Di Balik Kematian Tragis Jurnalis Khashoggi

Jurnalis pengkritik Arab Saudi, Jamal Khashoggi.
Sumber :
  • Aljazeera

VIVA – Pemerintah Turki mengumumkan sebuah kabar mengejutkan tentang nasib Jamal Khashoggi, jurnalis Arab Saudi yang sebelumnya dilaporkan hilang. Turki meyakini berdasarkan bukti yang mereka miliki bahwa Khashoggi dibunuh di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.

Pengadilan AS Tolak Gugatan Terhadap MBS atas Pembunuhan Khashoggi

Otoritas Turki lantang menyatakan itu setelah mereka menggeledah kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul. Seorang pejabat Turki mengatakan bahwa negaranya punya bukti Khashoggi ditahan, disiksa, lalu dibunuh dan jasadnya dimutilasi dalam waktu dua jam sejak kedatangannya di Konsulat Saudi pada 2 Oktober.

Polisi Turki dilaporkan menemukan rekaman suara dari jam Khashoggi yang tersambung di telepon genggam korban dan dipegang oleh tunangannya di luar kantor konsulat Saudi. Rekaman berdurasi 11 menit yang dipublikasikan media Turki menunjukkan Khashoggi disiksa secara kejam hingga dimutilasi dalam keadaan masih hidup oleh 15 orang yang diduga warga Saudi.

Pemerintah Joe Biden Dianggap Lindungi Mohammed bin Salman Atas Pembunuhan Jurnalis

Klaim Turki meski belum dapat dibuktikan, menghentikan segala spekulasi tentang teka-teki Khashoggi menghilang sejak 2 Oktober. Otoritas Saudi bahkan belakangan mengakui bahwa Khashoggi tewas di kantor konsulatnya di Istanbul, tetapi bukan karena dibunuh melainkan akibat perkelahian.

Khashoggi, menurut Jaksa Agung Arab Saudi Sheikh Saud al-Mojeb, tewas setelah berdiskusi dengan beberapa orang di dalam kantor konsulatnya di Istanbul, lalu terlibat perkelahian dengan mereka.

Warga AS Dijatuhi Hukuman 16 Tahun Penjara di Arab Saudi karena Komentari Kerajaan

"Diskusi yang terjadi antara dirinya dan orang-orang yang ditemuinya di konsulat Saudi di Istanbul berlanjut ke perkelahian dengan warga, Jamal Khashoggi, yang menewaskan dirinya," kata al-Mojeb, seperti dikutip dari Aljazeera.

Saudi lalu mengumumkan penangkapan 18 warganya dan memecat dua pejabat yang dekat dengan putra mahkota Mohammed bin Salman. Penangkapan dan pemecatan itu diklaim sebagai bagian dari penyelidikan atas kematian Khashoggi. Namun pemerintah Saudi tidak menyebut lokasi jasad Khashoggi kini.

Dimutilasi 15 Menit

Pembunuhan atau penyebab kematian Khashoggi diyakini sudah direncanakan. Media Middle East Monitor menulis laporannya tentang keterangan seorang sumber bahwa Kepala Departemen Forensik Arab Saudi, Salah Al-Tubaigy, diduga memotong mayat Khashoggi dalam waktu 15 menit.

Al-Tubaigy, bersama tim bantuan, menurut sumber Middle East Monitor, menarik tubuh Khashoggi ke sebuah ruangan yang disiapkan sebelumnya di dalam kantor konsulat Saudi di Istanbul.

"Ahli anatomi Saudi, Al-Tubaigy, mulai mengurus tubuh Khashoggi sebelum timnya mengemas potongan tubuh korban. Mereka memotong-motong tubuh Khashoggi segera setelah terbunuh,” kata sumber itu, seperti dikutip Middle East Monitor.

Al-Tubaigy adalah salah satu dari tim yang disangka telah membunuh Khashoggi pada 2 Oktober. Surat kabar Turki, Daily Sabah, juga menerbitkan gambar CCTV yang menunjukkan Maher Mutreb, teman dekat dan pengawal pangeran Saudi Mohammad bin Salman, yang diyakini menjadi pemimpin tim eksekusi itu.

Salah satu gambar menunjukkan Mutreb memasuki kantor Konsulat sebelum anggota lain dari tim, tepat pukul 9.55 pada 2 Oktober, hanya beberapa jam sebelum Khashoggi masuk.

Amerika dan Uang 100 Juta Dolar

Amerika Serikat sempat menolak klaim Turki bahwa justru Arab Saudi yang menjadi dalang di balik pembunuhan Khashoggi. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan, meski Turki menyatakan memiliki bukti, tudingan itu masih sangat prematur.

Trump bahkan membandingkan dugaan pembunuhan Khashoggi, kolumnis Washington Post, dengan kasus tuduhan kekerasan seksual yang disebut dilakukan jaksa agung Amerika pilihannya, Brett Kavanaugh. Namun akhirnya Kavanaugh memenangkan voting dan melaju menjadi jaksa agung.

Namun sikap Amerika Serikat berubah, beberapa saat setelah Turki mengumumkan klaimnya tentang tersangka pembunuh Khashoggi. New York Times melaporkan bahwa Amerika menerima pembayaran sebesar 100 juta dolar Amerika Serikat atau Rp1,5 triliun dari Arab Saudi, pada hari yang sama saat Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, tiba di Riyadh untuk membahas hilangnya jurnalis Khashoggi.

Arab Saudi memang secara terbuka menjanjikan pembayaran untuk mendukung upaya stabilisasi Amerika di Suriah pada Agustus lalu. Namun, menurut New York Times, waktu transfer menimbulkan pertanyaan tentang upaya Riyadh untuk memukul balik tuduhan bahwa agen Saudi yang bertanggung jawab atas hilangnya Khashoggi.

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat membantah ada hubungan antara pembayaran Saudi dengan pembicaraan Pompeo kepada pejabat Saudi tentang Khashoggi. "Pembayaran dana telah lama berjalan dan tidak ada hubungannya dengan acara lain atau kunjungan Menlu Pompeo," kata Brett McGurk, utusan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk Koalisi Anti-Islam.

Donald Trump bersama para pemimpin Eropa belakangan malah mendesak Arab Saudi untuk memberikan klarifikasi atas fakta di balik tewasnya Khashoggi. Desakan itu menyusul pengakuan Saudi yang mengubah cerita bahwa Khashoggi tewas lebih dari dua minggu lalu di kantor konsulatnya di Istanbul.

Trump mengaku tidak puas dengan pemecatan pejabat Saudi terkait kematian Khashoggi. Trump butuh langkah penyelidikan lebih dari Saudi. "Tidak, saya tidak puas sampai kami menemukan jawabannya. Tapi itu adalah langkah pertama yang besar; itu adalah langkah pertama yang baik. Tapi saya ingin mendapatkan jawabannya," katanya dalam perjalanannya ke Nevada, dilansir Reuters, Minggu, 21 Oktober 2018.

Padahal, komentar Trump sebelumnya menyebut narasi yang dibangun Arab Saudi tentang hal yang terjadi pada Khashoggi yang dapat dipercaya. Trump mengatakan ada kemungkinan bahwa pangeran Mohammed bin Salman tidak menyadari keadaan di sekitar kematian Khashoggi. Dalam waktu dekat, Trump mengatakan dia akan berbicara dengan Pangeran.

Kritis pada Pemerintah Saudi

Jamal Khashoggi mengurus surat-surat di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober dan tidak pernah tampak keluar lagi.

Sejumlah media Amerika Serikat melaporkan pemerintah Turki memiliki rekaman suara dan video yang menurut mereka membuktikan bahwa Khashoggi dibunuh di dalam kantor konsulat Saudi saat ia hilang.

Pejabat Amerika dan Turki dilaporkan mengatakan rekaman itu menunjukkan tim keamanan Saudi menahan Khashoggi saat ia mengambil dokumen untuk kelengkapan pernikahannya. Ia kemudian dibunuh dan tubuhnya dipotong-potong.

Khashoggi, dilansir dari BBC, meniti karier sebagai seorang reporter ketika dia sudah berteman dengan Osama bin Laden, sampai kemudian menjadi pembangkang terkemuka Arab Saudi yang harus meninggalkan negaranya.

Dia meninggalkan Arab Saudi pada bulan September 2017, setelah berbeda pendapat dengan penguasa kerajaan Arab Saudi.

Dari luar negeri, dia menyebarkan pandangan kritis terhadap pemerintah Saudi lewat kolomnya di koran Amerika Serikat, Washington Post, dan akun Twitter-nya yang sangat populer dengan lebih 1,6 juta pengikut.

Pria berumur 59 tahun itu memulai kariernya sebagai wartawan di Arab Saudi setelah lulus dari sebuah universitas di Amerika pada 1985. Selama bekerja di koran al-Madina tahun 1990-an, dia banyak menulis tentang milisi berhaluan Islam yang pergi ke Afghanistan untuk melawan invasi Soviet.

Dia beberapa kali mewawancarai satu pria Arab Saudi, Osama bin Laden, yang dia katakan telah dikenalnya sejak masih muda. Saat itu bin Laden belum menjadi tokoh yang dikenal di Barat sebagai pemimpin al-Qaida. Khashoggi mengunjungi bin Laden di gua-gua pegunungan Tora Bora, selain mewawancarainya di Sudan pada 1995.

Beberapa tahun kemudian, Khashoggi diwawancarai media Jerman, Der Spiegel, pada tahun 2011 terkait  hubungannya dengan Osama bin Laden. Khashoggi mengakui telah menyebarkan pandangan bin Laden di masa lalu dengan menggunakan cara tidak demokratis seperti menyusupi sistem politik atau menggunakan kekerasan untuk membebaskan dunia Arab dari rezim korup.

Sejak saat itu, Khashoggi menjadi salah satu pemikir progresif yang paling banyak menyatakan pandangan tentang negaranya. Khashoggi sering dikutip media Barat sebagai seorang ahli radikalisme Islam. Dia juga dipandang sebagai salah satu orang yang berada di dalam lingkaran dalam sistem Saudi karena banyak mengenal orang penting. Ia juga bergaul dengan keluarga Kerajaan.

Khashoggi bekerja di sejumlah media Arab dan saluran TV, memulai karier sebagai wartawan asing sampai menjadi pemimpin redaksi. Tetapi dia harus dua kali meninggalkan pekerjaannya di koran al-Watan, di tahun 2003 dan 2010, karena tulisannya yang kritis terhadap kelompok Islam yang mendominasi Arab Saudi, pendukung Salafisme yang dikenal akan pemahaman agama yang ketat.

Tahun 2010, miliarder Saudi, Alwaleed bin Talal, menugaskan Jamal Khashoggi untuk memimpin stasiun TV barunya yang bermarkas di Bahrain. Al-Arab dipandang sebagai saingan Al-Jazeera yang didanai Qatar.

Tetapi tidak lama setelah diluncurkan, stasiun TV baru di bawah pimpinan Khashoggi itu ditutup karena menyiarkan wawancara dengan tokoh oposisi Bahrain.

Sementara itu Khashoggi juga memberikan sejumlah wawancara dengan media asing, mengecam monarki absolut Arab Saudi dengan mengatakan sistem demokratis diperlukan bagi kestabilan negara di masa depan.

Ketika pergolakan Arab pecah, Khashoggi berpihak pada kelompok oposisi yang mendesak perubahan di Mesir dan Tunisia. Pandangannya sangat bertolak belakang dengan kebijakan resmi Kerajaan Saudi, yang memandang pemberontakan Arab sebagai ancaman.

Pada Desember 2016, ketika putra mahkota Saudi membina hubungan dengan presiden baru Amerika Serikat, Donald Trump, Khashoggi dilaporkan mempertanyakannya. Sejumlah laporan media Arab mengisyaratkan tulisannya tentang masalah ini telah disensor.

Khashoggi juga kritis terhadap keputusan pemerintah Saudi yang memutus hubungan dengan Qatar. Dia mendesak kerajaan itu berteman dengan Turki terkait dengan sejumlah masalah kawasan. Negara itu dipandang dekat dengan Qatar.

Wartawan veteran ini lalu pergi ke AS pada bulan September 2017. Khashogi menuduh pemimpin de-facto Arab Saudi, putra mahkota Mohammed bin Salman, telah menindas para pemrotes.

"Saya meninggalkan rumah saya, keluarga saya dan pekerjaan saya dan saya menyuarakan pandangan saya dengan tegas," katanya," jika tidak melakukannya sama saja dengan mengkhianati orang-orang yang dipenjara. Saya bisa bersuara, sementara banyak orang lain tidak bisa."

"Saya bisa mengatakan Mohammed bin Salman bertingkah laku seperti Putin. Dia menerapkan hukum dengan sangat berpihak," tulisnya lewat kolomnya di Washington Post.

Khashoggi melanjutkan kritikannya terhadap pemimpin Saudi sampai dia memasuki gedung konsulat di Istanbul.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya