Membentengi Bumi dari Tiga Asteroid

Ilustrasi Asteroid.
Sumber :
  • www.pixabay.com/TBIT

VIVA – Batu raksasa tengah mendekat ke Bumi. Bahkan, saking dekatnya bisa dilihat dengan mata telanjang alias tanpa menggunakan teleskop.

Bumi Punya Tameng Langit

Batu raksasa atau asteroid yang diketahui bernama Vesta ini merupakan terbesar keempat di Tata Surya.

Tiga asteroid lainnya yaitu Cerres, Pallas dan Juno. Asteroid Vesta akan menerangi langit malam sampai 16 Juli mendatang.

Ngeri, Asteroid Besar Meledak di Atas Ibu Kota

Informasi saja, total luas permukaan Vesta adalah 800 ribu kilometer persegi atau kira-kira sama dengan luas Pakistan yang mencapai 796.095 km persegi.

Besarnya Vesta juga hampir empat kali lebih luas dari Inggris yang mencapai 242.495 km persegi. Mengutip situs Metro, Kamis, 28 Juni 2018, nama Vesta memiliki arti dewi perapian dan rumah tangga dalam mitologi Romawi.

Manusia Bisa Hidup di Planet Selain Bumi karena AI

Vesta merupakan salah asteroid yang mudah dilihat karena memiliki permukaan yang memantulkan lebih banyak cahaya daripada Bulan.

Meski bisa dilihat dengan mata telanjang, namun jika ingin mendapatkan tampilan terbaik harus menggunakan teleskop. Karena, Vesta akan terlihat sebagai titik kekuningan di langit.

"Vesta adalah salah satu rentang kecerahan terbesar yang diamati pada setiap bebatuan di Tata Surya kita. Bahan-bahan terang tampak seperti batu asli, sementara material gelap diyakini telah disimpan oleh asteroid lain saat menabrak Vesta," demikian pernyataan resmi Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA.

NASA memperkirakan sekitar 300 asteroid gelap dengan diameter satu hingga 10 kilometer (0,6 hingga 6 mil) menghantam Vesta selama 3,5 miliar tahun terakhir. Hal ini sudah cukup untuk membungkus Vesta dalam selimut material setebal tiga hingga tujuh kaki (satu hingga dua meter).

Potensi bahaya asteroid

Bukan kali ini saja asteroid mendekati Bumi. Menilik sedikit ke belakang, pada awal tahun ini, tepatnya 18 Januari, asteroid raksasa yang lebih besar dari bangunan tertinggi di dunia, Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, meluncur melewati Bumi sekitar dua minggu.

Menurut Daily Mail, Asteroid AJ129 2002 ini digolongkan sebagai asteroid 'berpotensi berbahaya' oleh NASA dan akan terbang melewati kecepatan 67 ribu mph (107.826 km/jam), serta berada dalam jarak 4,6 juta mil (7,4 juta km) dari Bumi.

Kecepatan ini diklaim 15 kali lebih cepat daripada pesawat berawak tercepat di dunia, X-15 buatan AS, yang memiliki kecepatan hipersonik atau mampu menempuh jarak 4.520 mph (7.300 km/jam).

Asteroid tersebut melewati Bumi pada 4 Februari pada jarak yang relatif dekat dengan Bumi, yakni sekitar sekitar 2.615.128 mil (4.208.641 km). Untuk diketahui, jarak antara Bumi dan Bulan adalah sekitar 238.855 mil (384.400 km).

AJ129 2002 juga tercatat sebagai asteroid terbesar yang melewati Bumi pada tahun ini. Andaikata asteroid tersebut menabrak Bumi, maka secara cepat bisa berubah menjadi layaknya zaman es di lampau.

Untungnya, asteroid tersebut tidak menabrak Bumi. Lalu, pada 9 Februari, NASA memprediksi akan ada asteroid sebesar ikan paus melintas di dekat Bumi. Jarak lintasannya lima kali lebih dekat dibanding jarak Bulan ke Bumi.

Asteroid bernama 2018CB itu akan melintas dalam jarak 64 ribu km dari Bumi dengan ukurannya 15 sampai 40 meter. Namun NASA mengumumkan bahwa asteroid ini tak membahayakan Bumi.

Peristiwa Chelylabinsk

Manajer Pusat Penelitian Obyek Dekat Bumi Laboratorium Jet Propulsi NASA, Paul Chodas mengatakan, asteroid sebesar ini tak biasanya mendekat ke Bumi. Kalau pun mendekat hanya satu atau dua kali dalam satu tahun.

Kendati sangat kecil ukurannya, tapi, kata Chodas, Asteroid 2018CB bisa lebih besar dibanding asteroid yang masuk ke atmosfer Chelyabinsk, Rusia, pada 2013 lalu.

"Peristiwa Chelylabinsk terjadi saat sebuah meteor berukuran panjang 17 meter masuk menghantam kawasan Pegunungan Ural," ungkap Chodas, seperi dikutip dari News.com.au.

Ia melanjutkan, ketika asteroid tersebut meledak di atmosfer, gelombangnya membuat 7.200 bangunan rusak, di mana sebagian besar merusak kaca dan melukai 1.500 orang.

Delapan hari kemudian atau 17 Februari, lagi-lagi sebuah asteroid berukuran raksasa sedang bergerak menuju Bumi. Kali ini, NASA mengklaim asteroid tersebut akan membahayakan kehidupan di Bumi. Batuan ruang angkasa tersebut diyakini memiliki lebar hingga 470 meter.

Mengutip Space.com, NASA menamai obyek asing tersebut "2017 VR12" dan terdaftar di situs "Earth Close Approach". Jika gambaran mengenai ukuran asteroid itu benar adanya, maka ada kemungkinan luas permukaannya mencapai 55 hektare.

Gagal panen

Ukuran ini jauh lebih besar dari kediaman resmi Ratu Inggris Elizabeth II di Buckingham Palace, London, Inggris, yang luas bangunannya hanya sekitar 19 hektare dan kebunnya 40 hektare.

2017 VR12 melesat dengan kecepatan sekitar 14.092 mil per jam dalam radius sekitar empat kali jarak antara Bumi dan Bulan, atau 897.161 mil.

Penyidik NASA, Dante Lauretta, memprediksi bahwa asteroid tersebut tidak akan menghantam Bumi. Apabila terjadi, asteroid ini akan melepaskan energi lebih banyak daripada semua senjata nuklir yang pernah diledakkan sepanjang sejarah manusia.

"Dampaknya adalah kawah seluas lebih dari dua mil akan tercipta dan membunuh jutaan orang bila jatuh di daerah padat penduduk," tegas Dante.

Peneliti dari Pusat Penelitian Atmosfer Nasional di Colorado, Amerika Serikat, Charles Bardeen menambahkan, batuan luar angkasa dengan luas lebih dari satu kilometer mampu membuat kebakaran hutan akibat membuang debu dan abu dalam jumlah besar ke udara.

Selain itu, sisa-sisa batu antariksa itu tetap 'menempel' pada atmosfer selama 10 tahun, sehingga akan menghalangi sinar Matahari.

"Skenario terburuk ini bisa membuat suhu di Bumi turun dan kemungkinan besar sektor pertanian akan mengalami gagal panen selama bertahun-tahun," katanya, mengingatkan.

Superfireball

Selain berukuran raksasa, ada pula asteroid lebih terang yang terbang mendekat ke Bumi. Minggu, 3 Juni 2018, sebuah asteroid melewati langit Indonesia dari wilayah timur.

Asteroid ZLAF9B2 yang berdiameter 2 sampai 5 meter dan massa 240 ton itu pada Sabtu malam 2 Juni 2018 pukul 22.00 sampai 22.30, melintasi langit Pulau Irian sampai Pulau Sumba.

Astronom amatir, Ma'rufin Sudibyo menjelaskan, dia dan penikmat astronomi sebelumnya telah memprediksi asteroid ZLAF9B2 bakal jatuh di wilayah Indonesia bagian tengah-timur.

Namun perkiraan mereka meleset. Asteroid ZLAF9B2 ternyata jatuh di Botswana Afrika pukul 23.44 WIB atau sejam lewat hampir 15 menit setelah melintas terakhir di atas langit Pulau Sumba.

"Sebelum jatuh ke Bumi, tepatnya ke atmosfer Bumi, asteroid menjadi superfireball atau superboloid," ujar Ma'rufin kepada VIVA. Ia mengungkapkan, asteroid ini ditemukan astronom beberapa jam sebelum jatuh ke Bumi.

Sistem Catalina Sky Survey yang bermarkas di Amerika Serikat mendeteksi batu antariksa ini. "Namun karena profil orbitnya belum jelas pada saat itu ditambah prakiraan bakal jatuh di Indonesia bagian tengah-timur, maka ada kesalahan. Asteroid tak terlihat," jelasnya.

Ma'rufin mengungkapkan, berdasarkan laporan ke American Meteor Society (AMS) tentang ketampakan superfireball asteroid tersebut. Terangnya selama 2 detik dan diprakirakan melebihi Matahari, dengan prakiraan magnitudo visual -27 pada saat itu.

"Tidak terdengar suara dentuman dan disusul terlihatnya jejak asap (trail) sepanjang 10 derajat selama beberapa saat kemudian," tutur dia.

Jatuh di Afrika

Masih di hari dan tanggal yang sama, sebuah asteroid diketahui tiba-tiba menerangi langit di atas Botswana, Afrika. Kejadian itu pada Sabtu petang.

Para ilmuwan dari NASA menemukan benda luar angkasa itu setinggi enam kaki hanya beberapa jam sebelum mencapai Bumi. NASA lalu melacak 90 persen benda-benda dekat Bumi yang berdiameter lebih dari 460 kaki atau sekitar 150 meter.

Asteroid yang baru saja jatuh di salah satu negara Afrika ini dilabeli 2018 LA oleh Catalina Sky Survey di Arizona, AS.

Ilmuwan NASA menyadari bahwa asteroid berada di jalur tabrakan dengan Bumi namun bisa memprediksi beberapa lokasi jatuhnya di Bumi, seperti dikutip situs Gizmodo.

Asteroid 2018 LA memasuki atmosfer dengan kecepatan sekitar 38 ribu mil per jam pada pukul 18.44 waktu Botswana, menciptakan bola api. Meski 'kedatangan' asteroid ke Bumi tanpa peringatan, bukan berarti tidak membuat kerusakan.

Hingga kini, para ilmuwan terus mengembangkan teknologi yang dapat menangkal atau membelokkan asteroid yang mengarah ke Bumi.

Tangkal asteroid

Hal ini merupakan langkah antisipasi terbaik untuk mencegah bencana yang mungkin terjadi di masa depan. Salah satu langkah nyata yang dilakukan yaitu Gedung Putih, NASA, dan Federal Emergency Management Agency (FEMA), membahas mitigasi bencana asteroid.

Hal tersebut berlangsung pada Kamis, 21 Juni 2018, seperti dikutip dari NBC News. Pembahasan ini ditempuh sebagai bagian pembahasan atas rencana NASA membelokkan asteroid yang menghantam Bumi.

“Dampak asteroid merupakan skenario yang mungkin harus kita siapkan," kata Pimpinan National Response Coordination Branch FEMA, Leviticius Lewis.

Rencana NASA untuk membelokkan asteroid itu tertuang dalam laporan terkini The White House Office of Science and Technology Policy yang berjudul National Near-Earth Object Preparedness Strategy and Action Plan.

Dokumen berisi 18 halaman itu menguraikan langkah-langkah NASA dan FEMA pada 10 tahun mendatang. Lewis mengatakan, diperlukan persiapan khusus dan matang untuk menjalankan misi itu.

Sebab, terdapat konsekuensi yang tinggi pada proses pembelokkan itu. "Rencana ini bukan hanya untuk berburu asteroid berbahaya, namun juga memprediksi dampak yang mengancam di masa depan dan efek potensial yang muncul di Bumi," papar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya