Menimbang Fatwa Haram Game PUBG

Game online PUBG.
Sumber :
  • Instagram/@pubg

VIVA – Beberapa hari belakangan ini, game PlayerUnknown's Battlegrounds atau PUBG menjadi perhatian publik Tanah Air. Musababnya wacana Majelis Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa haram game populer tersebut.

Esports: PUBG Mobile kolaborasi dengan SPYxFAMILY

Wajar saja jadi perhatian publik. PUBG yang mulai populer di Indonesia sejak 2018 itu merupakan 'Game of the Year 2018' oleh platform distribusi game digital, Steam. Pada pertengahan tahun lalu, dikabarkan bahwa terdapat 400 juta pemain PUBG di seluruh dunia. 

MUI Jawa Barat pertama kali yang melontarkan wacana tersebut. Pertimbangan MUI Jabar itu bukan tiada angin tiada hujan. Lembaga ulama itu menilai aksi terorisme di Selandia Baru berpotensi dipengaruhi oleh kegemaran main game online tembak-tembakan. 

Esports: Ada Coach Justin, PUBG Mobile Gelar Turnamen Rayakan 6th Anniversary

Meski masih pro kontra hipotesa tersebut, informasi fatwa haram itu cepat bergulir di berbagai pihak, mulai dari komunitas gamer, industri digital sampai pemerintahan. Ragam respons soal wacana fatwa pelarangan.

Beberapa tokoh pemerintahan mendukung wacana fatwa tersebut, namun banyak yang meminta MUI lebih saksama dan tak gegabah merilis fatwa haram tanpa ada kajian mendalam. Kubu yang meminta MUI untuk bersabar yakni komunitas game dan olahraga elektronik (e-sport).    

Ponsel Gaming Asus ROG Phone 8 Series Meluncur Besok, Ini Bocorannya

MUI Pusat kemudian mengambil alih masalah ini. Majelis Pusat itu merespons akan memutuskan hukum PUBG dalam sidang komisi fatwa yang melalui kajian mendalam melibatkan banyak pihak. 

MUI Pusat mengundang Kementerian Komunikasi dan Informatika, psikolog, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, asosiasi e-sport Indonesia dan lainnya untuk membahas game berbau kekerasan. 

"Nanti solusinya bisa fatwa atau yang lain. Bisa jadi, setelah kajian solusinya bukan berupa fatwa tapi penegakan hukum atau penguatan regulasi," ujarnya kepada VIVA, Kamis, 21 Maret 2019.

Pengurus MUI yang lain berpendapat tidak ada salahnya mempelajari bagaimana game PUBG. MUI akan melihat bagaimana efek memainkam game tersebut. 

"Kita akan pelajari, kalau memang ditemukan efek kuat game itu memengaruhi orang, sehingga bisa mengubah karakternya atau membuat orang jadi hobi pada sesuatu yang buruk. Seperti teroris di New Zealand, itu kan seperti berdarah dingin betul. Ini juga kemungkinan karena game," kata Wasekjen MUI Pusat, Muhammad Zaitun kepada BBC News Indonesia

Zaitun mengatakan, MUI akan sangat berhati-hati sebelum mengeluarkan fatwa.

"MUI selalu hati-hati karena hal-hal seperti ini tidak boleh sembarangan. Kita harus kaji mendalam. Jadi kita ada komisi pengkajian dulu, baru masuk ke komisi fatwa, baru difatwakan," kata Zaitun.

Segendang sepenarian, ulama di Malaysia juga punya pandangan serupa. Seorang ulama Mufti Negri Sembilan Datuk Mohd Yusof Ahmad mendesak pemerintah Malaysia untuk melarang PUBG. Menurutnya, game itu memiliki dampak negatif pada anak-anak dan remaja, dan dapat mendorong generasi muda ke arah terorisme. Lembaga ulama di Malaysia juga menggelar pertemuan untuk memvonis bagaimana status hukum memainkan PUBG. 

Namun, Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia Syed Saddiq mengatakan tidak setuju jika PUBG dilarang. Ia mengatakan, di Malaysia saja terdapat satu juta pemain PUBG, namun mereka tidak melakukan tindakan terorisme.

Dalam video yang diunggahnya dalam akun Twitter pribadinya, ia mengatakan yang terpenting anak-anak muda tidak ketagihan untuk bermain game.

Komisi Fatwa MUI menjelaskan hasil rapat soal game PUBG

Ragam respons

Respons kontra atas wacana fatwa haram ini muncul dari komunitas gamer PUBG Bandung Community. Menurut komunitas ini, tidak ada dampak mengerikan memainkan PUBG seperti yang dibayangkan, apalagi termotivasi melakukan penyerangan. 

Main game PUBG di Indonesia berbeda dengan di luar negeri. Koordinator PUBG Bandung Community, Eris Pasah, mengatakan mereka bermain PUBG sekadar untuk mengisi waktu luang di tengah kesibukan kerja saja. Makanya, dalih melarang PUBG karena khawatir memunculkan aksi terorisme seperti di Selandia Baru, dianggap berlebihan. 

“Kalau di Indonesia sendiri senjata tidak diperjualbelikan secara bebas, beda sama negara lain. Jadi di Indonesia aman, enggak bakalan ada sipil punya senjata gitu,” kata Eris.

Chief Executive Officer Skyegrid, Rolly Edward, termasuk yang meminta MUI tak memfatwa haram PUBG. Sebagai penikmat game sejak kecil, Rolly tak sepakat dengan alasan untuk 'mengharamkan' PUBG karena mengajarkan kekerasan. Menurutnya, kurang pas kalau mengharamkan PUBG hanya karena insiden serangan teroris mengerikan di Selandia Baru pada Jumat pekan lalu.

Menurutnya, perang dan tembak-tembakan yang ada di game PUBG bukanlah sesuatu yang nyata. 

"Kalau ada yang berpendapat game seperti PUBG haram, saya rasa sih tidak ya. Itu lebih banyak mendidik. Yang perlu ditekankan itu kendali dari parental, bukan fatwa haramnya. Kalau fatwa haram itu sih ekstrem sekali," ujar Rolly kepada VIVA, Jumat, 22 Maret 2019.

Rolly menilai PUBG tak selalu negatif. Meski di dalamnya mengajak gamer untuk memerangi musuh dengan tembak-menembak, namun ada nilai dari game ini. 

Di balik serangan di PUBG terdapat nilai bagaimana pengambilan keputusan bisa cepat, bagaimana menyelesaikan persoalan dan kerja sama. Sepanjang gamer mampu mengendalikan diri dan tidak berlebihan bermain, game apa pun termasuk PUBG, tidak menjadi masalah.

MUI memang bergerak cepat. Dalam sepekan sejak isu fatwa haram PUBG muncul, majelis ulama itu menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, e-sport dan lainnya, untuk membahas game-game yang berbau kekerasan dan terorisme. Publik menunggu soal keputusan rapat soal game PUBG. 

Hasil pertemuan itu, MUI menuturkan belum bisa merilis fatwa game PUBG. Alasannya masih perlu menggali aspirasi dan masukan dari berbagai pihak lainnya. 

Asrorun menuturkan, saat ini fatwa atas game PUBG belum bisa dikeluarkan karena hasil rapat dengan lintas lembaga dan pihak yang berkepentingan ini akan dibahas lagi secara internal oleh Komisi Fatwa MUI.

"Soal tindak lanjutnya bentuk fatwa atau penerbitan peraturan undang-undang, tergantung di pendalaman Komisi Fatwa," kata Asrorun di Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 26 Maret 2019.

Dalam pertemuan tersebut, semua pihak menekankan perlunya pembatasan bermain game dari aspek usia, konten, waktu dan dampak yang ditimbulkan. 

Soal pembatasan bermain game, Indonesia sudah memiliki sistem yang dinamakan Indonesia Game Rating System, yang diatur dalam Permen Kominfo No 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik.

Semua peserta rapat sepakat untuk menggalakkan aturan ini dengan harapan orang yang bermain game bisa tertib. Namun demikian, Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, bila dipandang perlu perubahan pada IGRS maka Kominfo terbuka untuk menyambutnya. 

Presiden Indonesia E-Sport Association, Eddy Lim mengatakan, setiap pengembang memiliki aturan pembatasan waktu bermain, namun belum disosialisasikan lebih jauh. 

Pembatasan waktu bermain game diyakini tidak mematikan game, namun mengurangi benefit permainan setelah melewati waktu pembatasan tersebut. 

"Sebenarnya sosialisasinya agak kurang. Kalau kita main game seperti PUBG itu disarankan 2-3 jam. Waktu kita main 2-3 jam itu kita dapat banyak benefit. Setelah lebih jadi buang waktu karena tidak dapat apa-apa lagi," kata dia. 

Game PUBG Lite

Jangan salahkan game

Soal akar masalah kekhawatiran memainkan PUBG menularkan perilaku yang agresif masih menjadi kontroversi. 

Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani mengatakan, game sebetulnya mempunyai banyak manfaat seperti membantu kemampuan seseorang untuk berpikir strategis dan kemampuan berpikir spasial.

Oleh karena kebanyakan game Inggris, kata Anna, para pemain pun bisa melatih kemampuan berbahasa mereka saat bermain.

Namun, lanjutnya, tak dipungkiri ada game yang memiliki risiko karena konten yang agresif. Anna menuturkan, seringkali game menjadi referensi perilaku atau kata-kata yang negatif, tapi belum tentu pemain akan meniru hal negatif itu.

"Ya, OK dari gim ada risiko, tapi konten agresif nggak hanya dari game. Orang-orang kita kalau ngobrol saja kadang agresif loh. Jadi jangan hanya menyalahkan game," katanya.

Ia mengatakan bisa saja game memicu seseorang melakukan perbuatan negatif, tapi itu kemungkinan besar tidak terlepas dari masalah-masalah lain yang dihadapi orang itu.

"Contohnya, dari kecil ada orang yang agresif banget, hubungan dengan keluarga buruk, hubungan sosial kacau banget, dan dia nggak ada uang. Maka orang ini akan jadi lebih agresif. Kalau ditambah game ya `jadi`," kata Anna.

Riset ilmiah yang dilakukan ilmuwan Amerika Serikat, Whitney DeCamp dan Christoper J. Ferguson menunjukkan kekerasan dalam video game bukan menjadi penyebab utama kekerasan yang dilakukan remaja. Menurut riset tersebut, justru keluarga dan lingkungan sosial yang menjadi faktor lebih berpengaruh membentuk perilaku kekerasan seseorang. 

Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, kedua peneliti itu melibatkan 9 ribu anak-anak kelas VIII dan IX yang berasal dari berbagai lapisan sosial di Amerika Serikat. Dalam riset tersebut, peneliti merekam intensitas responden bermain video game yang keras, dan mengamati bagaimana hubungan responden dengan orang tua. Riset itu juga sekalian mengukur kekerasan dalam keluarga dan informasi demografik misalnya gender, tingkat ekonomi keluarga dan etnis.

Lepas dari pro kontra yang meliputi wacana fatwa haram PUBG, MUI menegaskan langkah institusi ini untuk membahas game seperti PUBG bukan cuma satu sisi saja. 

Asrorun menjelaskan tanggung jawab MUI bukan hanya soal agama. "Kami tegaskan tanggung jawab MUI tidak hanya diniyah (agama). Tapi, ada kaitan masalah ijtimaiyah (umum)," ujarnya di kantor pusat MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 26 Maret 2019

Asrorun mengatakan, banyak yang mengaitkan serangan penembakan terhadap jemaah di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru. Namun, MUI tidak serta merta menghakimi game PUBG sebagai game berkonten tindak kekerasan radikalisme dan terorisme.

Meski begitu, dia mengatakan, MUI memiliki komitmen untuk mencegah dan meminimalkan tindakan radikalisme dengan cara memantau game dinilai berkonten radikalisme. Karena bisa jadi masyarakat kurang pemahaman agamanya sehingga menanggapi game yang ada seperti PUBG dengan salah.

"Tetapi perlu saya kira, kita memiliki komitmen bersama untuk mencegah yang memicu potensi terjadinya tindak kekerasan, radikalisme dan terorisme apa pun penyebabnya. Bisa jadi faktor pemahaman keagamaan yang bersifat menyimpang, bisa jadi faktor sosial politik, bisa jadi ekonomi, bisa jadi faktor budaya ini. Termasuk di dalam tontonan dan juga permainan," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya