Mereka yang Berjaya di Pilkada Serentak Ketiga

Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut satu, Khofifah Indar Parawansa menunjukkan surat suara Pilgub Jatim
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA - Pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah pada Rabu 28 Juni 2018, telah selesai digelar. Sejumlah lembaga survei pun merilis hasil quick count atau penghitungan cepat mereka.

Pilkada Serentak di Sumut, Mendagri: Semua Siap

Hasilnya, kini mulai terlihat siapa yang akhirnya menjadi pemenang, sekaligus pihak yang kalah dalam pesta demokrasi tersebut.

Pada Pilkada serentak ketiga yang diadakan di Tanah Air ini, setidaknya ada lima daerah yang menjadi perhatian publik. Mereka antara lain, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

Demokrat Lawan Keluarga Ratu Atut di Pilkada Banten

Dari Pilkada yang digelar di tiga provinsi di Pulau Jawa, Jawa Barat menjadi daerah yang paling panas persaingannya. Di tanah Pasundan tersebut, ada empat pasang calon, yaitu Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum yang diusung oleh PPP, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. Kemudian, Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Partai Gerindra, PKS, PAN), Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (Partai Demokrat dan Golkar), serta Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan (PDIP).

Dari hitung cepat empat lembaga survei, dengan jumlah data mencapai 89 persen lebih, Ridwan-Uu (Rindu) memimpin perolehan suara. Hitung cepat LSI, Ridwan-UU mendapatkan 32,89 persen, Indikator 34,25 persen, Poltracking 31,85 persen, dan Indobarometer 32,19 persen.

Semua Petugas KPPS Pilkada 2020 Akan Jalani Rapid Test

Sedangkan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi yang sempat digadang-gadang akan memenangi Pilkada Jabar, atau setidaknya menjadi kompetitor kuat untuk Ridwan dan UU, justru ada di posisi ketiga. Mereka kalah dari Sudrajat-Syaikhu. Baca selengkapnya di sini.

Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut satu Ridwan Kamil (kiri) bersama istri Atalia Praratya (kanan) menunjukkan surat suara saat menggunakan hak pilih di Pilgub Jabar

Kedua adalah Jawa Tengah. Di daerah yang terkenal sebagai basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, pasangan Ganjar Pranowo dan Taj Yasin yang diusung PDIP, PPP, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Golkar, mendapat tantangan keras dari Sudirman Said-Ida Fauziyah yang diusung Partai Gerindra, PKS, PKB, dan PAN.

Selama empat bulan lebih melakukan kampanye, Sudirman-Said sepertinya akan memberikan kejutan terhadap pesaingnya tersebut. Maklum, publik tentu masih teringat kekalahan calon dari PDIP di Pilkada DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok dengan Djarot Saiful Hidayat dari Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang juga diusung Partai Gerindra dan PKS. Sayang sekali, kejutan tersebut ternyata tidak terjadi.

Setidaknya dari proses hitung cepat, Ganjar dalam posisi leading. Perolehan suaranya pun lebih dari 50 persen. Versi LSI, dengan suara masuk sebanyak 60 persen, Ganjar-Yasin memimpin dengan perolehan 58,13 persen, Indobarometer dengan data mencapai 76 persen, Ganjar-Yasin memperoleh suara 56,81 persen. Baca selengkapnya di sini.

Calon gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan istri saat nyoblos di TPS 2

Tidak kalah dari dua tetangganya di Barat itu, Jawa Timur juga bergolak. Sebabnya, dua calon yang secara kultural merupakan warga Nahdlatul Ulama, yakni Khofifah Indar Parawansa yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, dan Saifullah Yusuf yang akrab disapa Gus Ipul menggandeng Puti Guntur Soekarno, saling berebut kursi gubernur.

Khofifah-Emil didukung oleh Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Nasdem, PPP, PAN, dan Partai Hanura. Sedangkan Gus Ipul-Puti disokong PDIP, PKB, Partai Gerindra, dan PKS.

Setelah berbulan-bulan saling mengampanyekan keunggulan masing-masing dan tidak jarang ada saling sindir, bahkan serang, akhirnya siapa yang unggul dari pertarungan tersebut terlihat. Dari hitung cepat berbagai lembaga survei, Khofifah-Emil-lah yang keluar sebagai pemenang.

Quick count LSI dengan data masuk sebesar 96.5 persen, pasangan Khofifah-Emil unggul dengan 54,14 persen. Indikator, dari data suara yang masuk sebesar 94.33 persen, Khofifah-Emil meraih 53,8 persen. Poltracking, dengan data suara yang masuk 96.8 persen, Khofifah-Emil 54.53 persen. Baca selengkapnya di sini.

Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut satu, Khofifah Indar Parawansa menunjukkan surat suara Pilgub Jatim

Selain tiga provinsi di Pulau Jawa itu, dua daerah lain yang tidak kalah besarnya dalam segi persaingan politiknya adalah Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.

Di Sumatera Utara, terdapat dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah yang didukung PAN, PKS, Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Hanura, Partai Gerindra dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus yang didukung PDIP dan PPP.

Dari hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah keluar sebagai pemenang. Dari total suara yang masuk sebesar 50,67 persen, Indikator menyebut Eramas memperoleh 57,08 persen suara. Sedangkan LSI, mereka memperoleh 54,01 persen suara. Baca selengkapnya di sini.

Cagub Sumut Edy Rahmayadi menggendong seorang anak usai mencoblos di Pilkada

Kemudian, kedua adalah Sulawesi Selatan. Di provinsi itu, sebanyak empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur turut dalam kompetisi.

Mereka adalah Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman yang diusung oleh PAN, PDIP, dan PKS, lalu Nurdin Halid dan Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar diusung oleh Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, PKB, dan PKPI. Kemudian, Ichsan Yasin Limpo dan Andi Mudzakkar dari jalur perseorangan, serta Agus Arifin Nu'mang dan Tandribali Lamo diusung oleh Partai Gerindra, PBB, dan PPP.

Berdasarkan hasil hitung cepat, Rabu 27 Juni 2018, hingga pukul 13.45 WIB, pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman masih bertengger di urutan pertama, di mana hasil dari LSI sebesar 40,91 persen, Indikator 41,48 persen dan Indobarometer 43,18 persen. Baca selengkapnya di sini.

Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (kiri) Andi Sudirman Sulaiman (kanan)

Selanjutnya, reaksi mereka yang menang>>>

Reaksi mereka yang menang

Atas kemenangan yang diraih, Ridwan Kamil menyampaikan rasa syukurnya. Dia berterima kasih kepada semua pihak yang membantunya selama proses Pilkada Jabar tersebut.

Ia juga meminta, agar pendukungnya tak melakukan euforia berlebihan sampai ada pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia mengingatkan, agar pendukung tak melakukan pawai, karena sebaiknya tidak mendahului pengumuman formal.

"Kita tidak boleh mendahului, kita ini orang yang santun, taat syariat, taat aturan. Meski dari ilmu survei, dan quick count, tetapi belum resmi menjadi keputusan," katanya.

Sementara itu, di Jateng, Ganjar tidak terkejut dengan hasil penghitungan cepat yang memenangkan dirinya dan Taj Yasin. Selama ini, timnya termasuk PDIP terus memantau pergerakan elektabilitas.

Meski dia mengaku bahwa menjelang Pilkada, situasi memang makin bersaing antara kedua paslon. Tetapi, ia yakin, kemenangannya merupakan takdir yang sudah diatur oleh Allah yang maha kuasa.

Meskipun menang, Ganjar tidak bersikap sombong. Dia berencana segera mendatangi Sudirman Said dan Ida Fauziyah. Dia menyampaikan permintaan maaf pada pesaingnya dan pendukung mereka bila ada kata-katanya yang tidak pas.

Hitung Cepat Surat Suara Pilkada Jabar

Senada, Khofifah juga mengucapkan syukur atas kemenangannya di Pilkada Jawa Timur ini. Tetapi, dia tetap akan menunggu penghitungan resmi dari KPU Jatim, sekaligus meminta para pendukungnya untuk menahan diri.

Di Sumatera Utara, Edy Rahmayadi bersumpah dengan nama Allah SWT akan memenuhi, menjalankan amanah dari rakyat dan menunaikan semua janji-janjinya. Begitu juga, Nurdin Abdullah, di Sulawesi Selatan, dia bersyukur kepada Allah atas hasil hitung cepat yang memenangkannya.

"Dari awal saya tidak ambisi untuk berkuasa, tetapi saya ingin berkontribusi untuk Sulawesi Selatan," katanya.

Berikutnya, pengaruh Pilkada Serentak 2018 terhadap Pemilu>>>

Pengaruh Pilkada Serentak 2018 terhadap Pemilu

Sejumlah pihak memiliki tanggapan yang beragam atas kemenangan yang diraih para calon di Pilkada serentak itu. Seperti misalnya Sekretaris PDIP, Hasto Kristiyanto, yang menyebut ada beberapa faktor sebagai penyebab kemenangan pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul di Jabar.

Salah satunya adalah saat berkampanye, dia menyebut Ridwan sering mengenakan baju berkelir merah, warna kebesaran PDIP. Hal itu menggerus suara pasangan yang mereka dukung, yaitu T.B Hasanuddin-Anton Charliyan.

Meski demikian, Hasto mengakui, wilayah Jawa Barat memang sulit dimenangkan. Apakah hasil ini akan memengaruhi posisi mereka di Pileg dan Pilpres 2019? Dia hanya berharap, suara sekitar 14 persen atas hasil hitung cepat bisa dipertahankan sebagai modal di pileg dan pilpres tahun depan tersebut.

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto (tengah)

Hasto mengatakan, dalam beberapa pengalaman pemilihan gubernur tak bisa langsung menggambarkan situasi nyata, begitu juga pada saat pemilihan umum. Menurutnya, situasi berbeda bisa saja berubah, ketika pelaksanaan pemilihan legislatif atau presiden di wilayah tingkat satu dan dua.

"Dari aspek kabupaten kota, kami targetkan 52 persen. Sehingga, di tingkat kabupaten kota masih dilakukan proses pencermatan, karena seluruh perhatian publik ada pada pilgub," ujarnya.

Belum diketahui secara pasti pengaruh dari hasil Pilkada Serentak 2018 terhadap pemilu, khususnya Pilpres 2019. Namun setidaknya, bagi Partai Gerindra dan PKS, dua partai yang getol mengampanyekan gerakan 2019 Ganti Presiden itu bisa mulai mengevaluasi diri, karena dari pemilihan gubernur di Pulau Jawa, daerah dengan pemilih terbesar di Tanah Air, tidak ada satu pun calon yang mereka usung keluar sebagai pemenang.

Begitu juga dengan partai lainnya. PDIP sebagai partai utama pengusung Joko Widodo di Pilpres 2019, juga berniat untuk menghitung ulang koalisi pascakeluarnya hasil Pilkada 2018. Meskipun mereka tetap optimistis menyongsong puncak kontestasi politik tahun depan.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, Pilkada memang bisa disebut berkaitan dengan Pilpres langsung, tetapi bisa juga tidak. Sebab, dalam Pilkada yang dipilih kandidatnya bukan partainya.

Apakah secara otomatis partai yang menang besar di Pilkada akan menang juga di pemilu legislatif? Menurut SBY, hal itu tidak selalu terjadi.

SBY dan Bu Ani bersama AHY dan Ibas di acara Partai Demokrat.

Namun, bila calon dari suatu partai, termasuk Partai Demokrat menang, Presiden ke-6 RI itu menyebut partai itu mendapat tambahan kekuatan moril. Karena itu, mesin-mesin politik partai harus tetap berakselerasi untuk mempersiapkan diri di gelaran Pilpres tahun depan.

"Tetapi, kalau banyak yang menang, tidak berarti sudah selesai dan pasti pemilu tahun depan Demokrat juga akan sukses, tidak boleh begitu, kami akan berjuang habis-habisan," kata SBY.

Terlepas dari korelasi Pilkada 2018 ke Pemilu 2019, tingkat kesadaran politik masyarakat di 10 provinsi yang menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2018, tercatat sangat baik.

Data yang diperoleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI), jumlah partisipasi pemilih atau Voter Turnout (VTO) ada pada kisaran 60 persen. Kabar itu tentu menggembirakan bagi demokrasi Indonesia, yang segera melaksanakan pagelaran akbar sebesar Pileg dan Pilpres tahun depan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya