Boeing Terjerat Insiden Maut

Kemenhub inspeksi Boeing 737 Max 8.
Sumber :
  • Dokumentasi Kementerian Perhubungan.

VIVA – Boeing 737 Max 8 kembali menjadi sorotan dunia. Masih hangat kejadian jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 pada Oktober 2018 di perairan Karawang, Jawa Barat. 

Kemenhub Tambah Kapal di Rute Panjang-Ciwandan Demi Urai Arus Balik Mudik, Catat Jadwalnya!

Akhir pekan lalu, pesawat serupa yang digunakan Ethiopian Airlines berkode penerbangan ET 302 jatuh dari atas udara Addis Ababa yang dijadwalkan menuju Nairobi, Kenya. 

Peristiwa itu memang dua insiden yang berbeda. Namun jika ditelusuri, banyak fakta yang serupa atas kedua kejadian tersebut, selain sama-sama menggunakan pesawat Boeing 737 Max 8. Pertama, kedua penerbangan itu jatuh hanya beberapa menit setelah lepas landas. 

Sopir Bus Dianjurkan Tak Berkendara Lebih dari 4 Jam saat Antar Pemudik

Kemudian, pilot pada kedua penerbangan tersebut sama-sama menghubungi Air Traffic Control dan mengaku ‘kesulitan’ saat menerbangkan pesawat tersebut. Keduanya pun sudah meminta izin untuk balik ke bandara karena merasakan ada masalah yang dialami. 

Baca juga: Otorita Penerbangan AS Sebut Boeing 737 Max 8 'Laik Terbang'

Begini Cara Memilih Angkutan Bus yang Laik Jalan

Selanjutnya, kedua armada Boeing 737 Max 8 pada penerbangan tersebut pun tergolong baru. Lalu, yang paling memprihatinkan, tidak ada yang penumpang dan kru yang selamat dalam kedua insiden tersebut. 

Dilansir Channel News Asia, saat ini ada sekitar 350 pesawat Boeing 737 Max 8 melayani penerbangan di seluruh dunia. Lalu, apa kelebihannya?

Selain memiliki teknologi paling canggih saat ini, berdasarkan data yang diolah VIVA, Boeing 737 Max 8 didesain efisien bahan bakar dan nyaman bagi penumpang, dengan suasana kabin yang lebih senyap.

Pesawat ini mengusung desain winglet terbaru Boeing, yang dijuluki Scimitar Winglet. Ujung sayap Boeing 737 Max 8 terlihat seperti dibelah menjadi dua, satu menjulur ke atas dan satu ke bawah.

Fungsinya, untuk memecah turbulensi udara yang terjadi di ujung sayap, saat pesawat berjalan dalam kecepatan tinggi.

Dengan winglet tambahan di ujung sayap, turbulensi udara di ujung sayap tadi bisa dipecah, sehingga meminimalisasi terjadinya drag (daya hambat). Pada akhirnya diklaim dapat lebih hemat 20 persen dibanding 737 Next Generation seri lainnya. 

Fitur-fitur tersebut pun menyiratkan jawaban mengapa pesawat ini populer dan banyak dipakai oleh maskapai penerbangan di dunia. Khususnya maskapai berbiaya murah atau low cost carrier (LCC). 

Boeing 'dihukum'

Dua kecelakaan 737 Max 8 dalam kurun waktu kurang dari enam bulan terakhir ini, jelas bukan menjadi catatan yang baik bagi bisnis Boeing. Meski terus dibela oleh Federal Aviation Administration (FAA), atau otoritas penerbangan Amerika Serikat, masyarakat dunia menyoroti keamanan dari pesawat jenis ini. 

Dilansir dari CNN, Selasa 12 Maret 2019, bisnis Boeing pun terhantam. Pada pembukaan perdagangan bursa saham AS, Senin waktu setempat, atau satu hari setelah insiden Ethopian Air terjadi, saham Boeing (BA) sempat anjlok 13,5 persen dalam waktu singkat. 

Kinerja saham tersebut pun tercatat yang terburuk sejak 17 September 2001. Meski demikian, pembelaan FAA yang menyebutkan pesawat tersebut layak terbang, memberikan sentimen positif, yang membuat saham BA ditutup sedikit menguat menjadi merosot hanya sekitar 5 persen. 

Tidak hanya itu, sejumlah negara menginstruksikan secara tegas untuk mendaratkan 737 Max yang digunakan maskapai yang beroperasi. Negara-negara tersebut antara lain, Indonesia, China, Singapura, Korea Selatan, Mongolia, dan Australia. 

Kemenhub inspeksi Boeing 737 Max 8.

Bahkan, sejumlah maskapai pun menunda sementara penerimaan unit pesawat jenis itu yang sudah dipesan ke Boeing. Salah satunya maskapai Lion Air.

Baca juga: Daftar Negara dan Maskapai yang Akhirnya Kandangkan Boeing 737 Max 8 

Menanggapi hal tersebut, Boeing dikutip VIVA dari keterangan resminya mengatakan, paling lambat pada April mendatang sudah memasang perangkat lunak kontrol penerbangan baru untuk seri 737 Max tersebut. Perangkat terbaru ini telah dikembangkan Boeing dengan FAA setelah insiden Lion Air JT 610. 

Pembaruan ini termasuk pada kontrol penerbangan atau Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), tampilan pilot, manual pengoperasian, dan pelatihan kru. 

Kontrol penerbangan yang disempurnakan menggabungkan input angle of attack (AOA), yang membatasi perintah trim stabilizer sebagai respons terhadap sudut yang keliru dari pembacaan kondisi penerbangan, dan memberikan batasan pada perintah stabilizer untuk mempertahankan otoritas elevator.

"Kami telah bekerja dengan FAA dalam pengembangan peningkatan perangkat lunak ini. Penting untuk dicatat bahwa FAA tidak mengamanatkan tindakan lebih lanjut saat ini," tulis Boeing. 

Tunggu jaminan Boeing

Sementara itu, perekam suara kokpit dan data penerbangan digital atau kotak hitam dari pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh pada Minggu, 10 Maret 2019 di Kenya telah ditemukan dari lokasi kecelakaan. 

Harapannya, jawaban atas penyebab jatuhnya pesawat dalam insiden tersebut bisa terungkap. Hasil investigasi bisa menjadi materi evaluasi yang berharga bagi Boeing agar tidak terjadi lagi insiden serupa di masa depan. 

Di Indonesia, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa larangan terbang sementara atau temporary grounded atas pesawat Boeing 737 Max 8 yang beroperasi di Tanah Air berlaku selama sepekan. Saat ini, ada 11 pesawat jenis itu yang beroperasi, satu oleh Garuda Indonesia dan 10 lainnya Lion Air. 

Baca juga: Terbang dari India, Boeing 737 Max 8 Dikandangkan di Bandara Makassar

Dia menegaskan, selama masa tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menurunkan tim guna mengobservasi dan meneliti pesawat itu. Upaya itu untuk mencari hal-hal yang sekiranya dapat diantisipasi agar tidak terjadi kembali insiden. 

Budi pun menegaskan, observasi yang dilakukan merupakan inisiatif pemerintah Indonesia, tanpa melibatkan pihak Boeing. Namun, jika ditemukan indikasi masalah hasilnya akan sampaikan ke Boeing. Dan bila terbukti aman, larangan terbang tersebut bisa dicabut. 

"Tapi apabila kami menemukan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka ada suatu tindakan atau keputusan yang akan kita lakukan," ujar Budi Selasa 12 Maret 2019. 

Baca juga: Boeing 737 Max 8 Didesak Tak Dioperasikan di Indonesia

Langkah Kementerian Perhubungan ini didukung penuh oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK mengatakan, hal ini merupakan bentuk dari tindakan tegas yang dilakukan pemerintah untuk melindungi rakyatnya. 

Wapres pun mengakui, langkah ini akan merugikan industri penerbangan. Namun, hal tersebut lebih baik daripada mempertaruhkan keselamatan penumpang.

"Pasti mengganggu sedikit. Kalau 10 Lion di-grounded, pasti mengganggu penerbangan. Di dunia juga gitu, saham Boeing langsung turun, saham pesawat itu juga turun," ujar JK di Jakarta, Selasa 12 Maret 2019. 

Sebelumnya, Garuda maupun Lion menegaskan, langkah pemerintah ini tidak mengganggu pelayanan kedua maskapai itu untuk para penumpang. Sebab, armada Boeing 737 Max 8 yang beroperasi di Indonesia tidak banyak. 

Wapres juga meminta Boeing benar-benar memperhatikan keamanan pesawat yang diproduksinya. Hal tersebut harus dilakukan sedetail mungkin, sehingga insiden ini tidak terjadi kembali di masa depan. 

"Boeing harus membuktikan pesawatnya baik," tutur Wapres. (art) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya