kita ini hanya jadi alat pemuas kepentingan pribadi individu tertentu," ujarnya.

Sejumlah buruh menggelar aksi Hari Buruh Internasional di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (1/5/2018).

Menurut dia, dari kalangan buruh juga tidak menutup kemungkinan ada yang tidak akan setuju dengan transaksi politik seperti yang dilakukan KSPI. Kontrak politik dengan Prabowo itu juga disebut bisa menimbulkan apatis.

"Sehingga ujung-ujungnya akan timbul sikap apati dari masyarakat. Terutama dari kalangan milenial," kata dia.

Jeritan Buruh

Berbeda dengan KSPI yang sibuk dengan urusan politik, serikat buruh lainnya konsisten dengan tuntutannya untuk memperjuangakan hak-hak anggotanya. Misalnya saja Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Ketua KSBSI wilayah Jakarta, Dwi Harto mengatakan May Day kali ini, masih banyak persoalan-persoalan perburuhan yang sifatnya normatif yang tidak dijalankan oleh para pengusaha-pengusaha zalim.

Dia pun menilai kebijakan-kebijakan pemerintah di tingkat daerah maupun pusat belum pro terhadap kaum buruh.

"Outsourcing manusia, buruh kontrak hingga saat ini masih menjadi hantu yang menakutkan bagi kaum buruh, di mana buruh tidak mempunyai masa depan yang jelas serta upah yang jauh dari layak," kata Dwi di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat.

Dia menambahkan, munculnya PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan membuat posisi buruh jadi lemah untuk memperjuangkan upah yang layak. Sementara terkait Perpres Nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA), Dwi mengaku, KSBSI belum bersikap, sebab, hingga saat ini masih mengkajinya.

Massa buruh menggelar aksi May Day di Jakarta

"Kami belum bersikap karena belum final. Kami harus melihat dulu perbedaannya dengan Perpres sebelumnya, era Pak SBY," ucapnya.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka yang juga Ketua Umum Konfederasi Pekerja Rakyat Indonesia (KPRI) ikut turun langsung dalam aksi May Day. Dalam kesempatan itu, Rieke Diah Pitaloka meminta kepada Presiden Joko Widodo agar segera mendorong perampungan Rancangan Undang-undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014.

"Ini adalah perwakilan dari pekerja pelayanan publik yang bekerja di semua sektor di seluruh Indonesia. Bersatu sukarelawan honorer kontrak PTT agar tetap non-PNS juga PHL semua yang tidak berstatus tetap bergabung dari seluruh nusantara bersama kami. Pada hari ini akan menyampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk secepat-cepatnya bisa diwujudkan," kata Rieke.

KPRI meminta agar Presiden Jokowi agar segera membentuk Badan Riset Nasional dalam melakukan kajian problematika industri yang dialami pengusaha dan buruh.

"Dalam negara industri ini kita memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjeknya. Jadi tidak sepotong-potong karena kami yakin tidak mungkin Indonesia maju tanpa industri yang maju, tidak mungkin buruh maju tanpa industri yang maju. Tidak mungkin industri maju tanpa buruh maju. Tidak mungkin industri kuat tanpa buruh yang kuat. Tidak mungkin buruh kuat tanpa industri yang kuat," ujarnya. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya