Kontroversi Migo dan Kekosongan Regulasi

Pekerja menata sepeda listrik Migo di Migo Station JK10116 di kawasan Setiabudi, Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Penyewaan kendaraan berbasis aplikasi, Migo e-Bike kini tengah dirundung polemik. Layanan yang beroperasi sejak 2017 itu kena bidik lantaran dianggap ilegal.

Kemenperin Dorong IKM Berperan dalam Ekosistem Kendaraan Listrik

Polisi menganggap Migo bahaya dan banyak menabrak aturan. Tak bersurat dan tak berpelat nomor. Apalagi penggunaannya juga banyak dilakukan di jalan raya.

Polisi pun mewacanakan bakal mengandangkan Migo jika masih menemukannya di jalan, sebelum mereka melengkapi sejumlah persyaratan dengan menggandeng pemerintah dan instansi terkait.

Kemenhub Ingatkan Pemudik Jangan Bawa Motor Listrik Masuk Kapal, Ini Risikonya

Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herman Ruswandi mengatakan, sudah banyak aturan yang dilanggar Migo e-Bike.

Ada beberapa poin yang dicermati polisi, yakni soal uji kelayakan. Migo hanya mempunyai izin usaha, namun peruntukannya bukan di jalan raya. Maka sudah seharusnya Migo digunakan dalam area tertutup, bukan di jalan raya seperti yang terjadi selama ini.

5 Moge Listrik Keren yang Punya Performa Kencang

“Motor penggerak listrik turun ke jalan raya, belum ada uji kelayakan, tidak ada pelat nomor. Tidak ada jaminan dari Jasa Raharja, kalau penggunanya meninggal dunia?” ujarnya kepada VIVA.

Polisi selama ini mengaku kesulitan untuk melakukan penindakan. Sebab tak ada payung hukum untuk menindak sepeda listrik (selis). Sementara Migo sendiri berstatus selis.

Alhasil anggota kepolisian yang bertugas di lapangan dan menemukan Migo seliweran di jalan raya hanya bisa menegur pengendaranya agar tetap aman di jalan raya.

Tak Bisa Ditilang

Migo yang beroperasi di Surabaya dan Jakarta belakangan memang moncer bisnisnya. Tua-muda, hingga anak-anak banyak yang menggunakan. Cukup bermodal Rp3 ribu, sepeda listrik Migo sudah di tangan, dan bisa disewa 30 menit.

Untuk menyewanya, konsumen harus memesan terlebih dahulu lewat aplikasi, lalu mengambil unitnya di stasiun Migo terdekat.

Saat mengunggah aplikasi Migo di gawai, konsumen harus mendaftarkan diri terlebih dahulu dengan kartu tanda penduduk (KTP). Kartu identitas menjadi syarat penting jika ingin menggunakan layanan Migo e-Bike.

Status Migo sampai saat ini memang masih dipertanyakan. Menyerupai motor matik, namun memiliki pedal kayuh seperti sepeda pada umumnya. Sementara kelengkapan seperti pelat nomor dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) tidak dimilikinya.

Pemilik stasiun penyewaan Migo e-Bike di Petukangan, Jakarta Selatan, Rendy mengatakan Migo merupakan sepeda listrik. Sehingga tak memerlukan dokumen berkendara sebagaimana sepeda motor yang berada di jalan pada umumnya.

“Ini kan sepeda listrik jadi enggak ada pelat nomor, STNK dan enggak perlu SIM. Yang sewa sama saya belum ada yang ketilang Polisi,” ujar dia kepada VIVA.

Namun banyaknya Migo yang wara-wiri di jalan raya membuat polisi tak diam berpangku tangan. Apalagi di satu sisi ada yang dirasa janggal dari Migo, yakni tertanamnya motor listrik sebagai tenaga penggerak.

Dari sinilah aparat kemudian membidik Migo. Karena besarnya potensi buruk di jalan raya jika selis itu lebih bercita rasa sepeda motor.

"Meski mengaku sepeda, tapi penggerak utamanya dari motor listrik dan baterai. Karena sepeda itu dikayuh, kalau ada penggeraknya berarti bukan sepeda. Jadi enggak boleh di jalan raya tanpa pelat nomor,” kata Herman melanjutkan.

Dia juga menduga pengguna Migo tidak dijamin asuransi atau jaminan Jasa Raharja. Maka dengan begitu akan menimbulkan kerugian besar jika terjadi kecelakaan. Padahal sejatinya tiap kendaraan jenis apapun yang beredar di jalan raya harus memiliki perlindungan.

Dalam waktu dekat polisi pun bakal menggelar razia terhadap Migo dan akan langsung dikandangkan. ”Bahaya banget itu, banyak undang-undang yang ditabrak. Wacana kami akan laksanakan kegiatan operasi untuk mengkandangkan mereka sampai dengan keputusan prosedurnya dipenuhi."

"Kami akan tertibkan, ingin tahu perusahaan tanggung jawabnya sampai mana."

Minta Uji Tipe

Sementara itu Migo menyatakan pihaknya akan patuh terhadap aturan. Manager Operasional Migo Jakarta Sukamdani menyatakan, sudah melakukan pertemuan dengan kepolisian dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas soal aturan dan kelaikan jalan Migo.

"Tidak dipermasalahkan, karena belum ada regulasi yang mengatur sepeda listrik. Namun, dua hari kemarin kami ada pertemuan, koordinasi kembali dengan Dishub dan kepolisian," ujarnya kepada VIVA, Kamis 14 Februari 2019.

Sukamdani menjelaskan, saat pertemuan tersebut, perusahaan meminta agar produk mereka diuji tipe.

Migo sebenarnya telah membuat ketentuan untuk calon penggunanya. Persyaratan utama adalah penyewa harus berusia 17 tahun ke atas atau sudah memiliki KTP.

Nantinya penyewa atau pengendara akan diberikan satu helm. Untuk jalur yang boleh dilalui, Migo tak punya ketentuan khusus. Mereka cuma memberi pengertian ke pengguna agar tetap menaati peraturan yang berlaku di jalan.

Sementara itu, salah satu tim Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kementerian Perhubungan, Arief Novianto memang mengaku belum pernah mendengar nama Migo masuk dalam pengujian tipe kendaraan.

“Kami belum pernah lihat itu, dan nama Migo kami juga tidak tahu,” tuturnya.

Kekosongan Regulasi

Jika melihat lebih dalam, sebenarnya ada pangkal yang menyebabkan baik polisi dan penyedia aplikasi migo punya pandangan berbeda.

Hingga saat ini definisi motor listrik belum ada menurut regulasi pemerintah. Walau begitu disadari sudah ada motor listrik yang diperbolehkan punya pelat nomor dan STNK di wilayah hukum Jakarta, seperti Viar Q1.

Artinya bisnis seperti Migo dianggap celah di tengah kekosongan regulasi. Meski Migo secara positif juga membantu masyarakat mendapatkan solusi transportasi.

Hal ini pula yang diakui Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Kata dia adanya e-Bike sebagai pilihan baru untuk alat transportasi di masyarakat .

Maka itu harus segera diatur Pemerintah. Jangan sampai kehadiran e-Bike Migo akan bernasib seperti sepeda motor ojek online.

"Secepatnya Pemerintah harus melihat ini sebagai fenomena, harus diantisipasi, jangan sampai nanti setelah menjadi besar timbul persoalan. Seperti ojek online, sudah banyak, baru diatur kan susah," ucap Tulus saat dihubungi VIVA, Rabu 13 Februari 2019.

Di luar negeri, kata Tulus, sepeda atau kendaraan listrik secara umum memang sudah dipakai sebagai feeder atau angkutan pengumpan. Kendaraan seperti ini tidak untuk dikendarai dalam jarak jauh serta waktu yang lama.

"Jadi kalau mau ke stasiun, dari rumah itu bisa pakai itu. Jadi tidak untuk jarak jauh. Nah ini saya rasa bisa jadi salah kaprah sistem transportasi, Pemerintah terlambat mengaturnya, serta efek dari buruknya sistem transportasi sehingga ada celah untuk masuk kendaraan ini," ujarnya. (hd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya