Arab Saudi Hentikan Rekrutmen TKI?

TKI
Sumber :
  • ANTARA/Ahmad Subaidi

VIVAnews - Komite Perekrutan Tenaga Kerja di bawah Kamar Dagang Industri Arab Saudi mengumumkan menunda rekrutmen Tenaga Kerja Indonesia untuk negeri itu. Alasannya, Indonesia tak memenuhi kriteria yang ditetapkan Arab Saudi kepada negara pengirim tenaga kerja.

Eks Sespri Sekjen Ungkap BAP KPK Bocor ke Pejabat Kementan

Keputusan diungkapkan Komite itu pada laman Arab News 14 Februari 2011, yang diterbitkan pukul 23.45 waktu setempat. Dikatakan, Komite itu juga meminta pejabat Saudi tak menerima segala jenis visa bagi warga Indonesia karena federasi serikat pekerja Indonesia telah gagal mematuhi syarat dari perjanjian kedua negara.

“Kita meminta pemerintah Saudi untuk memohon visa rekrutmen baru bagi Indonesia terkait dengan biaya yang berlebihan, dan tenaga kerja yang tak memenuhi syarat,” ujar Komite itu.

Siswa SMP Dibacok dan Dibegal Saat Pulang Sekolah Sendirian

Ketua Komite Rekrutmen di Kamar Dagang dan Industri Jeddah, Yahya Hassan Al-Maqbool, mengatakan keputusan baru itu dibuat setelah “laporan berlebihan di media Indonesia" tentang perlakuan tak layak para pembantu rumah tangga Indonesia oleh sponsor di Saudi.

Disebutkan, ada sejumlah perbedaan pendapat antara pejabat Saudi dan Indonesia tentang biaya rekrutmen, dan upah yang harus dibayar kepada pembantu rumah tangga Indonesia dan supir, keduanya adalah kategori tenaga kerja yang diimpor dari negara Asia Tenggara.

Setuju Pembatasan Impor Barang Jadi Elektronik

Ramli Saud, Wakil Ketua Komisi Pekerja Indonesia, mengatakan sebelumnya Arab Saudi telah merekrut 1 juta orang tenaga kerja, sekitar  97 persen mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan supir.

Keputusan Kerajaan Arab Saudi itu belum diketahui Pemerintah RI. "Kementerian Luar Negeri belum menerima pemberitahuan tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Kusuma Habir, saat dihubungi VIVAnews.com, Selasa 15 Februari 2011.

Kusuma menjelaskan, Pemerintah RI dan Kerajaan Arab Saudi saat ini memang sedang mencari solusi mengatasi berbagai masalah TKI yang bekerja di Arab. Opsi penundaan pengiriman tenaga kerja memang menjadi pilihan sementara.

"Sehubungan dengan ini antara lain telah dibicarakan kemungkinan penghentian sementara pengiriman TKI ke Arab Saudi, sambil kedua pihak memperbaiki sistem guna mencegah timbulnya permasalahan tersebut," jelasnya.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mengakui sudah ada kebijakan pengetatan penempatan TKI ke Arab Saudi sejak dua bulan lalu. Kebijakan itu untuk evaluasi pada sistem penempatan dan perlindungan TKI sekaligus membenahi titik lemahnya.

"Persoalannya kompleks jadi pilihan saat ini adalah membenahi seluruh sistemnya, dan melakukan pengetatan total dengan zero placement (penempatan nol). Sementara penanganan masalah tetap dilakukan oleh BNP2TKI dengan supervisi Kemenakertrans," kata Juru Bicara Kemenakertrans, Dita Indahsari, dalam keterangannya kepada VIVAnews.com.

Dita menjelaskan, tuntutan sebagian kelompok masyarakat agar segera diberlakukan moratorium penempatan TKI ke Arab Saudi tetap menjadi pilihan berdasarkan perkembangan yang berlaku.

"Perbaikan sistem tetap prioritas. Job order dan perjanjian kerja kualifikasi syaratnya ditambah. Majikan bisa kita monitor sehingga memudahkan perlindungan. Upah kita minta naik untuk peningkatan kesejahteraan. Ini momentum yang akan ditentukan oleh kerja keras kita," ujarnya.

Terlambat moratorium

Kabar Arab Saudi telah menghentikan sementara perekrutan TKI dinilai sebagai tamparan bagi pemerintah Indonesia. Direktur Migrant Care, Anis Hidayah mengungkapkan, pemerintah selama ini hanya melihat pengiriman TKI dari sisi devisa saja.

Padahal sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat telah menyarankan agar Indonesia segera melakukan moratorium. "Suspend ini melecehkan kedaulatan dan martabat bangsa," kata Anis.

Apalagi dari sudut lapangan kerja, Arab Saudi adalah penerima tenaga kerja Indonesia terbesar kedua setelah Malaysia.  "Jadi pemerintah harus segera menyiapkan lapangan pekerjaan. Momentum ini menjadi daya desak baru bahwa negara harus segera memberikan pekerjaan," ujar Anis.

Menurut data Migrant Care saat ini jumlah TKI di sejumlah negara adalah Arab Saudi (1,2 juta orang), Malaysia (2,3 juta), Hongkong (130 ribu), dan Singapura (80 ribu).

Dengan adanya keputusan ini maka, Pemerintah Indonesia tidak bisa mengirim TKI lagi ke Arab, dan mengimbau Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia untuk tak memproses pengurusan visa, dan dokumen lain terkait penempatan TKI di Arab.

"Ini dampak dari moratorium yang pernah diusulkan tetapi tak dilakukan. Sebelumnya banyak tokoh masyarakat mendorong pemerintah melakukan moratorium dengan Arab, karena ada situasi cukup serius di Arab Saudi, yang tak memungkinkan adanya penempatan," kata Anis.

Soal kriteria TKI yang disyaratkan Arab Saudi, menurut dia, jika pemerintah memiliki regulasi dan standar kualitas orang yang diberangkatkan dengan baik, maka kebijakan Arab menghentikan rekrutmen TKI ini tak akan terjadi.

Bukan stop rekrutmen

Kabar Kerajaan Arab Saudi menghentikan perekrutan tenaga kerja asal Indonesia dibantah oleh Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia(BNP2TKI), Jumhur Hidayat.

"Saya sudah bicara langsung dengan Ketua Sanarcom (Saudi Arabia National Recrutment Committe) Saad Al-Badah, bahwa yang diinginkan adalah agar diadakan suatu asosiasi yang khusus menempatkan TKI ke Arab Saudi, tidak seperti sekarang ini terdapat 3 Asosiasi yaitu APJATI, HIMSATAKI dan IDEA," jelas Jumhur dalam rilis yang diterima VIVAnews, Selasa 15 Februari 2011 malam.

Menurut Jumhur, Sanarcom menilai akan lebih baik bila ada Asosiasi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta  (PPTKIS) yang dikhususkan untuk penempatan ke Arab Saudi sehingga bisa terbangun sinergi dengan lembaga itu.

Soal penghentian sementara rekrutmen TKI, kata Jumhur, Sanarcom menyadari itu bukanlah wewenang pihak swasta melainkan wewenang Pemerintah Arab Saudi. "Sejauh itu baik, pemerintah mempersilahkan bila PPTKIS ke Arab Saudi mau mengkonsolidasi diri, dan membentuk asosiasi," ujar Jumhur. (np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya