Ijtima Ulama III dan Keinginan untuk Mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf

Konferensi pers Ijtima Ulama III
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar GM

VIVA – Ijtima Ulama III telah mengeluarkan fatwa hasil musyawarah para pemuka agama Islam setelah menggelar ijtima di Hotel Lorin, Bogor, Rabu 1 Mei 2019. Para ulama mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendiskualifikasi keikutsertaan paslon capres dan cawapres, Jokowi-Ma'ruf Amin, dalam Pilpres 2019.

Pemilu 2024 Lebih Teduh Dibanding 2019

Ijtima Ulama mengklaim perhelatan Pemilu 2019 bermasalah mulai dari sebelum maupun sesudah pemilu. Ijtima juga membahas langkah apa yang akan ditempuh ulama dan umat Islam dalam menyikapi kecurangan dalam pemilu. 

"Mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan, membatalkan, atau mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres bernomor urut 01," ujar Ketua GNPF-Ulama, Yusuf Martak, membacakan hasil ijtima di lokasi.

AROPI: Dibanding Musim Pemilu 2019, Tingkat Kepercayaan Terhadap Lembaga Survei Naik 7,6%

Martak menyampaikan, keputusan diambil setelah ijtima menyimpulkan Pilpres 2019 dipenuhi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, kemudian menguntungkan paslon nomor 01, Jokowi-Ma'ruf. Martak mengemukakan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi selaku tim sukses oposisi harus menjadi pihak yang selanjutnya mengadukan kecurangan itu ke Bawaslu.

"Mendorong dan meminta kepada BPN Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural," ujar Martak.

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

Selain itu, Martak juga mengemukakan, segenap umat Islam di Indonesia harus mendukung, serta mengawal hasil Ijtima Ulama III. Didukungnya hasil ijtima termasuk amar maruf nahi munkar atau perjuangan menegakkan kebenaran, dan melawan kebatilan.

"Mendorong dan meminta kepada BPN Prabowo-Sandi untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural. Perjuangan melawan kecurangan dan kejahatan, serta ketidakadilan adalah bentuk amar maruf nahi munkar dan sah secara hukum dengan menjaga keutuhan NKRI dan kedaulatan rakyat," ujar Martak. 

Menurut Ahli Hukum dari Front Pembela Islam atau FPI, Munarman, paslon 01 dapat diskualifikasi secara hukum jika, kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) terbukti dilakukan pasangan capres-cawapres petahana itu.

Munarman menyampaikan, diskualifikasi dimungkinkan Pasal 463 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Ketentuan itu mengatur Bawaslu sebagai lembaga yang menerima aduan kecurangan-kecurangan TSM. Saat aduan yang begitu banyak terbukti, Bawaslu lantas merekomendasikan KPU membatalkan keikutsertaan paslon yang curang.

"Paslon yang melakukan kecurangan itu, akan terkena sanksi menurut ayat 4 dan 5, adalah diskualifikasi, pembatalan calon kalau dalam bahasa undang-undang. Itu sanksi terberat," ujar Munarman.

Munarman mengungkapkan, pihak yang harus melaporkan Jokowi-Ma'ruf ke Bawaslu adalah BPN Prabowo-Sandi. Timses oposisi itu memiliki bukti bahwa kubu petahana melakukan kecurangan TSM yang menguntungkan mereka secara tidak sah.

Kepentingan politis

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Moeldoko

Banyak pihak menuding Ijtima Ulama III yang digelar ini hanya untuk menyuarakan agenda politik paslon Prabowo-Sandi dan berusaha membangkitkan gerakan massa untuk mendiskualikasi hasil Pilpres 2019. 

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Moeldoko, menilai ijtima yang hanya membahas masalah politik tidak tepat dilakukan karena ada upaya mencampuradukkan antara urusan agama dengan politik. Hal ini malah membuat masyarakat semakin tidak tenang. 

Dia pun mengimbau agar para ulama tidak menggerakkan massa untuk kepentingan politik, dan meminta sengketa pemilu diselesaikan dengan cara-cara konstitusional.

"Jadi menurut saya ini sebuah upaya yang harus kita hentikan, enggak boleh menjustifikasi sebuah persoalan yang belum tuntas. Kalaupun ada kekurangan-kekurangan yang dilakukan atau tidak sengaja dilakukan oleh KPU karena dengan segala keterbatasannya, selesaikan saja dengan cara-cara yang konstitusional bukan dengan ijtima," kata Moeldoko.

"Ya menurut saya dalam suasana seperti ini, masyarakat membutuhkan suasana yang nyaman. Jangan menciptakan suasana yang menakuti masyarakat," ucap Moeldoko.

Wakil Presiden, Jusuf Kalla, berharap ijtima itu benar-benar dilandasi pedoman Islam, bukan sekadar politik.

"Kita harapkan ijtima itu betul-betul berdasarkan pedoman atau aturan dan hadits-nya, jadi ada dasar hukumnya yang benar. Jangan dasarnya politis, tapi betul-betul dasarnya aturan hadits," kata JK. 

Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni menegaskan, apapun hasil ijtima ulama III tidak akan mengubah hasil Pilpres 2019. Dia yakin hasil Pilpres 2019 dimenangkan oleh Jokowi-Ma'ruf. 

"Terserah saja. Mau buat ijtima ulama berkali-kali dan berjilid-jilid juga silakan saja. Yang pasti wapres kita lima tahun ke depan adalah ulama. Kemenangan kali ini juga karena banyak doa dari para ulama sejati," kata Raja Juli Antoni kepada VIVA, Rabu 1 Mei 2019.

Ia mengingatkan, forum Ijtima Ulama yang digagas oleh para simpatisan penantang Jokowi-Ma'ruf Amin itu bukan sebuah mekanisme legal formal dalam konstitusi negara untuk menyikapi ketidakpuasan hasil pemilu di Indonesia.

"Namun, sekali lagi, silakan saja, mau buat ijtima ulama. Negara melindungi kebebasan warga negara berserikat dan berkumpul," ujarnya.

Ia pun menanggapi santai perihal hasil Ijtima Ulama ke III yang mendesak agar KPU mendiskualifikasi hasil pilpres karena diduga sarat dengan kecurangan. Menurut Antoni, desakan agar KPU mendiskualifikasi hasil pilpres itu tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

"Gak ada cantolan hukumnya. Jadi gak usah dipikirkan. Kita ikuti saja mekanisme konstitusi kita," tuturnya.

Bekerja transparan

Komisioner KPU, Ilham Saputra, saat meninjau produksi surat suara Pemilu 2019.

Sementara itu, menanggapi tudingan kecurangan dalam pemilu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Ilham Saputra, menyatakan KPU tidak ingin menggubrisnya. Dia meyakinkan pihaknya akan bekerja secara transparan dan dapat diawasi publik. 

"Kami kerja saja lah," ujar Ilham di KPU.

Ilham menegaskan, di tengah segala tudingan bahwa Pemilu dipenuhi kecurangan, KPU bekerja se-transparan mungkin. Tahapan rekapitulasi yang saat ini sedang berlangsung di seluruh Indonesia, bisa dipantau masyarakat baik secara langsung, atau melalui situs KPU.

"Kami bekerja se-transparan mungkin," ujar Ilham.

Ilham juga mengungkapkan, dilaksanakannya proses yang transparan itu memiliki tujuan supaya kecurangan bisa ditekan seminimal mungkin, hingga tidak ada. Ilham meminta masyarakat berperan secara nyata untuk mencegah kecurangan terjadi.

"Masyarakat silakan pantau rekapitulasi yang berjenjang di setiap level. Sekarang sudah ada yang di tingkat kabupaten, kecamatan, ikuti saja itu," ujar Ilham.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya