Menyelamatkan Indonesia dari Tsunami

Seorang bocah bermain dengan barang yang rusak diterjang gelombang tsunami Selat Sunda di Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – 26 Desember 2004 pukul 07:59 WIB, gempa dahsyat berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang wilayah Aceh. Ahli geoologi menyebutnya sebagai gempa monster. Karena tak seperti gempa pada umumnya yang mengguncang dalam hitungan detik, gempa itu menggetarkan daratan hingga 10 menit.

SBY Teteskan Air Mata saat Berziarah ke Kuburan Massal Korban Tsunami Aceh

Menyusul gempa, dalam bilangan menit yang tak lama, gulungan ombak dari Samudera Hindia menerjang wilayah pesisir Aceh, merangsek hingga jauh ke area daratan.

130 ribu nyawa menjadi korban. Infrastruktur rusak, listrik mati, mayat berserakan, daratan porak-poranda. Aceh lumpuh, menyisakan duka mendalam bagi seantero negeri.

Terpopuler: Zodiak Virgo Waspadai Perselingkuhan, Doa Mustajab Hari Jumat

Sehari setelahnya, Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan bencana tsunami Aceh tersebut sebagai bencana kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah modern. Total korban tewas tak kurang dari 230 ribu, termasuk dari Sri Lanka, India, Maladewa, Thailand, Myanmar, Malaysia, Somalia, Tanzania, Seychelles, Bangladesh dan Kenya, yang juga ikut terdampak terjangan air bah.

Kini, empat belas tahun berlalu. Ibarat luka yang dirawat dan mengering, Aceh terus bangkit. Geliat kehidupan perlahan-lahan tegak di tanah Serambi Mekah, tawa ceria kembali terbit seakan menolak menyerah pada duka. Namun, 26 Desember tetap tercatat dalam sejarah, dan dikenang sebagai peringatan tsunami Aceh.

Tsunami Aceh Menuntun Pria Ini Menjadi Mualaf

Di samping aspek kerugian yang menggores rasa kemanusiaan, tsunami Aceh sejatinya telah membuka mata dunia, sekaligus memberi beberapa pelajaran terkait upaya mitigasi bencana di Indonesia.

Pertama, bagaimana tsunami terjadi

Pada tsunami Aceh, pusat gempa berada di sekitar 30 kilometer di bawah dasar laut, di mana terdapat dua lempeng yang bertumbukan. Salah satu lempeng kontinental, bergeser vertikal, yakni naik sampai 15 meter.

Akibatnya, dasar laut ikut naik, yang juga disertai dengan meningginya permukaan laut. Inilah yang kemudian memunculkan gelombang besar, bergerak menuju pantai hingga setinggi 30 meter.

Kala itu, tidak ada pihak yang memberi peringatan akan terjadinya tsunami di Aceh. Namun, pusat peringatan tsunami Amerika Serikat yang ada di Hawaii langsung menyadari, bahwa ada gempa bumi hebat yang berpotensi muncul gelombang besar.

Akan tetapi, mereka tidak tahu harus mengarahkan informasi ke pihak mana saja, sehingga akhirnya mengeluarkan peringatan secara umum.

Belajar dari peristiwa tersebut, di tahun berikutnya, tepatnya pada 14 Maret 2005, Indonesia dan Jerman mulai membangun sistem peringatan dini tsunami.

Perangkat teknisnya merupakan sumbangan Jerman kepada Indonesia, senilai 40 juta Euro. Sistem itu dikenal sebagai GITEWS (German Indonesian Tsunami Early Warning System). Tahun 2008 dikembangkan menjadi InaTews (Indonesia Tsunami Early Warning System).

Kedua, masyarakat menjadi sadar tsunami

Sebelum tsunami menerjang daratan Aceh, wilayah tersebut tidak memiliki sistem peringatan tsunami di Samudra Hindia yang terkoordinasi. Begitu pula masyarakatnya belum memiliki kesadaran tinggi terhadap tsunami.

Namun usai bencana, bukan hanya masyarakat Aceh yang belajar agar 'melek' tsunami, tapi seluruh Indonesia, terutama yang tinggal di wilayah pesisir. Setidaknya, masyarakat diharapkan cepat tanggap, jika terjadi gempa yang kemudian menyebabkan air laut mendadak surut, segera melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari terjangan gelombang.

Sayangnya, laju gelombang laut lebih cepat sampai darat ketimbang upaya melarikan diri. Sehingga jatuhnya korban jiwa pun tak terelakkan.

Ketiga, proyek infrastruktur peringatan dini tsunami

Setelah tsunami Aceh, pemerintah berupaya menyediakan alat yang bisa mendeteksi dini tsunami. Proyek infrastruktur pendeteksi bencana itu, seperti jaringan sensor dasar laut, gelombang suara yang sarat data, dan kabel serat optik, serta pelampung laut yang mengirim informasi jika ada perubahan gelombang air laut.

Tetapi karena dugaan perselisihan antar-lembaga dan masalah pendanaan, proyek belum bergerak lebih jauh dari tahap prototipe. Selain itu, vandalisme juga menjadi masalah tersendiri.

Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa pihaknya telah kehabisan tindakan selama enam tahun terakhir.

“Vandalisme, anggaran terbatas, dan masalah teknis adalah alasan mengapa saat ini kami tidak memiliki pelampung tsunami,” katanya. "Kita harus membangunnya kembali untuk memperkuat Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia."

Setelah tsunami Sulawesi yang mematikan pada bulan September tahun ini, kurangnya peringatan menimbulkan pertanyaan apakah jika sistem baru telah selesai dibangun, akan dapat menyelamatkan nyawa banyak orang.

Pakar manajemen bencana Louise Comfort dari University of Pittsburgh, dikutip dari laman SBS, berpendapat penanganan tsunami lebih dari sekadar isu bencana, melainkan tragedi sains.

"Bagi saya, ini adalah tragedi bagi sains, terlebih lagi tragedi bagi masyarakat Indonesia sebagaimana yang ditemukan oleh penduduk Sulawesi saat ini,” katanya.

Keempat, kurikulum kebencanaan

Setelah tragedi tsunami Banten, pada Sabtu lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geologi (BMKG) untuk mengembangkan sistem yang dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat.

Tak hanya itu, di akun Instagram Jokowi juga memberi keterangan perlunya kurikulum tentang kebencanaan. Keterangan itu diunggah bersama foto Jokowi saat memantau lokasi bencana di Pantai Mutiara Carita di Pandeglang Banten, pada 25 Desember 2018.

“Melihat potensi bencana di Tanah Air dan banyaknya korban yang ditimbulkannya, saya memandang perlu untuk memasukkan pendidikan kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. Dengan begitu, masyarakat mendapatkan pengetahuan sejak dini terkait kebencanaan sehingga dapat meminimalisir jumlah korban,” kata Jokowi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya