Buntut Panjang Bakar Bendera

Pengunjuk rasa mengikuti Aksi Bela Tauhid di depan Gedung Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Henri Silaban

VIVA – Buntut pembakaran ribuan bendera tauhid masih berlanjut. Ribuan warga dari beberapa daerah datang ke Jakarta, Jumat 2 November 2018. Kehadiran mereka ke Ibu kota dengan satu tujuan, yakni bersama-sama bergabung dalam aksi Bela Tauhid atau aksi 211.

Habib Rizieq Sentil Orang yang Pura-pura Arif saat Nabi Dihina

Aksi damai ini merupakan lanjutan dari aksi serupa yang digelar pekan lalu di tempat yang sama yakni di Patung Kuda dan depan kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam).  

Kawasan tersebut pun terlihat berwarna putih karena hampir seluruh peserta aksi menggunakan pakaian serba putih. Peserta aksi juga membawa atribut berupa bendera berlafaz tauhid hingga ikat kepala bertuliskan kalimat tauhid.

Habib Rizieq Serukan Aksi 211 dan 411 Bela Nabi Muhammad SAW

Koordinator Bela Islam, Novel Hasan Bamukmin mengatakan lewat aksi bela tauhid jilid II, massa ingin menyuarakan agar pelaku pembakaran diproses adil dengan dijerat pasal penistaan agama bukan yang lain.

"Kami turun aksi lagi bela tauhid agar semua yang terlibat pembakaran bendera tauhid bukan memakai pasal 174 KUHP, tapi sudah jelas harus dikenakan pasal 156a KUHP," kata Novel.

Kepala Polda Jawa Timur Dimutasi, MUI Ingat Kasus Bendera Tauhid

Novel menekankan, jeratan pasal 174 KUHP membuat bias. Sebab pada klausul pasal 174, yang  disangka membuat gaduh ancaman penjaranya tiga pekan atau denda sebanyak Rp900. Seharusnya oknum anggota ormas Banser yang membakar bendera berlafaz tauhid dijerat pasal 156a dengan ancaman selama-lamanya 5 tahun penjara.

Aksi bela tauhid di  Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat, 2 November 2018.

"Ini berkenaan dengan permasalahan hukum yang tak adil. Sudah jelas harusnnya dikenakan pasal 156a karena jelas yang dibakar bendera tauhid," ucap advokat yang juga Juru Bicara Persaudaraan Alumni 212 itu.

Selain itu, ia menambahkan tujuan lain aksi bela tauhid jilid II ini mendesak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) agar netral. Pihak PBNU serta induk banser, GP Ansor dinilai harus minta maaf dan mengakui bendera yang dibakar adalah bendera tauhid.

Mubazir

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menilai, aksi bela tauhid jilid II ini sia-sia. Alasannya, saat ini Indonesia masih dirundung sejumlah bencana.

"Apakah perlu lagi? Mubazir dengan apa perlu sama, bahasanya sama. Memang kita harapkan ya sayang sekali, berpanas-panasan untuk melakukan suatu tuntutan yang sudah dilakukan," kata mantan Panglima ABRI itu.

Wiranto mengingatkan, pelaku pembakaran juga sudah menyampaikan permohohonan maaf. Organisasi induknya yakni GP Ansor juga sudah meminta maaf dan menyesalkan ada aksi pembakaran. Jadi menurut Wiranto, semua sudah selesai.

"Sehingga ini semangat tabayun sudah ada, semangat untuk mencari kebenaran sudah jalan. Semangat ukhuwah Islamiah, wathaniyah kan sudah jalan. Makanya kalau ada demonstrasi, saya juga belum tahu demonstrasi tuntutannya apa," tutur purnawirawan TNI jenderal bintang empat itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, kasus pembakaran bendera yang diklaim sebagai tujuan gerakan demonstrasi hari ini telah selesai dan tak perlu diperpanjang lagi. Polri sudah memproses hukum terhadap pembawa dan pembakar bendera.

“Saya ulangi lagi, bahwa semua sudah clear (selesai), NU dan Muhamaddiyah sudah bikin rilis, juga sudah islah. Tuntutan penegakan hukum sudah dilakukan. Dua-duanya diproses," kata Setyo di Mabes Polri.

Setyo menekankan, kasus pembakaran bendera di Garut sudah diproses hukum. “Menurut saya tidak ada ini lagi, kecuali mereka punya agenda lain, ya. Memang punya agenda lain yang mau dimainkan, nanti kami lihat.”

Bukan dari HTI

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menolak tudingan organisasi itu terkait dengan Aksi Bela Tauhid yang kedua kalinya berlangsung hari ini. Menurut Ismail, justru ada upaya untuk menyudutkan HTI, yang sudah dicabut izinnya oleh pemerintah, namun masih dalam proses hukum kasasi di Mahkamah Agung (MA).

"Sudah ada usaha untuk mengaitkan dengan HTI, ‘Ini disebut bukan aksi bela tauhid tapi aksi bendera HTI,’" kata Ismail di kantor pengacara Yusril Ihza Mahendra di kawasan Cassablanca Jakarta, Jumat 2 November 2018.

Ismail bahkan mengungkapkan upaya itu nampak jelas dengan beredarnya berbagai foto spanduk dan baliho di media sosial, yang seolah-olah HTI berada di belakang aksi bela tauhid hari ini. 

"Bahkan saya kira sudah Anda terima itu foto-foto sejumlah spanduk yang dipasang di tempat yang mengatakan ini aksi HTI. Kami tegaskan bahwa itu tidak benar, yang mengorganisasi aksi ini GNPF Ulama, kemudian PA 212," katanya.

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Ismail Yusanto.

Ismail menambahkan, sebagai organisasi tidak berbadan hukum dan sudah dibubarkan, HTI tentu tidak akan terlibat. Namun ia tidak memungkiri bila ada kader HTI yang ikut dalam aksi bela Tauhid yang berlangsung setiap Jumat dalam dua pekan terakhir.

"Bahwa kemudian ada simpatisan, atau aktivis turut serta, itu bagian dari umat yang turut terluka setelah melihat bendera tauhid itu diberlakukan secara begitu rupa," jelasnya.

Ismail juga menegaskan kembali bahwa yang dipermasalahkan dan menjadi polemik pembakaran bukanlah bendera HTI. Itu karena HTI tidak mempunyai bendera

Sementara itu, Juru bicara Front Pembela Islam Slamet Maarif menegaskan imam besar FPI Habib Rizieq Shihab masih terus memantau kasus ini.

"Makanya Beliau serukan bela tauhid," kata Slamet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta beberapa hari lalu.

Slamet menyampaikan, Rizieq sangat kecewa kasus pembakaran itu tidak diteruskan oleh Kepolisian. Rizieq katanya masih berharap para pelaku bisa dijebloskan ke bui.

"Beliau sangat kecewa. Sangat marah. Sangat prihatin betul di negara mayoritas Muslim terjadi pembakaran kalimat tauhid. Dan Beliau sangat berharap untuk bisa diproses dan harus dipenjarakan. Enggak boleh dibebaskan," ujar Slamet.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya