Pertamax Mahal, Larangan Premium Tak Efektif

BBM: Pertamina
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Sejumlah pengamat energi menilai opsi larangan premium bagi kendaraan pribadi tidak rasional. Apalagi harga Pertamax terus naik mengikuti kenaikan harga minyak mentah dunia.

Kemenhub Pastikan Mudik 2024 Lancar, Intip Daerah Tujuan Terbanyak hingga Angkutan Terfavorit

Pada paruh kedua Januari saja, harga bensin tak bersubsidi ini telah naik Rp350 menjadi Rp7.850 per liter. Sebelumnya, pada awal tahun malah naik Rp550 menjadi Rp7.500 per liter. Artinya, belum genap satu bulan, harga Pertamax sudah naik hampir Rp1000 per liter. Padahal, ini merupakan harga Jakarta, harga terendah dibandingkan wilayah lain.

Pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto berharap kebijakan ini dibatalkan. Sebab tingginya harga minyak justru hanya membuat program semakin tidak efektif.

Larangan penggunaan premium bagi kendaraan pribadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang diperkirakan bisa menghemat subsidi Rp3 triliun tak bakal tercapai. "Semakin tinggi perbedaan harga, semakin banyak penyelundupan," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institut ini kepada VIVAnews.com, Selasa 18 Januari 2011.

Pengguna sepeda motor dan angkutan umum akan ramai-ramai membeli bensin dan menjual lagi di pasar gelap. "Ini bukan tidak mungkin," katanya.

Menurut Pri Agung, pengguna premium bakal shock karena harus membeli BBM seharga Rp8.000 per liter. Hampir dua kali lipatnya dari harga premium yang hanya Rp4.500. Dengan selisih harga yang besar ini, pengguna akan beralih menggunakan sepeda motor. Akibatnya, pengguna sepeda motor pun melonjak.

Selain itu, larangan premium juga akan menambah beban pengguna mobil. Bila pemerintah menaikkan harga premium Rp500 menjadi Rp5000 per liter, artinya harga itu lebih murah daripada harga Pertamax yang hampir mencapai Rp8.000. Kalau pemerintah tetap kukuh memilih melarang premium bagi kendaraan pribadi, inflasi akan melonjak sulit terkendali.

Pengamat energi yang juga Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies Kurtubi, mengatakan bahwa kebijakan itu sama saja memaksa pemilik mobil pelat hitam menggunakan Pertamax dengan tidak menyediakan pilihan bahan bakar lain.

Menurut dia, harga yang terus melambung akan menggoyang daya beli pemilik mobil kelas menengah bawah. "Sebentar lagi harga Pertamax naik manjadi Rp8.000 dan seterusnya, karena harga minyak bisa tembus US$100 per barel," katanya kepada VIVAnews.com.

Kurtubi berpendapat kebijakan itu tidak tepat jika tujuannya ingin mengurangi subsidi BBM. Lebih baik, pemerintah menaikkan harga BBM secara bertahap agar lebih efisien hingga tidak ada subsidi premium. Saat ini dengan jenis oktan 92 seharga Rp7.850, artinya  biaya produksi jenis Oktan 88 atau premium bisa lebih rendah dari Rp7.850.

Menurut dia, harga premium bisa dinaikkan Rp1.000 menjadi Rp5.500 per liter. Harga itu lebih rendah dibandingkan harga Pertamax, sehingga tidak terlalu mencekik masyarakat.

Apalagi kemungkinan harga minyak dunia yang saat ini mencapai US$90 per barel akan naik hingga US$100 miliar pada triwulan kedua 2011. "Kemungkinan ekonomi Amerika dan Eropa lebih bagus, sehingga ikut menambah konsumsi minyak," ujarnya.

Sejauh ini, menurut keterangan resminya, pemerintah belum berencana mempercepat atau membatalkan kebijakan pembatasan premium yang dijadwalkan mulai dilaksanakan pada akhir Maret 2011.

"Tetap akan dilaksanakan kuartal I, atau April. Bersama dewan ini akan kami bahas dulu," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa.
Menurut Hatta, pembahasan Komisi VII DPR diantaranya akan membicarakan mengenai dampak sosial ekonomi dari pemberlakukan pembatasan premium bersubsidi. Rapat rencananya akan dilaksanakan pada Februari 2011.

Belajar dari Kebijakan Masa Lalu
Bila pemerintah sangat anti menaikkan harga BBM, pemerintah sebenarnya masih memiliki cara lain supaya bisa menekan subsidi BBM. Kurtubi mengatakan, pemerintah harus belajar dari kebijakan sebelumnya, konversi energi.

Menurut Kurtubi, sebelum konversi elpiji dilakukan pada 2007, subsidi minyak tanah merupakan terbesar dibandingkan dengan premium maupun solar. Kenyataannya, melalui konversi, konsumsi minyak tanah anjlok. Dengan sendirinya subsidi juga berkurang drastis.

Pemerintah sebenarnya bisa melakukan konversi premium dan solar dengan bahan bakar gas (BBG). Penggunaan BBG sudah teruji pada Bus Transjakarta,  Bajaj, dan sejumlah taksi. "Bajaj saja bisa, masa mobil pribadi tidak bisa?" katanya.

Menurut Kurtubi, biaya konversi BBG tidak seberapa bila dibadingkan dengan subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah tiap tahun.

Tahap awal, pemerintah bisa mewajibkan seluruh mobil pelat merah dan angkutan umum di Jakarta dan sekitarnya untuk beralih pada BBG. Caranya, pemerintah mempercepat pembangunan tangki apung LNG (LNG receiving terminal) di  Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setelah selesai, pemerintah memasang pipa dari Tanjung Priok ke pool taksi, bus, dan Bajaj. "Pembangunan pipa gas biayanya tidak jauh beda dengan pipa air," katanya.

Selain membangun pipa, pemerintah juga harus memberikan alat pengkonversi BBG yang dipasang pada tiap kendaraan. "Ini harganya sekitar Rp4 juta per kendaraan. Ini mirip pemberian kompor dan tabung elpiji ke masyarakat."

Setelah kendaraan pelat merah dan pelat kuning, pemerintah tinggal mewajibkan kendaraan pelat hitam. Sambil menunggu mewajibkan kendaraan pribadi, pemerintah bisa memfasilitasi pembangunan stasiun pengisian BBG (SPBBG).

5 Minuman Alami Bantu Atasi Radang Tenggorokan Selama Puasa

"Setiap SPBU yang masih memiliki tanah kosong wajib membangun SPBBG," katanya. "Bila sudah berjalan, konsumsi premium dan solar akan jauh menurun, seperti konsumsi minyak tanah. Subsidi pun akan jauh berkurang." (hs)

Ilustrasi perkelahian dan pengeroyokan.

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Para anggota TNI itu diduga tak terima Prada Lukman dikeroyok preman di Pasar Cikini, Rabu, 27 Maret 2024. Prada Lukman membela ayah rekannya yang dipalak kawanan preman.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024