Langkah Berat Indonesia Akhiri Kutukan Piala AFF

Pemain Timnas Indonesia, Febri Hariyadi (kanan)
Sumber :
  • Fox Sports Asia

VIVA – Timnas Indonesia menelan pil pahit di laga pembuka Piala AFF 2018. Berlaga di National Stadium, Kallang, Jumat 9 November 2018, Indonesia harus menyerah dari tuan rumah, Singapura 0-1.

PSSI Buka Suara soal Nilai Kontrak Shin Tae-yong di Timnas Indonesia hingga 2027

Jauh dari kata memuaskan. Itulah performa Indonesia. Permainan dari kaki ke kaki yang jadi karakter Indonesia di era Luis Milla Aspas justru tidak keluar.

Para pemain Indonesia terkesan bermain buru-buru. Umpan-umpan panjang justru sering dilepaskan.

Media Asing Beri Julukan untuk Timnas Indonesia U-23: Tim Pengacau

Pun, para pemain Indonesia kesulitan berkreasi. Memang, dalam pertandingan melawan Indonesia, Singapura menampilkan strategi pressing ketat.

Keunggulan fisik yang mereka miliki benar-benar dimanfaatkan. Kerap kali, saat para pemain Indonesia menguasai bola, penggawa Singapura menekannya dengan duel-duel fisik.

Resmi, PSSI Perpanjang Kontrak Shin Tae-yong Hingga 2027

Evan Dimas, Febri Hariyadi, Irfan Jaya, hingga Riko Simanjuntak, kesulitan mendapatkan celah untuk memberikan umpan atau sekadar bermanuver. Akibatnya, Stefano Lilipaly dan Alberto Goncalves tak mendapatkan pasokan bola cukup.

Sejak awal, pelatih Singapura, Fandi Ahmad, ternyata sudah memperhitungkan Indonesia akan mengandalkan kecepatan sayap-sayapnya. Ada dua skema yang dipakai Fandi.

Menutup celah Evan Dimas melepaskan umpan. Lalu, memberikan tugas khusus kepada beberapa pemain demi meredam laju sayap Indonesia.

"Hingga akhirnya, winger mereka tak dapat suplai bola. Saya sangat senang dengan kinerja pemain. Mereka bermain dalam intensitas tinggi dan solid. Pemain muda kami kini sama dengan senior," kata Fandi usai laga.

Apa yang diterapkan Singapura pun jadi berkah. Mereka mampu mencuri gol di menit 38.

Manuver sayap Singapura, Gabriel Quak, mampu menipu gelandang Indonesia, Zulfiandi. Setelahnya, Quak melepaskan umpan ke tengah kotak penalti. Di sana sudah ada Ikhsan Fandi yang menunggu.

Ikhsan hanya menjadi pemecah konsentrasi saja. Saat Ricky Fajrin membuang bola, ada Harris Harun yang menunggu di belakang. "Boom!" Harris tanpa ragu melepaskan sepakan keras dan memaksa kiper Andritany Ardhiyasa memungut bola dari jala gawangnya.

Pemain Singapura merayakan gol ke gawang Timnas Indonesia

Tertinggal, seharusnya ada solusi yang bisa ditemukan Indonesia. Namun, nyatanya tidak.

Masuknya Riko di awal babak kedua, benar-benar tak mampu mengubah keadaan. Tusukan-tusukan yang biasa ditampilkan Riko sama sekali tak efektif.

Indonesia justru lebih sering menekan lewat sepakan jarak jauh. Sayang, tak efektif. Hingga akhirnya, mereka kalah dengan skor 0-1.

Soal keunggulan fisik Singapura, sebenarnya sudah disadari oleh Indonesia. Pelatih Indonesia, Bima Sakti Tukiman, sebelum berangkat ke Singapura sempat mengungkapkan postur pemain lawan adalah momok menakutkan Indonesia.

Itu benar-benar terjadi. Tapi, mengapa tak ada solusi? Sejak awal, sebenarnya sudah terbaca siapa saja pemain yang jadi target Singapura.

Evan Dimas, sebagai kreator permainan Indonesia, benar-benar dimatikan oleh Singapura. Seharusnya, ada dukungan yang diberikan terhadap Evan.

Tapi, kenyataannya tidak. Gelandang lainnya justru sulit untuk lepas dari tekanan. Stefano Lilipaly dan Zulfiandi terlihat tak efektif. Hanya beberapa kali saja mereka bisa melakukan kombinasi permainan.

Pun dengan sayap Indonesia yang selalu kebingungan, dari sisi mana mereka harus menekan. Alberto Goncalves akhirnya tak mendapatkan pasokan bola yang cukup.

Ini tentu pekerjaan rumah besar yang harus dipikirkan dan diselesaikan Bima.

"Saya terkejut dengan permainan Singapura. Mereka main agresif. Laga pertama di Piala AFF dalam karier saya. Beban pasti ada, tapi saya berusaha tampil lepas," kata Bima usai laga.

Lawan selanjutnya Timor Leste, yang di atas kertas seharusnya mudah untuk Indonesia.

Namun, Timor Leste punya karakter yang sama dengan Singapura, sering main fisik. Andai masalah di laga kontra Singapura tak bisa diatasi, bisa saja Indonesia dikejutkan dua kali.

"Bukan hasil yang bagus untuk kami. Kini, kami harus menyiapkan diri di laga melawan Timor Leste. Kami harus bekerja keras demi bisa menang," ujar Bima.

Emosi yang Bikin Rugi

Kekalahan Indonesia diperparah dengan deretan insiden yang terjadi jelang akhir pertandingan. Sejak menit 88 hingga memasuki injury time, para pemain Indonesia mudah terpancing emosinya.

Septian David Maulana, yang menggantikan Stefano Lilipaly dan diharapkan bisa memberi perbedaan, justru tampil di luar ekspektasi.

Bukan kreasi yang dibawa. Tapi, emosi. Septian tertangkap kamera bersitegang dengan Harris.

Penyebabnya karena berduel. Seharusnya, Septian bisa bersikap lebih bijak karena konflik bisa memperlambat permainan dan merugikan Indonesia.

Situasi memburuk ketika Putu Gede Juni Antara melakukan pelanggaran tak perlu. Bahkan, terbilang sangat merugikan.

Pelanggaran terjadi di masa injury time. Bola saat itu hampir saja keluar.

Tapi, Putu memaksakan duel dengan pemain Singapura. Wasit pun mengeluarkan kartu kuning kedua untuk Putu.

Indonesia kalah dan mengakhiri laga dengan 10 pemain. Putu juga harus absen saat Indonesia bersua Timor Leste akibat pelanggarannya yang tak perlu.

"Laga pertama memang selalu berat dan pemain harus siap mental. Ada beberapa pemain yang emosional dan tak terkontrol. Harus tanggung jawab dan bisa mengontrol emosi. Sebab, jika pelanggaran terjadi, yang rugi kami juga," terang Bima.

Berbagai reaksi diberikan warganet dan suporter Indonesia atas hasil buruk melawan Singapura. Di National Stadium, sempat terbentang spanduk yang menyindir skuat Indonesia senior.

"Tidak malukah kalian dengan prestasi juniormu??" begitu kalimat dalam spanduk yang ada di National Stadium.

Sumber: Fox Sports Asia

Tertampar? Seharusnya ya, karena sudah sering Indonesia masuk ke final Piala AFF, tapi tak kunjung juara.

Langkah Berat Memutus Kutukan

Kekalahan dari Singapura tentu membuat langkah Indonesia untuk mengakhiri kutukan Piala AFF makin berat. Dengan hasil ini, Indonesia harus bekerja keras agar bisa lolos ke semifinal.

Bukan pekerjaan mudah. Sebab, Grup B berstatus sebagai neraka. Ada dua raja yang berkumpul di sini, Singapura dan Thailand.

Ditambah, tim kuda hitam yang penuh pemain Liga Eropa, Filipina, bersaing di grup ini.

Singapura sudah dilawan Indonesia. Hasilnya, mengecewakan. Sekarang, ada dua lawan berat lainnya, Thailand dan Filipina.

Tapi, sebelum melawan Thailand dan Filipina, Timor Leste harus dihadapi terlebih dulu oleh Indonesia. Tiga laga tersebut, sudah seharusnya diakhiri dengan kemenangan oleh Indonesia jika ingin lolos.

"Perjuangan belum selesai. Sepakbola bukan matematika. Masih ada kesempatan," tegas Bima.

Sebelum memikirkan lolos, sudah seharusnya Bima dan kawan-kawan memperbaiki berbagai kekurangan permainan Pasukan Garuda. Ada beberapa catatan di pertandingan melawan Singapura.

Catatan paling tebal adalah, tak ada solusi atau strategi cadangan dari Bima saat Indonesia tertekan.

"PR buat saya, tanggung jawab juga atas kejadian tadi. Kami akan mencoba variasi serangan. Sebab, selama ini kami andalkan serangan dari sayap. Kami harus lebih variatif agar tak terlalu bertumpu pada sayap," jelas Bima.

Bukan soal teknis saja yang perlu dipikirkan. Tapi, masalah psikologis juga harus ada jalan keluarnya. Andai kedua masalah ini bisa dipecahkan, Indonesia bisa saja keluar dari kesulitan. Memang sulit, tapi bukan berarti Indonesia tak bisa. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya