DPR Panggil Menkes Bahas Susu Berbakteri

Endang Rahayu Sedyaningsih
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVAnews - Kasus susu berbakteri kini bergulir ke Senayan. Kamis 17 Februari 2011, Dewan Perwakilan Rakyat memanggil sejumlah pihak yang terkait dengan kasus ini. Anggota dewan akan mempersoalkan mengapa pemerintah tidak kunjung mengumumkan nama sejumlah merk susu yang mengandung Enterobacter Sakazakii itu. 

Dibaca 43 Juta Kali, Cerita The Perfect Strangers Ternyata Terinspirasi dari Sopir Taksi

Mereka yang diundang ke Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan itu adalah Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dan para peneliti dari Institut Pertanian Bogor. Mewakili para konsumen, komisi itu juga mengundang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Sebagaimana luas diberitakan, kasus ini bermula dari gugatan yang dilayangkan seorang pengacara bernama David Tobing ke Pengadilan Negeri Jakarta. Berbekal hasil penelitian IPB tentang sejumlah merk susu yang mengandung bakteri berbahaya itu, David meminta pengadilan agar memerintahkan Departemen Kesehatan dan IPB mengumumkan nama-nama susu itu.

Viral Pegawai Minimarket Ribut dengan Tukang Parkir Liar, Netizen: Premanisme Terselubung

Dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga keputusan kasasi di Mahkamah Agung, David memenangkan perkara ini. Keputusan dari mahkamah itu terbit tanggal 26 April 2010. Dalam amar putusan tim hakim yang dipimpin Ketua MA, Harifin Tumpa, itu disebutkan bahwa penelitian yang menyangkut kepentingan publik haruslah diumumkan.

Sebab kasus ini, "Bisa meresahkan masyarakat dan merugikan konsumen," kata Harifin Tumpa.

Konser Band All Time Low Siap Digelar, Supermusic Janjikan Hal Ini

Kamis 10 Februari 2011 lalu, Menteri Kesehatan bersama Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Ikatan Dokter Anak Indonesia menggelar jumpa pers. Semula publik menduga siaran pers ini akan mengumumkan nama-nama merk susu yang mengandung bakteri itu. Faktanya tidak. Endang Rahayau beralasan bahwa amar putusan kasasi itu belum diterima. Jadilah sampai hari ini nama-nama merk susu itu belum diumumkan.

Itu sebabnya Dewan Perwakilan Rakyat memanggil sejumlah lembaga yang terkait kasus ini. "Rencananya sekitar jam 10 pagi kami akan Rapat Kerja dengan Menkes, Badan POM, Dekan Fakultas Peternakan IPB, dan YLKI," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR, Irgan Chairul Mahfiz, kepada VIVAnews.com.

Anggota DPR akan mempertanyakan sejauh mana realisasi pelaksanaan keputusan Mahkamah Agung  itu. Masyarakat, kata Irgan, dilanda kekhawatiran dan selalu bertanya apakah susu formula yang kini beredar itu berbahaya bagi anak-anak mereka.

Anggota Komisi IX dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, mensinyalir ada kepentingan lain dibalik tertundanya pengumuman nama merk sejumlah susu itu. "Pemerintah harus menjawab riset dengan riset. Bukan dengan asumsi pasar," kritik Rieke dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Rabu 16 Februari 2011.

Langkah David Tobing

David bersumpah mengejar terus kasus ini hingga pemerintah mengumumkan merk sejumlah susu itu. Rabu, 16 Februari 2011, pengacara yang juga pernah menggugat logo Garuda di kaus tim nasional sepakbola Indonesia itu, mendatangi Komisi Informasi Pusat. Komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang itu berwewenang menentukan apakah sebuah informasi masuk kategori informasi publik atau tidak. 

David berharap, lewat komisi itu daftar susu yang tercemar itu bisa diperjuangkan untuk dibuka. "Saya akan berkonsultasi saja, karena sudah ada putusan MA dan ada lembaga publik yang tidak mau menjalani putusan itu," kata David ML Tobing saat dihubungi VIVAnews.com.

Dalam surat disampaikan David kepada komisi itu, yang salinannya dikirim ke VIVANews.com, dia menyayangkan jawaban Menteri Kesehatan dalam konferensi pers tanggal 10 Februari 2011. Dalam temu wartawan itu, kata David, seharusnya Menteri Kesehatan mengumumkan nama-nama merk susu itu.

Dalam berbagai kesempatan, lanjutnya, Menteri Endang beralasan bahwa departemennya tidak memiliki hasil penelitian IPB itu. Padahal bukan sesuatu yang sulit meminta hasil penelitian itu untuk diumumkan.

Komisi Informasi Pusat menilai Kementerian Kesehatan, BPOM, dan IPB seharusnya mengumumkan kepada masyarakat tentang susu formula yang diduga mengandung bakteri Sakazakii itu. Karena hal itu sesuai dengan putusan dari Mahkamah Agung. "Asumsinya memang harus dibuka. Karena itu informasi publik yang harus dibuka," kata komisioner Komisi Informasi Pusat, Dono Prasetyo, saat dihubungi VIVAnews.com.

Menurut Dono, Kemenkes, BPOM, dan IPB juga harus menjelaskan kepada publik mengenai metode penelitian yang dilakukan terhadap susu formula tersebut. BPOM harus memberikan informasi tersebut secara berkala. Meski demikian, Dono mengakui pihaknya akan membaca terlebih dahulu putusan dari Mahkamah Agung. "Harus dibaca bersama, karena kami juga masih belum tahu detilnya seperti apa," katanya.

Jawaban Menteri Endang

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih membantah tudingan adanya kongkalikong antara pemerintah dengan sejumlah perusahaan susu formula yang mengandung bakteri berbahaya itu. Justru pemerintah periode inilah, katanya, yang merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penggunaan Air Susu Ibu (RPP-ASI), yang di dalamnya mencantumkan larangan iklan produk susu formula bagi bayi berusia di bawah satu tahun.

"Kalian tahu sendiri. Saya menyusun RPP tentang ASI. Jadi, kalau ada tudingan tentang itu, aneh deh," kata Endang usai melantik Komite Internship Dokter Indonesia dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia di Jakarta, Rabu, 16 Februari 2011.

Lalu, mengapa produk-produk yang disinyalir terkontaminasi bakteri itu tidak kunjung diumumkan ke publik? "Yang mengurus soal penelitian itu kan bukan kami.  Kami dan Badan POM hanya mengurus keamanan pangan saja. Jadi, bukan kewenangan kami mengumumkan hasil penelitian itu," Endang menjelaskan.

Menteri Endang memastikan semua merk susu formula yang saat ini beredar di pasar, aman dikonsumsi. Tidak ada lagi yang terkontaminasi bakteri. Itu karena sejak 2008 sudah diatur larangan penggunaan bakteri sakazakii. "Kalau mau dilakukan sita jaminan silakan saja. Tapi sebenarnya, kewenangan sita jaminan ini ada di Badan POM bukan di Kementerian Kesehatan, " katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya