Susno Duadji: Saya Korban Kriminalisasi

Sumber :
  • Antara/ Andika Wahyu

VIVAnews - Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Pol. Susno Duadji, kembali muncul ke ruang publik setelah kontroversi penahanannya, Mei lalu. Kamis siang kemarin, 19 Agustus 2010, ia mengajukan uji materi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) di Mahkamah Konstitusi. Dia mengugat aturan yang membuatnya tak jadi dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Duduk sebagai pemohon prinsipal, Susno tampak lebih kurus. "Turun lima kilo lebih," kata Susno usai sidang di MK. Susno mengakui selama dalam penjara ia banyak pikiran sehingga kurang nafsu makan.

Di penjara, dia bahkan mengaku sudah tak ingat hari. "Kadang Senin apa Selasa tidak tahu karena di dalam kamar itu gelap," katanya di hadapan wartawan. "Kalau mau cepat harinya, boleh menemani saya di situ. Jadi cepat harinya, malam apa siang itu tidak tahu."

Pesan Idul Fitri Kapolri: Dalam Perbedaan Tercipta Indahnya Toleransi

Susno mengaku sudah hampir 106 hari mendekam di sel tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok. 

Sebagaimana diberitakan, Susno ditahan Mabes Polri atas dugaan penyuapan terkait usaha perikanan Arwana di  Pekanbaru, Riau. Susno pun dituding menerima uang suap dalam kasus pajak Gayus Tambunan dan terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat.

Ironisnya, dua kasus pertama justru diungkap oleh Susno sendiri setelah 'dilengserkan' dari jabatan Kabareskrim. Merasa ditelikung, Susno lantas meminta perlindungan pada LPSK, dan dikabulkan. Namun, keputusan itu diprotes Mabes Polri. Perlindungan LPSK pun dibatalkan.

Pasal 10 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban berbunyi: "Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan."

Pasal ini lah yang dijadikan senjata oleh Mabes Polri untuk menganulir keputusan LPSK.

Merasa haknya dilanggar, Susno menggugat pasal ini ke MK. Kalaupun tak dapat dibatalkan, Susno melalui pengacaranya meminta penafsiran MK ihwal perlindungan terhadap seseorang yang berstatus saksi sekaligus tersangka dalam satu perkara pidana.

Menhub Ingatkan Semua Unsur Aparat Pastikan Kelancaran Arus Balik Lebaran

Korban kriminalisasi

Usai pembacaan permohonan oleh pengacaranya, giliran Susno angkat suara. Setelah mengucapkan selamat berpuasa kepada seluruh peserta sidang, Susno mencurahkan isi hatinya terkait kasus-kasus yang dituduhkan kepadanya. Kepada Mahkamah, Susno mengaku jadi korban kriminalisasi oleh instansi tempat ia selama ini bekerja.

Ironisnya, adalah Jenderal Susno yang dianggap banyak kalangan memimpin upaya kriminalisasi terhadap dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, dalam kasus yang kondang dengan sebutan "cicak vs. buaya."

Gran Max Maut di Tol Cikampek sudah 4 Kali Pindah Tangan dan 2 Kali Diblokir

Secara terbuka, Susno mengungkapkan berbagai kejanggalan dari sejumlah kasus yang dituduhkan kepadanya.

Soal tuduhan di mana Susno menjadi tersangka pencemaran nama baik dan disebut-sebut menerima uang Rp5 miliar dari kasus Gayus Tambunan, ia berkata, kasus itu "tidak berkembang sampai sekarang."

Ia juga menyinggung kasus PT Salma Arowana Lestari (PT SAL) atau yang juga dikenal sebagai kasus mafia arwana. "Khusus kasus SAL, pelapornya adalah saya yang mengungkap mafia kasus ini. Anehnya, kasus mafianya tidak jalan, tidak ada yang diperiksa. Justru diri saya yang dijadikan tersangka atas keterangan seorang bernama Sjahril Djohan," kata Susno.

Sjahril mengaku pada Desember 2008 Susno menerima suap dari dia sebesar Rp500 juta. Tapi anehnya, kata Susno, saat kasus itu terjadi dia masih polisi aktif, bahkan Kabareskrim, dan dia yang membongkar kasus ini.

"Kan bodoh justru saya buka. Kalau saya terlibat, saya harusnya diam-diam saja," katanya.

Susno menyatakan justru dialah yang menghambat kasus ini coba dialihkan dari ranah perdata menjadi pidana.  Apalagi, Susno melanjutkan, "Pemegang saham PT SAL adalah mantan atasan saya, mantan Wakapolri (Komjen (purn) Makbul Padmanegara). Saya tentu tak mau menerima suap dari perusahaan mantan atasan saya."

Sebelumnya, pengacara Makbul, Alflons Loemau, membantah kliennya memiliki saham di PT SAL. "Siapapun yang bisa menemukan ada saham atas nama Bapak Makbul Padmanegara, kami tegaskan klien kami akan menghibahkan pada orang yang menemukan," kata Alfons.

Selain kasus tersebut, kata Susno, dirinya juga dituduh terlibat kasus dana pengamanan pilkada saat dia menjabat Kapolda Jawa Barat. "Saya yakin pertanggungjawaban dana itu yang terbaik di Indonesia. Aneh, hanya satu Polda yang dipersoalkan, yang lain tidak."

Rekening gendut

Selain itu, Susno mengaku dijadikan target kasus rekening gendut milik sejumlah pejabat dan mantan pejabat Mabes Polri.

"Kasus saya ada tiga. Begitu selesai masa penahanan yang satu, nanti diawali yang kedua, dimulai dari nol lagi," kata Susno, "Bisa-bisa sepanjang tahun saya ditahan."

Susno mempertanyakan kenapa Mabes Polri menyatakan semua rekening lain klir, kecuali rekening miliknya. "Saya merasa dijadikan target. Dicari-cari alasan untuk menjadikan saya tersangka," katanya.

Dia menjelaskan dirinya memang punya satu rekening dengan jumlah dana cukup besar pada 2009. Tetapi, dana itu bukan miliknya melainkan uang putrinya untuk transaksi jual beli rumah.

"Karena nilainya cukup besar, saya melapor kepada Kapolri," kata Susno.

Dalam laporan kepada Kapolri, Susno mengaku melampirkan bukti-bukti transaksi jual beli rumah anaknya; mulai bukti penjualan dan kuitansi-kuitansi transaksi lain. "Bahkan saya juga sampaikan bahwa si pembeli belum melunasi karena sertifikat belum jadi."

Susno mengaku was-was statusnya juga akan ditingkatkan menjadi tersangka dalam kasus rekening gendut Polri ini. Bila itu terjadi, maka masa penahanannya akan bertambah lagi.

Dalam kasus ini, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memang menyatakan: dari 23 rekening yang dicurigai PPATK "hanya satu rekening yang dinilai mencurigakan dan tengah dilakukan penyelidikan."

Adapun Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang menjelaskan, dari hasil penyelidikan disimpulkan: 17 rekening tidak bermasalah, dua masih dalam proses, satu belum diselidiki karena pemiliknya sedang mengikuti pemilihan bupati, satu rekening tidak diperiksa kerena pemiliknya meninggal dunia, dan dua lainnya dinyatakan terkait tindak pidana. (kd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya