'Melompat' ke Jokowi, Apa yang Dicari

Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi, bersama Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Muhammad Zainul Majdi, yang juga akrab disapa Tuan Guru Bajang alias TGB, sempat menjadi salah satu nama yang direkomendasikan Persaudaraan Alumni 212 sebagai calon presiden 2019. Namanya masuk bersama dengan nama-nama besar lainnya seperti Habib Rizieq Shihab, Prabowo Subianto, Yusril Ihza Mahendra, dan Zulkifli Hasan.

Dianggap Bukan Lagi Kader PDIP, Zulhas: Rumah Pak Jokowi dan Gibran Namanya PAN

Masuknya TGB dalam rekomendasi PA 212 ini tidaklah mengherankan. Gubernur Nusa Tenggara Barat ini adalah salah satu tokoh yang pernah ikut aksi bela Islam saat masa demonstrasi menuntut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjara akibat menistakan ayat Alquran.

Selain itu, TGB juga dikenal sebagai figur Islami. Dia merupakan lulusan universitas Islam yang terkemuka di dunia yaitu Universitas Al Azhar Mesir dan hafal Alquran.

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Sementara PA 212 adalah perkumpulan yang pada awalnya didasari gerakan-gerakan bela Islam tersebut. Gerakan tersebut tampil sebagai oposisi pemerintahan Joko Widodo yang cenderung membela Ahok, calon Gubernur DKI Jakarta petahana ketika itu yang disokong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai tempat mantan Wali Kota Solo itu bernaung.

Sejumlah kelompok Islam dan kalangan oposisi pemerintahan Jokowi pun menilai TGB masuk dalam kubu mereka. Namun, beberapa waktu belakangan ini, publik dibuat terkejut.

MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Jokowi Ajak Semua Bersatu Bangun Bangsa dan Hadapi Geopolitik

Pria kelahiran Pancor, Selong, NTB, 31 Mei 1972 itu berbalik arah. Dia justru mendukung Joko Widodo pada Pilpres 2019. TGB menyatakan Jokowi butuh dua periode untuk melanjutkan pembangunan yang sudah dilakukan.

Presiden Jokowi berfoto bersama TGB saat kunjungan ke NTB beberapa waktu lalu

Namun, TGB ternyata bukan orang pertama yang awalnya menjadi oposisi atau setidaknya bersikap kritis, kemudian berbalik mendukung Jokowi. Sejumlah tokoh yang sebelumnya berseberangan dengan Jokowi belakangan juga merapat ke Istana.

Misalnya saja Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesoedibjo. Bos MNC Grup yang rajin mengkritik Jokowi ini belakangan malah mendukung Jokowi. Kemudian ada Ali Mochtar Ngabalin yang dulu merupakan pembela Prabowo Subianto, namun sekarang berada di lingkaran Istana dan menjadi salah satu yang terdepan dalam membela Jokowi.

Dinamika Politik

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar menilai fenomena TGB, HT, Ngabalin dan lain-lainnya ini adalah bagian dari dinamika politik.

"Inilah politik. Karena politik kaitannya dengan kepentingan. Mungkin ada orang-orang tersebut yang mengubah haluannya. Apa kepentingannya mereka sendiri yang tahu," kata Idil saat dihubungi VIVA, Selasa, 10 Juli 2018.

Meskipun demikian, Idil tidak menutup kemungkinan mereka benar-benar pindah karena rasionalitas terhadap kinerja Jokowi. Dalam arti, mereka menyadari Jokowi berhasil selama menjalankan pemerintahannya.

"Kedua bisa jadi secara idealis pemahamam mereka terhadap konteks kerja Jokowi," kata dia.

Ali Mochtar Ngabalin

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan masing-masing dari orang-orang itu memiliki catatan dan alasan sendiri. Tapi yang jelas, menurutnya, kepindahan mereka demi menjaga kepentingan mereka masing masing.

Khusus untuk figur seperti HT dan TGB, apakah bisa disebut mencari aman, karena keduanya memiliki bumbu-bumbu kasus hukum? Hendri tidak sependapat.

"Enggak juga. Tapi mereka memang punya kepentingan pribadi. HT mungkin membesarkan partai, TGB supaya NTB tetap bisa membangun," kata dia.

Permainan Sandiwara

Sementara itu, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai fenomena itu sebagai cacat bawaan dari demokrasi di Indonesia yang menganggap ideologi politik tak penting. Padahal, ideologi menjadi sesuatu yang prinsipil politik untuk mengukur konsistensi dan keajegan sikap seseorang. Akhirnya demokrasi hanya menyuguhkan praktik politik yang sumir, main-main dan penuh kepura-puraan.

"Kejadian pindah haluan yang begitu cepat ini di luar batas logika normal. Hari ini saling menegasi esok saling berangkulan," kata Adi.

Kedua, lanjut Adi, loncat dukungan semacam ini adalah sebagai bagian dari efek buruk sistem politik yang cair dimana sekat-sekat politik nyaris tak ada. Perbedaan itu hanya mengeras saat pemilu saja, setelah itu semua merapat pada calon pemenang.

"Lihat saja hasil pilpres 2004 hingga sekarang, partai yang semula bermusuhan kemudian berlomba-lomba loncat pagar merapat pada penguasa," kritik dia.

Ketiga, Adi berpendapat mestinya bangsa Indonesia belajar dari negara-negara lain yang demokrasinya lebih maju dimana konsistensi seorang politisi terjaga dengan baik. Bukan cepat pindah haluan tergantung arah mata angin yang berhembus.

"Jika begini adanya, kita jangan pernah berharap persaingan ideologis antar calon serius adanya. Yang ada hanya permainan sandiwara politik belaka," tuturnya.

Keluar dari ‘Jalan Allah

Sejumlah pihak langsung bereaksi atas manuver orang-orang yang dulu kritis dan kini merapat ke Jokowi seperti TGB tersebut. Salah satunya adalah Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional, Amien Rais.

Amien menilai sikap TGB yang tiba-tiba menyatakan mendukung Jokowi, cukup membingungkan. Sebab, Amien mengklaim, posisi yang selama ini ditempati TGB merupakan jalan yang benar sesuai hidayah Allah.

Menurut Amien, tak ada cara lain untuk mengembalikan TGB ke posisi yang dianggap Amien benar, selain mendoakan TGB kembali. Dan Amien Rais mengajak orang-orang yang sepaham dan satu posisi dengannya untuk tetap bertahan dan tak meniru TGB.

"Saudara-saudaraku, akhir-akhir ini, kita melihat sebagian umat, bahkan sebagian tokoh, membingungkan kita, karena berpindah posisi, dari posisi yang kita anggap sudah benar, sesuai dengan hidayah Allah, tiba-tiba pindah ke posisi lain yang membuat kita agak bertanya-tanya," kata Amien.

"Nah untuk mereka, kita doakan mudah-mudahan mereka kembali ke jalan hidayah, jalan yang dibimbing oleh Allah. Sementara kita sendiri, kita bentengi agar kita tidak ikut-ikutan, dengan doa ayat 8 surat Ali ‘Imran," lanjut mantan Ketua MPR tersebut.

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Madji

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai dukungan Hary Tanoe dan Partai Perindo ke Jokowi sekitar satu tahun yang lalu sah-sah saja. Namun, dia menyinggung-nyinggung soal tekanan, dan hukum yang dijadikan alat merangkul atau menekan.

"Tekanan macam-macam termasuk persoalan-persoalan yang menyangkut hukum, hukum bisa dijadikan satu alat untuk menekan partai politik dan juga sekaligus merangkulnya. Dan saya kira ini akan membahayakan demokrasi karena dijadikan alat gitu bagi hal-hal seperti itu," kata Fadli.

Fadli mengibaratkan situasi sekarang itu seperti stick and carrot (kayu dan wortel). Bagi pihak yang tidak nurut dikasih stick, tapi bagi yang mau dikasih carrot.

"Saya kira ini adalah cara-cara kekuasaan ketimbang cara-cara menegakkan hukum," kata Fadli.

Punya Kepentingan

Komentar bernada sebaliknya dikemukakan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia menganggap sikap TGB yang mendukung Jokowi sebagai amunisi baru untuk mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat dua periode, TGB dinilai dapat memperkuat barisan pendukung Jokowi di luar partai koalisi.

Tapi JK sepakat bahwa motif TGB didasari oleh kepentingan. Dia menyampaikan bahwa situasi politik itu kerap berubah-ubah apalagi TGB yang merupakan kader Partai Demokrat tentu punya kepentingan atas dukungannya tersebut.

"Politik itu kan bisa berubah-ubah. Tapi yang tak berubah itu kepentingan," ujarnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menilai sikap TGB merupakan bentuk sebuah penghargaan dan apresiasi kepada pemerintah. Dan Jokowi mengatakan keputusan itu berdasarkan rasionalitas yang bersangkutan.

Senada, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga menganggap apa yang dilakukan oleh Gubernur NTB itu suatu hal yang baik. Menurutnya, TGB memberikan dukungan kepada kepemimpinan Jokowi juga bukan hanya pilihan rasional, tapi juga melihat kebutuhan bangsa dan negara ini. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya