Berebut Kursi Kabinet Jokowi

Presiden Terpilih Jokowi dan Wapres Terpilih Ma'ruf Amin di Sentul 14 Juli 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA - Kontestasi pemilihan presiden 2019 secara praktis berakhir usai Mahkamah Konstitusi membacakan putusannya pada akhir Juni lalu yang menolak gugatan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lalu diikuti Komisi Pemilihan Umum yang menetapkan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Namun ternyata, gesekan politik tidak berhenti sampai di situ saja.

Airlangga Sebut Belum Ada Pembicaraan soal Jokowi Bakal Pimpin Koalisi Besar

Medan pertarungan kini bergeser ke lingkar kekuasaan yaitu perebutan kursi kabinet. Bahkan, tak cuma di kalangan partai-partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin saja yang terlibat adu kuat. Tapi juga partai-partai bekas koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Beberapa kali, susunan kabinet Jokowi yang baru pun beredar ke publik. Namun, sering juga hal itu dibantah pihak-pihak terkait sebagai berita bohong alias hoax.

Netralitas Jokowi saat Pemilu Disorot di Sidang PBB, Airlangga Bilang Begini

PKB Sodorkan 34 Nama

Salah satu partai anggota koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf yang kencang menyuarakan jatah kursi menteri adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Bahkan, jauh-jauh hari sebelum pilpres digelar, PKB sudah terang-terangan meminta jatah sebanyak 10 kursi menteri.

Istana: Isu Jokowi Masuk Bursa Calon Ketua Umum Partai Golkar itu Urusan Internal

Belakangan, PKB berencana menyodorkan 34 nama kepada Presiden Jokowi. Setelah itu, mereka mereka menyerahkannya pada Jokowi untuk menyaringnya.

"Kenapa PKB tak kirim 34 nama yang punya kualifikasi 34 Kementerian sehingga Pak Jokowi punya perbandingan usulan lain," kata Ketua DPP PKB, Lukman Edy, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jumat 12 Juli 2019.

Ketua Umum PKB sekaligus Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar

Namun, sebelum benar-benar menyerahkan nama-nama itu, mereka terlebih dahulu akan berbicara dengan sang ketua umum Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang akan menggodoknya. Yang pasti partai yang didirikan oleh almarhum Gus Dur itu menginginkan kursi kementerian dan lembaga strategis di periode kedua nanti.

Di samping, mereka berharap pos-pos kementerian yang sebelumnya ditempati kader partainya seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja, akan dipertahankan. Satu posisi yang tidak mungkin mereka tempati hanya Menteri Pertahanan saja.

Tidak hanya itu saja, Ketua DPP PKB, Abdul Kadir Karding, malah meyakini jatah kursi menteri PKB akan berbeda dengan Nahdlatul Ulama. Karena, NU dan PKB sama-sama bekerja memenangkan Jokowi.

Terbaru, Muhaimin sendiri mengaku belum tahu mengenai siapa saja kadernya yang akan dikirim ke Jokowi. Tapi dia menegaskan tentu mereka yang dikirim nanti itu merupakan kader terbaik.

Selain soal jatah menteri, PKB juga mengincar jabatan Ketua MPR. Mereka memproyeksikan posisi itu agar ditempati Muhaimin.

Golkar Minta Tambah

Dari situasi yang mengemuka ke publik, diketahui tidak hanya PKB yang getol meminta jatah kursi menteri. Partai lain sesama anggota koalisi Jokowi-Ma'ruf juga merasa lebih berhak mendapat jatah lebih banyak karena menilai punya suara yang lebih besar daripada PKB misalnya Partai Golkar.

Bahkan yang terbaru, mereka minta tambahan jatah menteri. Memang saat ini, partai berlambang pohon beringin itu menduduki kursi Menteri Perindustrian, Menteri Sosial, dan Menko Maritim. Nah, untuk kabinet pemerintahan Jokowi periode kedua lima tahun mendatang, mereka minta agar jumlah itu ditambah.

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, mengakui telah menyiapkan lima kader, untuk diajukan sebagai calon menteri di kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Lima nama tersebut adalah dirinya sendiri, Agus Gumiwang Kartasasmita, Ibnu Mundzir, Zainuddin Amali, dan Dedi Mulyadi.

"Nama-nama tersebut, tentu punya potensi," kata Airlangga di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 18 Juli 2019.

Ketum Golkar Airlangga Hartarto

Namun, Airlangga memastikan, nama-nama itu belum disodorkan kepada Jokowi, karena di internal Partao Golkar pun hal itu masih harus dibahas secara lebih detil. "Pada waktunya, jadi belum kita bicara detil," ujarnya.

Selain Golkar, Nasdem juga senada. Mereka menganggap suara mereka lebih banyak dari PKB di DPR berdasarkan kursi. Karena itu, partai pimpinan Surya Paloh tersebut meminta 11 kursi menteri.

PKB-PPP Saling Serang

Situasi terlihat semakin panas karena adanya saling sindir antara partai pendukung Jokowi-Ma'ruf. Misalnya antara PKB dengan PPP.

Awalnya, Wakil Sekjen PKB, sekaligus anggota Komisi VIII, Maman Imanulhaq, menilai Lukman Hakim Saifudin gagal menjalankan tugasnya sebagai menteri agama. Menurut Maman, Lukman gagal dalam menata reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama.

Pernyataan itu segera membuat panas telinga politisi Partai Persatuan Pembangunan, partai yang menjadi tempat Lukman beraktivitas secara politik selama ini. Mereka merespons serangan itu dengan keras.

sorot ppp

Wakil Sekjen PPP, Indra Hakim Hasibuan, meminta Maman tidak bicara ngawur hanya karena kebelet ingin jadi Menteri Agama. Dia juga menyinggung sejumlah kementerian yang diduduki kader-kader PKB seperti Kemenpora yang semrawut, kemudian Kemenakertrans yang tak mampu menyelesaikan masalah pengangguran. Termasuk, ada sisa-sisa kasus durian yang belum tuntas.

"Intinya, PPP tidak pernah bernafsu mempertahankan kursi menteri agama, karena penempatan seorang menteri adalah hak preogatif Pak Jokowi sebagai Presiden," tutur Indra. (Baca selengkapnya di sini).

Atas persoalan di atas, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangungan atau PPP, Suharso Monoarfa, juga ikut bersuara. Dia mengaku bertemu langsung dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar.

Pertemuan itu dilakukan untuk mengklarifikasi pernyataan Maman Imanulhaq yang menyatakan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, telah gagal dalam menjalankan kinerjanya selama kepemimpinannya. Dalam pertemuan itu, lanjut Suharso, Muhaimin atau yang akrab disapa Cak Imin mengaku telah menegur Maman Imanulhaq atas kritikannya tersebut.

Dia pun meminta kepada seluruh kader PPP, agar tidak lagi menanggapi pernyataan politisi PKB itu dengan berlebihan. Karena, menurut Suharso, polemik itu sudah diselesaikan melalui pertemuan dua pimpinan partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut. (Selengkapnya klik tautan ini).

Kenapa Berebut Kursi?

Berbagai peristiwa atau perkembangan di atas cukup menunjukkan pada masyarakat mengenai adanya persaingan di antara partai-partai politik dalam memperebutkan kursi menteri. Tidak hanya antar anggota koalisi Jokowi-Ma'ruf, partai-partai yang dulunya mengusung Prabowo-Sandi pun ikut tergiur mendapatkan kue kekuasaan di kabinet Jokowi yang baru nantinya.

Sebut saja Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan juga Partai Gerindra. Bahkan sejumlah kader atau tokoh penting di partai-partai itu secara terbuka menyatakan siap menjadi menteri, atau bersedia membantu pemerintah bila memang diminta. Tapi, sikap resisten juga ditunjukkan oleh partai-partai koalisi Jokowi seperti PKB, Golkar, juga Nasdem. Mereka lebih menghendaki agar eks koalisi Prabowo itu menjadi oposisi.

Baca: PKB Takut Koalisi Jokowi Jadi Obesitas Kalau Gerindra Bergabung

Presiden Jokowi saat mengumumkan komposisi pertama Kabinet kerja pada Oktober 2014

Lantas, mengapa partai-partai itu berebut kursi menteri? Apa alasan dan motivasinya?

Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyatakan bahwa kursi menteri bagi partai sangat penting dan sangat strategis. Selain untuk membantu presiden, tetapi juga jabatan menteri biasanya digunakan parpol untuk mengumpulkan pundi-pundi finansial untuk menggerakkan partai dan untuk persiapan pemilu ke depan.

Oleh karena itu, lanjut dia, partai-partai koalisi sedang berebut kementerian yang strategis. Kementerian yang basah.

"Jika Nasdem, Golkar, dan PKB meminta jatah banyak ya kurang etis. Mereka kan sudah ada jatahnya. Sudah ada proporsinya. Dan pasti akan dibagi secara proporsional oleh Jokowi," kata Ujang saat dimintai tanggapan VIVAnews, Selasa, 23 Juli 2019.

Ujang berpendapat jika mereka tidak mendapatkan kementerian yang diinginkannya, tentu mereka akan meradang. Mereka pasti akan prostes ke Jokowi.

"Pasti akan ada gejolak. Tapi hanya sementara. Tak akan pecah. Akan bisa diselesaikan dengan kompromi dan diberi jabatan yang lain," ujarnya.

Baca: AHY Siap Jadi Menteri Jokowi

Secara umum, meskipun berambisi menduduki kursi menteri sebanyak-banyaknya dan sestrategis mungkin, partai-partai politik itu tetap tidak bisa bersikap sepihak. Mereka menyadari bahwa pemilihan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Oleh karena itu, mereka juga menyerahkannya pada presiden.

Presiden Jokowi dalam Rapat Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta.

Politisi Partai Golkar, Ricky Rachmadi, menyatakan meskipun partainya ingin tambahan jatah menteri, namun hal itu masih bersifat internal partai. Dia menegaskan bahwa sikap politik Golkar adalah mengembalikan lagi urusan penjatahan menteri kepada Presiden Jokowi.

Hal itu juga ditegaskan oleh Politisi Partai Golkar lainnya, Andi Harianto Sinulingga. Dia menyerahkan masalah prerogatif terkait penjatahan menteri bagi partai-partai pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin kepada sang presiden terpilih.

Begitu juga politisi PDIP, Aria Bima. Dia menyerahkan urusan konfigurasi di dalam pemerintahan ke depan kepada Presiden Joko Widodo. Menurutnya, Jokowi adalah petugas partai yang sudah diwakafkan untuk mengurus bangsa.

"Itu hak prerogratif beliau. Itu adalah hak untuk menentukan jalannya pemerintahan yang mendapat amanah dari rakyat," tuturnya.

(Baca juga: Politikus PDIP: Jadi Menteri Bukan Anugerah tapi Amanah).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya