Menebak Pendamping Jokowi

Presiden Joko Widodo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Kurang dari sebulan jelang pendaftaran calon presiden dan wakil presiden 2019, dinamika politik masih cair. Meski sinyal sudah mengerucut, figur calon wakil presiden sebagai pendamping Joko Widodo masih menjadi teka-teki.

Pembangunan 1 Kota IKN Vs 40 Kota, Apa Rugi dan untungnya?

Pernyataan politik Jokowi sebagai Presiden RI petahana yang sudah mengantongi nama pendampingnya dan tinggal diumumkan seperti melempar misteri. Terakhir, eks Gubernur DKI itu menyebut calon pendampingnya mengerucut tinggal lima nama.

Publik penasaran nama cawapres yang sudah dikantongi Jokowi. Elite politik dari barisan pendukung Jokowi seperti mengalami dilema menanti pengumuman penting.

5 Poin Penting Kunjungan Jokowi ke Afrika

Setahun terakhir atau sejak pertengahan 2017, Jokowi laris dapat dukungan untuk maju kembali sebagai bakal capres 2019. Setidaknya lima partai sudah mendeklarasikan dukungan Jokowi maju nyapres untuk periode kedua.

Selain Golkar, ada Nasdem, Hanura, PPP, dan PDIP yang mendeklarasikan dukungan ke Jokowi. Ada juga dukungan dari partai nonparlemen seperti Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Rocky  Gerung Seorang Republikan

Di balik deklarasi dukungan tersebut tersirat kepentingan partai dengan mengajukan kadernya sebagai cawapres Jokowi. Ada PPP yang mendorong Ketua Umumnya, Romahurmuziy alias Romy. Lalu, Golkar dengan mengajukan Airlangga Hartarto yang tak lain merupakan Ketua Umum partai berlambang Beringin itu. Kemudian, Hanura dengan mengajukan pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina Wiranto.

Presiden Joko Widodo

Presiden RI Joko Widodo

Baca: Jokowi: Cawapres Mengerucut Jadi Lima

Dilema partai pendukung Jokowi terjadi bila pilihan cawapres Jokowi berasal dari profesional atau nonparpol. Selain itu, jika Jokowi memilih pendampingnya dari luar parpol pendukung koalisi.

"Opsi ini harus kompromistis untuk menghindari kecemburuan politik partai pendukung. Problemnya, apa mungkin parpol koalisi menyediakan red carpet buat profesional atau dari luar koalisi," ujar analisis politik Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, kepada VIVA, Rabu, 11 Juli 2018.

Daftar cawapres Jokowi yang sudah mengerucut diakui berasal dari tiga sumber. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, menyebut tiga sumber itu berasal dari kader PDIP, parpol koalisi dan luar parpol koalisi.

Baca: Bocoran Cawapres Jokowi, Seorang Teknokrat

Isyarat elite PDIP figur pendamping Jokowi berasal dari profesional, eks Jenderal TNI/Polri, pimpinan parpol. Namun, hal ini juga masih dinamis dan belum bisa dipastikan.

"Yang pertama cawapres dari internal PDIP, kedua dari parpol lain, ketiga dari luar PDIP dan luar koalisi parpol pengusung. Artinya, profesional, agamawan, militer, polisi, dan sebagainya," kata Basarah di gedung DPR, Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.

Jokowi-Jusuf Kalla Naik Andong ke Istana Merdeka

Ilustrasi foto dukungan Jokowi-JK di Pilpres 2014

Potensi di Saat Akhir

Dinamisnya politik jelang pendaftaran pilpres diperkirakan akan sampai 10 Agustus 2018. Sebab, tanggal tersebut merupakan batas akhir pendaftaran koalisi partai untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Jangan-jangan Pak Jokowi juga akan mengambil momentum mengumumkan dan mendaftarkan diri pada 10 Agustus pukul 23.59 misalnya. Kita lihat nanti siapa yang dipilih Pak Jokowi pada waktu yang tepat," jelas Basarah.

PDIP sudah menyiapkan strategi agar koalisi pendukung Jokowi solid hingga tahapan Pilpres 2019 berlangsung. Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Krtistiyanto mengklaim pihaknya berpengalaman dalam menyolidkan koalisi. Hal ini merujuk Pilpres 2014 ketika Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Hasto mengibaratkan dinamika saat ini hampir sama dengan Pilpres 2014. Saat itu, menurut dia, banyak figur yang didorong menjadi cawapres Jokowi. Namun, akhirnya semua rela ketika JK yang menjadi pendamping pilihan Jokowi.

"Jadi, kita punya pengalaman panjang di situ. Itulah yang bakal menjadi bekal optimisme bahwa mereka yang sudah mendukung Jokowi akan selalu bersama-sama," tutur Hasto.

Utak-atik Nama

Megawati dan Jokowi bertemu di Istana Batu Tulis, Bogor.

Foto: Jokowi dan Ketum PDIP di Istana Batu Tulis, Bogor.

Sebagai presiden petahana, figur pendamping Jokowi tentu menarik perhatian. Kemunculan nama-nama seperti Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin, Menteri Keuangan Sri Mulyani, hingga eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dinilai bisa menggerus tokoh politik yang selama ini digadang-gadang juga masuk bursa cawapres Jokowi.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio menilai Jokowi membutuhkan pendamping yang seharusnya kuat dari aspek religius atau agama. Artinya, cawapres Jokowi dianggap perlu dari tokoh yang dekat dengan umat Islam.

"Jokowi kalau dari survei kami, butuh cawapres yang dekat dengan umat Islam, dari santrilah anggapannya. Selama ini Jokowi dicap rendah dalam kedekatan dengan umat Islam," ujar Hendri kepada VIVA, Rabu, 11 Juli 2018.

Hendri merincikan analisisnya berdasarkan hasil survei terakhir pihaknya. Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang Zainul Majdi menempati posisi tertinggi untuk aspek santri dengan 34,1 %. Selanjutnya, ada Romahurmuziy (27 %), Cak Imin (22,9 %), dan Mahfud MD (7%), Dien Syamsudin (6,1 %), serta Said Aqil Siradj (2,9 %). "Tokoh-tokoh ini dianggap pas kalau dari kalangan santri," papar Hendri.

Terkait kemunculan nama lain seperti Sri Mulyani dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dinilai sebagai dinamika jelang pendaftaran pilpres. Namun, nama-nama ini tak bisa disepelekan bila benar masuk daftar nama yang sudah dikerucutkan. Apalagi melihat dinamikanya bila koalisi Jokowi diprediksi akan mengumumkan pada last minutes.

"Ya ini mungkin karena memang strategi politik. Kita enggak tahu lima nama itu kan. Mungkin last minutes itu waktu vital kayak Pilpres 2014 yang muncul JK kan," sebut Hendri.

Baca: Mahfud MD Muncul, PKB Diramal Batal Dukung Jokowi

Namun, memang kondisi Pilpres 2014 tak bisa disamakan dengan Pilpres 2019. Sebab, saat ini Jokowi berstatus sebagai presiden petahana. Ia harus bisa menentukan pilihan pendamping untuk menggenjot elektabilitasnya.

"Jokowi kan incumbent, enggak gampang nemuin pendamping yang pas. Tapi, juga koalisi parpol pendukung Jokowi harus solid, jangan pecah kalau misalnya enggak sesuai harapan," tutur Hendri.

Jokowi-Jusuf Kalla Naik Andong ke Istana Merdeka

Foto: Jokowi-JK diarak dengan andong menangkan Pilpres 2014.

Kongsi Pecah

Penentuan nama figur cawapres dinilai menjadi persoalan pelik bagi koalisi pendukung Jokowi. Faktor pertama karena pendamping Jokowi jadi rebutan partai pendukung yang ingin menempatkan kadernya. Belum lagi kemungkinan peluang calon dari luar koalisi.

"Faktor keduanya kan Jokowi incumbent tapi elektabilitas belum kuat dan aman. Makanya posisi cawapres ini vital buat dongkrak," sebut analisis politik UIN Jakarta Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno.

Bagi dia, bila koalisi Jokowi tak merapatkan barisan maka akan muncul kegelisahan parpol pendukung yang cemburu karena merasa tak ditampung. Dinamika politik sekarang memperlihatkan gambaran kondisi kekecewaan. Ia mencontohkan sikap politik PKB dan Golkar.

"PKB yang protes dan tolak munculnya Mahfud MD. Kalau enggak direspons ada riak yang bisa ganggu koalisi. Kongsi pecah bisa saja terjadi," tutur Adi.

Baca: Demokrat Persilakan Jokowi Ambil TGB Jadi Cawapres

Menghadapi dilema penentuan cawapres, koalisi Jokowi terus mengklaim tetap komitmen memberikan dukungan. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menyebut pihaknya tetap berkomitmen bila memang Romahurmuziy alias Rommy tak terpilih menjadi pendamping Jokowi.

"Kami akan tetap lanjut. Itu kan pilihan Pak Jokowi. Kami serahkan sepenuhnya. Enggak ada masalah kalau Rommy enggak kepilih," jelas Arsul kepada VIVA, Rabu, 11 Juli 2018.

Hal sama disampaikan Sekretaris Jenderal Nasdem, Jhonny G. Plate. Ia menekankan Nasdem sejak awal berkomitmen mendukung Jokowi maju kembali sebagai presiden periode kedua. Secara politik, ia membandingkan bila Nasdem tak mengajukan kadernya menjadi pendamping Jokowi.

Namun, ia mengklaim beberapa figur yang sudah dikantongi dan dikerucutkan Jokowi adalah pilihan terbaik. Publik akan mengetahuinya pada waktu yang tepat dengan diumumkan Jokowi bersama pimpinan parpol koalisi. Ia mengisyaratkan pengumuman cawapres Jokowi akan dilakukan mendekati batas akhir pendaftaran Pilpres 2019.

"Kalau kami bisa dilihat nanti. Siapapun yang ditunjuk itu kan pilihan terbaik yang mendampingi beliau. Lihat dan tunggu saja sampai sebelum pendaftaran 10 Agustus," tutur Jhonny.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya