Gerakan #2019GantiPresiden Terusik HTI

Deklarasi jargon hashtag #2019GANTIPRESIDEN
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

VIVA – Aksi Gerakan #2019GantiPresiden yang kian masif digelar di sejumlah daerah, tersandung kasus persekusi yang menimpa dua tokohnya, Neno Warisman dan Ahmad Dhani. Keduanya dipersekusi saat menghadiri kegiatan aksi #2019GantiPresiden pada Minggu, 27 Agustus 2018 lalu.

Anies soal Pilpres 2024: Ini Bukan soal Ganti Presiden tapi Ganti Kebijakannya

Neno Warisman diadang massa di depan Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, dan tertahan di dalam mobil selama 9 jam. Sedangkan Ahmad Dhani tertahan di dalam hotel di Surabaya, karena didemo puluhan orang yang menolak aksi tersebut digelar di Surabaya. Gara-gara itu, aksi #2019GantiPresiden batal digelar.

Beragam tudingan massa atas digelarnya aksi tersebut. Mulai dari tuduhan bahwa aksi #2019GantiPresiden provokatif hingga berpotensi memecah belah persatuan. Ada juga yang menuduh aksi yang dimotori politikus PKS Mardani Ali Sera itu telah ditunggangi ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

6 Ramalan Mbak You Bikin Geger, Ganti Presiden 2021- Video Syur Gisel

HTI sendiri telah dibubarkan pemerintah dan status badan hukumnya dicabut. Pencabutan merujuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah berdalih kegiatan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Ormas HTI lantas menggugat SK pencabutan badan hukum itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Namun, harapan mereka kandas. PTUN Jakarta menolak gugatan HTI. Majelis hakim menganggap SK Kementerian Hukum dan HAM tentang pembubaran HTI sesuai dengan aturan.

Tren Baru, Influencer Dipekerjakan Bikin Meme Kampanye Ganti Presiden

Ihwal tuduhan HTI menunggangi aksi #2019GantiPresiden itu terlontar dari salah seorang anggota Banser Surabaya, Zainul, yang mengaku spontan memutuskan turun dalam aksi menolak deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di Surabaya akhir pekan lalu.

Sebab, Ia menilai gerakan itu inkonstitusional dan itunggangi eks HTI yang merupakan ormas terlarang. Karena itu ada indikasi merongrong wibawa NKRI dari aksi tersebut.

Selain itu, Zainul menilai kelompok aksi yang mengusung isu ganti presiden itu arogan. Karena jelas, pihak Kepolisian tidak mengeluarkan izin untuk kegiatan mereka, tetapi mereka tetap datang. Padahal sebelumnya elemen masyarakat Surabaya juga sudah menolak.

"Jelas mereka sengaja ingin memprovokasi. Kegiatan tak ada izin dan ditolak masyarakat tapi tetap ngeyel dilaksanakan. Makanya kami spontan turun untuk menunjukkan sikap kami sebagai warga Surabaya," kata Zainul.

Sementara Ketua GP Ansor Surabaya HM Faridz Afif menegaskan keberadaan puluhan anggota Banser dalam aksi menolak deklarasi Gerakan #2019GantiPresiden di Surabaya merupakan aksi spontanitas. Ia mengaku tidak menginstruksikan dan memberi perintah untuk turun dalam aksi tersebut.

“Tidak ada instruksi dari Pimpinan Cabang. Kalau saya instruksikan turun, Bansernya enggak cuma puluhan. Minimal 2.000 orang," tegas pria yang akrab disapa Gus Afif dalam keterangan persnya.

Ia mengungkapkan aksi Banser bersama elemen masyarakat di Surabaya di luar kontrol pimpinan Banser Surabaya. Namun demikian, secara pribadi, Afif mempersilakan kader Ansor dan Banser menyampaikan aspirasi mereka, termasuk soal capres dan cawapres. Menurutnya, hal itu sebatas ranah pribadi, tidak membawa nama organisasi.

"Dalam aksi itu sahabat Banser tidak membawa nama organisasi, mereka turun personal. Kasatkorcabnya saja masih di Lombok sebagai relawan. Hanya saja, karena mereka memakai atribut. Sehingga diidentikan sebagai sikap organisasi, padahal tidak," ujar mantan Waketum Pimpinan Pusat IPNU.

Mirip Suriah

Di sisi lain, Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Maman Imanulhaq menyayangkan aksi pengadangan terhadap masyarakat yang ingin menyampaikan hak kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.

Ia menyebut Jokowi adalah seorang pemimpin yang sangat menghormati kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, Maman berharap kepada aparat untuk menindak atau melakukan upaya persuasif  terhadap kelompok-kelompok yang melakukan pengadangan.

"Karena ada berita yang perlu saya luruskan misalnya media selalu menyebut bahwa ada kelompok Prabowo yang akan melakukan deklarasi ganti presiden dan dihalangi oleh yang pro Jokowi, itu salah. Yang menghadang belum tentu pro Jokowi. Mereka yang tidak mengerti demokrasi," kata Maman dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin, 27 Agustus 2018.

Namun, Ia mengkritisi motif gerakan ganti presiden di tengah situasi politik saat ini. Dimana capres-cawapres yang akan berlaga di Pilpres 2019 sudah ketahuan. Ada baiknya, kata Maman, gerakan #2019GantiPresiden diubah namanya dengan capres yang mereka dukung, ketimbang berwacana di balik tagar tersebut.

Politikus PKB ini menduga ada motif lain di balik #2019GantiPresiden. Ia mensinyalir gerakan tersebut tidak hanya ingin mengganti presiden tapi juga mengubah ideologi bangsa.

"Deklarasi ganti presiden itu ditunggangi kelompok HTI. Mereka itu sudah jelas sebagai ormas terlarang dan tidak boleh menunggangi lagi," ujarnya.

Maman menegaskan NKRI dan Pancasila sudah final. Ia berharap masyarakat tak terpancing dan terhasut dengan gerakan ganti presiden, sehingga terjadi kekacauan. "Kita sudah sepakat untuk membuat pilpres ini menjadi sebuah ajang demokrasi yang gembira, saling menghormati," tegasnya.

Staf ahli Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Sri Yunanto juga berpendapat yang sama soal dugaan gerakan #2019GantiPresiden ditunggangi oleh eks HTI, yang ormasnya telah dibubarkan oleh Pemerintahan Jokowi.

Sebab, lanjut Sri, eks anggota HTI dan kelompok-kelompok yang anti NKRI itu memiliki kepentingan yang sama dengan elite politik yang melatarbelakangi gerakan #2019GantiPresiden.  

"Pemerintah kan baru menbubarkan organisasi HTI, tapi anggotanya kan tidak diapa-apain. Anggota ini pasti tidak suka dengan pemerintah karena dibubarin ormasnya. Secara politik HTI dapat dukungan dari partai-partai yang mendukung Prabowo-Sandi, kecuali Partai Demokrat karena dulu dukung perppu (ormas)," ujar Sri kepada VIVA, Selasa, 28 Agustus 2018.

Soal dukungan eks HTI di balik gerakan #2019GantiPresiden, Sri mengatakan sudah banyak sumber di media sosial dan beberapa informasi yang tidak bisa dia ungkap, yang menyebutkan bahwa kelompok eks HTI ini bergabung dengan gerakan #2019GantiPresiden.

"Bahwa ada eks HTI dukung Prabowo-Sandi ya enggak apa-apa. Tapi faktanya banyak kepentingan di dalamnya, kepentingan politik. Barangkali kalau Prabowo-Sandi nanti menang merekan kan dapat angin," ungkapnya.

Terpisah, Koalisi partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin mengkhawatirkan gerakan #2019GantiPresiden terjadi seperti yang di Suriah. Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding tak ingin terjadinya konflik antar masyarakat lantaran menggiring opini seolah ingin mengganti kepala negara di luar pemilu.

"Tapi hastag itu pernah di pakai di Syria (Suriah). Kenapa Syria kacau, karena pakai hastag itu Ganti Presiden dan Ganti Presiden," kata Karding di Posko Rumah Cemara, Jakarta, Selasa 28 Agustus 2018.

Menurut Karding, penggunaan istilah 'Ganti Presiden' dapat dimaknai beragam. Di sisi lain, koalisi Jokowi-Ma'ruf pun, kata dia, tak berencana membalas kampanye model tersebut. "Saya rasa tidak perlu bereaksi terhadap paslon lain yang kita lakukan mana yang strategis, mana yang mendidik, mana yang berkeadaban," ujarnya.

Kontra Intelijen

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menegaskan aksi #2019GantiPresiden merupakan aksi konstitusional yang mencerminkan aspirasi, pikiran dan perasaan rakyat yang menginginkan ganti presiden 2019. Karenanya, wajar aksi tersebut disambut dimana-mana karena ada kehendak publik.

"HTI itu kan bagian dari rakyat dan umat, yang punya aspirasi, pikiran, perasaan yang sama bahwa 2019 ganti presiden," kata Ismail kepada VIVA, Selasa, 28 Agustus 2018.

Aksi #2019GantiPresiden didukung lantaran tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu, karena bukan bagian dari deklarasi kampanye. Sekali pun saat ini sudah ada capres-cawapres yang diusung, Ismail beranggapan aksi tersebut tidak menyalahi aturan.

"Karena tidak disebut namanya (capres-cawapres) Bawaslu KPU mengatakan itu legal konstitusional, karena apa? Sementara ini belum waktunya kampanye," tegasnya.

Sementara itu, terkait munculnya logo HTI di spanduk-spanduk yang bertuliskan 'NKRI Berkhilafah' dukungan HTI terhadap gerakan #2019GantiPresiden, Ismail menegaskan bahwa munculnya spanduk tersebut merupakan upaya mengadudomba masyarakat.

"Mungkin enggak PKS yang bikin? HTI yang bikin? Mana berani? Orang sudah dibubarin. Kita nongol aja namanya sudah didatangi polisi. Ini jelas gawean aparat, kalau orang bilang kontra intelijen," ujar Ismail.  

Spanduk HTI dukung aksi 2019GantiPresiden

Begitu juga soal tudingan HTI yang menunggangi aksi #2019GantiPresiden, Ismail menyebut tudingan-tudingan itu sengaja dibentuk untuk mempersepsikan HTI layaknya monster yang menakutkan. "Mereka cari kambing hitam, HTI menunggangi? Monsterisasi gerakan rakyat, mencari kambing hitam," terang Ismail.

"Apa salah HTI sebutkan satu saja? Apa pernah mukuli orang? Enggak pernah, kalau aksi kita selalu sopan, tapi mereka yang mengaku Pancasilais mempersekusi perempuan, sementara koruptor dilindungi," imbuhnya.

Baginya, aksi #2019GantiPresiden semakin digembosi bukan semakin kempes malah justru berkembang. Karena menurut Ismail, persekusi yang dilakukan massa kontra aksi ganti presiden telah membuat kemarahan publik dan antipati publik terhadap rezim Jokowi semakin menggumpal. "Rezim represif dimana-mana akan tumbang, Orde Baru tumbang juga kan," ujarnya.

Inisiator gerakan #2019GantiPresiden Mardani Ali Sera mengatakan adanya logo HTI pada spanduk #2019GantiPresiden di Kalimantan Barat dan beberapa daerah merupakan kontra intelijen.

Hal itu dikemukakan Mardani menanggapi beredarnya foto logo PKS dan HTI di spanduk #2019GantiPresiden. "Saya melihat ini kontra intelijen. Ada yang melakukan untuk mendiskreditkan," kata Mardani di gedung DPR, Jakarta, Senin 27 Agustus 2018.

Ia menambahkan biasanya pada spanduk #2019GantiPresiden malah tak ditempel logo PKS, Gerindra, FPI apalagi HTI. Tapi memang diperbolehkan juga kalau ingin mencantumkan logo partai. "Tapi bareng ya, misal kalau partai, bersama elemen pendukung sama yang lain. Kalau HTI kan sudah dilarang pemerintah. Kami tidak mau masuk ke dalam domain itu," kata Mardani. (umi)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya