Selamat Tinggal Path

Logo media sosial Path
Sumber :
  • Twitter/@xiaomiindonesia

VIVA – Media sosial Path resmi tutup buku. Setelah sejak beberapa waktu terakhir dikabarkan akan mengakhiri layanan, terhitung mulai Kamis, 18 Oktober 2018, jejaring sosial itu mengucapkan salam perpisahan, yang diumumkan melalui Twitter.
 
Sebelumnya, pada 17 September lalu, informasi Path akan gulung tikar sudah bergulir. Dalam keterangan di blog kala itu, Path juga menyarankan sekaligus memberi waktu pada pengguna, untuk mengamankan data mereka.  
 
Meski popularitas Path tak secemerlang Instagram dan Facebook, di Indonesia rupanya ada beberapa warganet yang merasa kehilangan. Terbukti dari munculnya tagar #GoodByePath di Twitter, disertai kesan dan pesan perpisahan bersamaan dengan hari penutupannya.  
 
Meski demikian, ditutupnya Path, agaknya bukan suatu hal yang mengherankan bagi sebagian pengguna. Misalnya saja, Kristian. Dalam bincang-bincang dengan VIVA, ia sudah menandai berakhirnya layanan Path sejak lama.  
 
Untuk sebuah aplikasi bisa beroperasi memberikan layanan, tentunya memerlukan pembiayaan yang dialirkan untuk hosting dan maintenance. Dalam kasus Path, Kristian melihat bahwa iklan di dalamnya tak lagi signifikan. Dari sinilah awal kecurigaan bahwa Path akan tutup usia.
 
"Enggak heran akan tutup. Karena memang semua kan ujung-ujungnya pakai duit, ya. Apalagi untuk hosting aplikasi sosial media. Jadi kalau memang dari dulu kelihatan tak banyak iklan, ya, sudah siap-siap saja," kata Kristian, Kamis, 18 Oktober 2018.  
 
Di samping dari segi finansial, menurut Kristian, konsep yang ditawarkan platform juga turut menentukan popularitas dan panjang umurnya. Bila melihat karakteristik Path, dapat dibilang mirip Instagram. Konten yang dibagikan menonjolkan foto dan video, dengan kolom tersendiri untuk menuliskan keterangan (caption).  
 
Bedanya, Path lebih memprioritaskan privasi, dengan hanya menerima pertemanan dari akun pengguna yang sudah saling kenal. Ketika pertama kali didirikan pada 2010, kuota pertemanan Path hanya menyediakan maksimal 150 akun.  
 
Konsep tersebut tak sama dengan Instagram yang akun mana pun bisa meng-klik follow, bahkan pada profil orang di belahan Bumi nun jauh di seberang lautan, dan tentunya tak saling kenal.
 
Begitu pula dengan Facebook, di mana platform milik Mark Zuckerberg itu menyediakan pertemanan mencapai ribuan. Sebelum akhirnya, ia juga menampilkan tombol follow seperti Instagram.  Bahkan, Facebook kini dinilai menjadi platform media sosial ‘serba ada’. Beragam iklan hingga permainan pun ditampilkan.

Migrasi TikTok Shop ke Tokopedia Dikawal Ketat Kemendag, Ekonom: Dorong Digitalisasi UMKM

Hilang Ciri Khas

Namun, seiring berjalannya waktu, kebijakan Path yang hanya menyediakan 150 pertemanan, diperlebar menjadi 500 pertemanan. Pengamat media sosial, Nukman Luthfie, mengatakan bahwa perubahan tersebut bisa jadi merupakan cara Path untuk mengakomodir keinginan pengguna, agar pola interaksinya kurang lebih sama dengan platform Instagram dan Facebook.  
 
Namun, hal itu justru membuat Path hilang ke-khas-annya. Sehingga pengguna yang mendambakan privasi dengan teman akrab, menjadi merasa terusik. Kehilangan ciri khas inilah yang disebut Nukman, turut andil dalam lengsernya eksistensi Path.

Pemkot Depok Sediakan 878 Titik Wifi Gratis Tanpa Password, Cek Posisinya


 
“Jadi, orang-orang yang di Facebook punya teman banyak, tapi ngobrolnya cuma sama sedikit orang, menemukan kenyamanan di Path. Ia bisa posting apa saja, ketawa-ketiwi, enggak perlu jaim (jaga image), dan lain-lain, karena temannya khusus yang sudah akrab,” kata Nukman.  
 
“Ketika naik menjadi 500 pertemanan, jadi terasa apa bedanya dengan Facebook?” ujarnya menambahkan.
 
Aspek persaingan menjadi faktor lain penyebab Path tutup buku. Nukman menyebutkan, Path gagal berkompetisi dengan media sosial lain. “Persaingan di media sosial itu sangat ketat,” ujar Nukman.  
Jika dibandingkan antara Path dan Instagram, keduanya memiliki kemiripan konsep. Foto dan video diunggah, dibubuhkan keterangan simpel, kemudian dibagikan ke linimasa, yang dapat dlihat dan dikomentari oleh lingkar pertemanan.  
 
Namun, ada yang tak dimiliki oleh Path, yaitu aspek inovasi yang rajin dilakukan Instagram. “Instagram inovasinya mengerikan,” kata Nukman. Seolah takluk pada hukum alam: ‘yang tak berinovasi, akan tergerus’, demikian pula gambaran hidup Path.  
 
Kristian juga menyampaikan pandangan yang senada dengan Nukman. Ada kesan yang ditangkap oleh pengguna: Path terlalu sederhana, sehingga ibarat ‘rumah yang sepi’. Nilai kebaruan dan keunikan juga tidak menjadi satu paket dalam layanan Path.  
 
“Terlalu sederhana. Enggak ada ‘something new’. Dia itu enggak unik sih, dibanding Facebook dan Instagram,” kata Kristian.  
 
Terlepas dari itu, Kristian mengakui bahwa ia merasakan manfaat Path sebagai platform yang mengunggulkan privasi pengguna. “Memang, ya, butuh sosial media kedua yang lebih private, apalagi Path juga pernah ramai. Kalau aku ingin share ke teman-teman tertentu, akan lebih loyal pakai Path,” ujarnya.
 
Dengan ditutupnya Path, Kristian cukup menyayangkan. Biar bagaimana pun, sebagai pengguna, Kristian pernah merasakan memberi ‘makan’ berupa data-data pada media sosial itu. Tapi ia pun tak dapat menerima kenyataan bahwa Path kini memang telah ‘almarhum’.  

Ketika ditanya apakah sudah mengamankan datanya di Path dengan melakukan back up, Kristian hanya menjawab dengan ringan, “Aku aja lupa sudah di-back up apa enggak,” ujarnya sambil tertawa. (ren)

5 Orang dengan Followers Terbanyak di Dunia, Ada orang Indonesia?
Ilustrasi macet

Polisi Ungkap Penyebab Jalan Alternatif Cibubur Macet Parah Sore Hari Ini

Kemacetan terjadi dari Lingkaran Cibubur sampai Exit Tol Cibubur.

img_title
VIVA.co.id
18 Maret 2024