Pemilu 2019, Kuburan Parpol Kecil dan Menengah

Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (kedua kiri) melambaikan tangan saat mendaftarkan partainya ke KPU Pusat di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA –  Di tengah ingar bingar proses politik menuju pemilihan presiden, partai politik seolah lupa mempersiapkan diri menghadapi pemilu legislatif. Sebuah survei yang dirilis oleh harian Kompas, menyampaikan temuan mengejutkan. Sejumlah partai kecil dan menengah diprediksi tersingkir dari kontestasi. 

Dipecat Jelang Pelantikan, Pendukung Caleg Gerindra Unjuk Rasa

Lembaga Penelitian dan Pengembangan atau Litbang Kompas merilis hasil survei terkait elektabilitas partai politik (Parpol) dalam Pemilihan Umum 2019 pada Selasa, 12 Maret 2019.  Hasilnya, hanya ada enam partai yang diprediksi lolos ke Senayan. Sementara sisanya akan terpental karena diprediksi tidak lolos parliementary treshold (ambang batas parlemen).

Sejumlah Parpol yang diprediksi akan lolos adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sementara, sepuluh Parpol yang diprediksi tidak lolos adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai NasDem, Partai Hanura, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Selain mereka, partai-partai baru juga diprediksi tak akan lolos PT. Mereka adalah Perindo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Berkarya dan Partai Garuda.

Cerita Miris Ketua KPU soal Serangan Siber di Pemilu 2019

Hasil survei ini sebenarnya tak mengejutkan. Pasalnya, sebelum ini sejumlah kalangan memang sudah menduga, Pemilu 2019 yang dilakukan secara serentak antara Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) ini akan menjadi kuburan bagi partai-partai kecil dan menengah. Pertama, karena angka PT yang dianggap besar. Kedua konsentrasi masyarakat dan parpol dan calon legislatif terpecah dengan Pilpres. Akhirnya, hanya parpol-parpol pengusung pasangan Capres-Cawapres yang diprediksi akan menangguk suara dalam Pemilu 2019.

Rilis ini segera membuat kegaduhan di publik. Sejumlah parpol yang namanya disebut akan tersisih tak tergesa menanggapi. Mereka melihat hasil survei Kompas sebagai sesuatu yang biasa saja. Meski tak sepenuhnya mengabaikan, namun hasil survei tersebut dianggap tak merepresentasikan kenyataan.

Rommy Salahkan OTT KPK Bikin Suara PPP Jeblok di Pileg 2019

Tanggapan Dingin Parpol

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar jauh-jauh hari sudah mengatakan, bahwa Pemilu 2019 bisa menjadi kuburan bagi parpol karena Pemilu kali ini tak bisa diprediksi. Menurut dia, ada antiteori perkembangan sekarang ini. Ia mencontohkan Perindo. Menurut dia, partai besutan Harry Tanoesudibyo tersebut sudah habis-habisan. Tapi sejumlah survei menyatakan, elektabilitas Perindo kecil.

“Perindo itu kurang apa. Iklan di televisi, tiap hari. Tapi surveinya kecil. NasDem tiap hari masuk televisi, hasil surveinya juga kecil. Ini yang saya sebut antiteori. Dulu kan teorinya semakin banyak sosialisasi, semakin banyak secara elektoral,” ujarnya kepada VIVA beberapa waktu lalu.

Pria yang akrab disapa Cak Imin ini mengatakan, PT 4 persen sebenarnya tak tinggi. Menurut dia, itu dilakukan agar ada seleksi alamiah. PKB bahkan menginginkan angka PT 5 persen agar seleksinya betul-betul natural dan stabil. “Jadi tidak terlalu banyak pilihan seperti sekarang ini.” Menurut Cak Imin, idealnya hanya ada 5 partai di Indonesia.

Perindo menanggapi dingin hasil survei Litbang Kompas. Sekjen Perindo Ahmad Rofik mengatakan, meski menurut litbang kompas tidak lolos, tapi menurut survei yang lain lolos. "Biar saja. Toh survei Kompas selalu tidak pernah presisi dengan hasil," ujar Ahmad Rofik kepada VIVA, Kamis, 21 Maret 2019. 

Menurut dia, Perindo tidak ambil pusing dengan hasil survei. Karena, perjuangan Perindo bukan hanya sekedar lolos PT, tapi untuk pemenangan. "Double digit adalah tujuan dari perjuangan ini," ujarnya menambahkan. 

Ahmad Rofik juga membantah Pemilu yang digelar serentak akan membuat konsentrasi dan fokus partai terbelah. Menurut dia, perpaduan antara struktur, caleg, program, saksi dan iklan di media adalah kunci kemenangan. “Kami sangat meyakini, Perindo akan menjadi besar di Pemilu kali ini. Perindo bekerja untuk pemenangan Pilpres dan Pileg dalam satu tarikan nafas. Kami lakukan secara bersamaan. Jadi sama sekali tidak ada problem,” ujarnya. 

Wasekjen PPP Achmad Baidowi juga memilih tak ambil pusing dengan hasil survei Litbang Kompas. "Biasa saja," ujarnya kepada VIVA, Kamis, 21 Maret 2019. 

Menurutnya, survei kompas memang selalu mengatakan PPP tak lolos PT. "Bisa dicek di setiap survei menjelang pemilu. Kami mau lolos Pemilu, bukan lolos survei," ujarnya menambahkan. 

PPP bukan partai baru. Partai ini adalah leburan dari berbagai partai Islam pada tahun 1973. Namun Litbang Kompas menyebut PPP sebagai salah satu partai yang akan tergerus di Pemilu kali ini. 


Demokrasi yang Gaduh

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, pemilu serentak memang menyulitkan partai-partai kecil dan menengah untuk biza bersaing menembus presidential treshold 4 persen. Pemilu serentak membuat energi, atmosfir, dan pemberitaan lebih ke Pilpres. Sehingga Pileg menjadi tertutup oleh Pilpres. 

"Dengan begitu, masyarakat sulit mengenal para caleg-caleg dari partai-partai kecil dan menengah. Jika ada partai menengah yang menjadi bagian enam besar di atas itu karena mereka ada di Senayan. Dan sudah berpengalaman serta memiliki basis masa yang riil," ujarnya kepada VIVA, Kamis, 15 Maret 2019.

Angka 4 persen untuk PT juga dirasa terlalu tinggi oleh Ujang. Sebab, tahun 2014 lalu, angka PT hanya 3,4 persen. Ketika angka tersebut dinaikkan, banyak partai yang akan berguguran, bahkan termasuk partai-partai yang berada di Senayan saat ini juga ada yang terancam tak lolos. 

Menurut Ujang, hal yang membuat partai ditinggalkan adalah partai kurang memiliki daya tarik karena tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat dan kurang peduli pada penderitaan rakyat. "Kadang-kadang partai itu hadir dan datang ketika kampanye saja, dan setelah menang tidak datang lagi," ujarnya.  Jadi, jika partai ingin tetap bertahan, Ujang menyarankan partai mendekat langsung ke publik. "Tidak ada kata lain. Berkampanye via udara dan kampanye door to door ke masyarakat. Datangi dan rebut hatinya. Dan itu harus dilakukan secara masif," ujarnya. 

Tapi di sisi lain, Ujang juga mengakui, tingginya PT yang berakibat terpangkasnya sejumlah partai juga berdampak positif. Sebab, akan terjadi penyerdehanaan partai. Menurutnya, terlalu banyak partai membuat demokrasi jadi gaduh. 

Apa yang disampaikan oleh Ujang ada benarnya. Parpol sering kali hanya hadir ketika menjelang Pemilu, dan selebihnya parpol lebih banyak absen. Meski tak menanggapi langsung komentar Ujang, tapi PPP memastikan akan turun menemui pemilihnya. 

Sekjen PPP Achmad Baidowi mengatakan, hasil survei tersebut akan tetap menjadi acuan untuk memetakan gerakan politik ke depan. Ia memastikan partainya akan terus bekerja maksimal agar suara PPP tak semakin tergerus. Salah satu hal yang akan dilakukan PPP adalah memperkuat basis pemilih tradisional selama satu bulan ke depan.

Begitu pula dengan Perindo. Partai yang didukung jaringan media ini akan mengoptimalkan sisa waktu secara maksimal. Sekjen Perindo Ahmad Rofik menyebutkan Perindo akan terus bergerak, "Kami telah mempersiapkan diri dengan sejumlah program selama kampanye." 

Hasil survei Kompas memang tak bisa langsung diterima sebagai sebuah kepastian. Masih ada waktu hampir satu bulan ke depan, masih banyak kemungkinan bisa terjadi. Tapi setidaknya, hasil survei Litbang Kompas bisa menjadi acuan, bagaimana sikap publik kepada parpol yang hanya memanfaatkan konstituennya menjelang pemilihan. Mungkin ada benarnya apa yang disampaikan Ujang, setidaknya angga PT yang tinggi memberi nilai positif, parpol yang berguguran dan demokrasi tak lagi gaduh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya